Share

Suami Dadakan Ku Bukan Kuli Biasa
Suami Dadakan Ku Bukan Kuli Biasa
Penulis: Popyani

Awal Mula

“Aku dan Andra sudah menikah. Kini, usia kandunganku sudah 4 bulan. Kuharap kamu bisa menerima kenyataan.”

"Tidak mungkin. Ini sangat tidak mungkin," gumam Rania, tak percaya.

Berkumpul kembali bersama keluarga tentunya akan mendatangkan kebahagian untuk siapapun, setelah sekian lama tak bersua.

Namun, siapa sangka Rania akan mendengar kabar kakaknya telah menikah dengan kekasih dan tunangannya?!

Bahkan, kedua orangtuanya pun menutupi hal ini darinya selama Rania bekerja di luar kota!

"Tidak mungkin, bagaimana? Jelas-jelas, kau melihat sendiri perutku yang sudah membuncit. Ditambah lagi, kau sudah mendengar sendiri kalau Deni mengakui anak yang kukandung ini adalah anaknya, kan?"

Bukan menyesali perbuatannya yang sudah merebut calon suami sang adik, perempuan itu justru menampilkan senyuman mencemoohnya pada Rania.

Tak terlihat adanya penyesalan sama sekali di wajahnya.

"Lagian, kamu bodoh sekali sih! Bisa-bisanya meninggalkan Deni begitu lama di sini."

"Bodoh?" sahut Rania yang geram dengan pembelaan diri dari Rasty, “Di sana, aku kerja untuk membantu ekonomi keluarga kita. Aku bukan berlibur! Bagaimana bisa–”

"Cukup, Rania! Cukup! Di mana rasa hormatmu? Rasty ini Kakakmu dan dia sedang mengandung!" potong sang ibu mendadak dengan nada penuh emosi.

Kini, hati Rania benar-benar hancur.

Dia sama sekali tidak menyangka kalau wanita yang dihormatinya itu justru akan menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi.

"Tapi, Mas Deni calon suami Rania, Maa," lirih Rania, yang kini telah terisak.

Namun, sang ibu tak tersentuh. Dengan tegas, dia kembali berkata, "Rasty adalah Kakakmu. Apakah kamu tidak bisa mengalah untuk kebahagiaannya? Apalagi sekarang dia sedang mengandung, dan itu adalah keponakan kamu!"

Deg!

Mengalah?

Selama ini, Rania selalu mengalah dalam banyak hal dengan sang kakak.

Tapi, mengapa orangtuanya bertingkah seakan dia tak peduli sama sekali?

Belum sempat memprotes, kini ayahnya ikut berbicara, "Sudah. Sudah. Semuanya sudah terjadi. Bagaimanapun kamu harus menerima kenyataan kalau sekarang Deni adalah Kakak iparmu, Rania!"

"Undangan sudah tersebar. Mau tidak mau, pernikahanmu akan tetap berjalan!" ujar pria tua itu. Kali ini, dia bahkan menekan kata di ujung ucapannya.

Apa yang ayahnya katakan, sontak membuat seorang Rania terkejut.

Bukankah sang Kakak telah menikah dengan pria yang akan dia nikahi?

Terus, pernikahan siapa yang dimaksudkan oleh ayahnya?

"Siapa lagi yang akan menikah? Bukankah calon suami Rania sudah direbut oleh Kak Rasty?!" bingungnya.

"Kamu akan tetap menikah Rania," tegas sang ayah, "kamu tahu kalau Juragan Jarwo sudah lama suka sama kamu, kan?”

“Dia yang akan menggantikan posisi Deni nanti sebagai pengantinmu!"

Rania jelas terkejut mendengar apa yang baru saja ayahnya katakan.

Bukan hanya menyembunyikan pernikahan sang kakak, bagaimana bisa keluarganya ini membuat keputusan tanpa meminta persetujuan Rania?

"Aku tidak mau! Aku tidak mau menikah dengannya!" Rania menolak tegas.

Wajah perempuan itu terlihat mengeras.

Melihat itu, sang ayah justru semakin emosi. "Bagaimanapun, kamu harus menikah dengan juragan Jarwo!" bentaknya.

"Iya, Rania. Kamu harus menikah dengannya. Kalau tidak, keluarga kita akan malu," timpal sang ibu.

"Kenapa Mama dan Papa jadi menyalahkanku? Bukankah semua ini terjadi karena kedua manusia tidak tahu malu itu?!"

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat sempurna di pipi kiri Rania.

"Mau tidak mau, kamu harus menikah dengan juragan Jarwo, Rania!" tegas sang ayah.

Apa yang dilakukan oleh pria itu jelas membuat semua yang berada di sana terkejut.

Rania bahkan memandang tidak percaya pada sang ayah. "Baiklah. Aku akan tetap menikah.”

“Tapi, bukan dengan juragan Jarwo!" tegasnya dan berlalu pergi–meninggalkan keluarganya yang kebingungan di ruangan itu.

"Mungkinkah Rania sudah punya kekasih?"

Sang ibu kembali berbicara–memecah keheningan yang melanda.

***

“Menjadi istri dari juragan Jarwo?” lirih Rania kalut.

Juragan itu sudah memiliki dua istri.

Jika Rania menikah dengannya, jelas dia akan menjadi istri yang ketiga.

Jelas saja, Rania tak mau.

Bagaimanapun juga, hari ini dia harus mendapatkan seorang yang mau menikah dengannya.

Melangkah dan terus saja melangkah.

Rania tampak seperti orang yang kehilangan arah hidup, hingga, langkah wanita itu mendadak terhenti kala tak sengaja melihat sosok tampan yang berdiri di depan sebuah bangunan yang sedang dalam proses pengerjaan.

Lumayan tampan dan tampak giat sebagai tukang bangunan.

Dan sepertinya, dia belum berkeluarga.

“Semoga saja, dia mau," gumam Rania.

Dengan semangat 45-nya, wanita itu pun menghampiri pada pria asing itu.

Cukup lama mereka berbicara.

Sayangnya, beberapa menit kemudian, pria tampan itu tampak emosi.

"Apa Mba sudah, gila? Kita ini tidak saling mengenal! Bagaimana bisa Mba tiba-tiba datang dan mengajak saya menikah?" cecarnya.

Pria itu tampak akan membalikkan tubuhnya, tetapi Rania langsung mencekal tangannya.

"Aku mohon, Mas. Menikahlah denganku," pinta Rania mengatupkan kedua tangannya pada pria yang berdiri menjulang di depannya, “ini satu-satunya jalan agar saya selamat.”

Alis pria itu naik sebelah.

Baginya, Rania tampak seperti pasien sakit jiwa.

Tanpa basa-basi, dihempaskan tangannya, hingga cengkraman Rania seketika terlepas.

Pria bertubuh tinggi itu pun segera melangkah pergi meninggalkan Rania yang menatapnya dengan tatapan putus asa.

Hal ini membuat Rania mengusap kasar wajahnya.

Dirinya kini bingung di mana harus mencari pria yang mau menikahinya.

Hingga, sebuah ide gila terlintas ….!

‘Maafkan aku, tapi aku terpaksa melakukan ini,’ batinnya bersiap melakukan sebuah cara licik.

Tangan Rania menyobek lengan bajunya, dan membuat rambutnya begitu acak-acakkan.

Merasa cukup, Rania pun mantap melangkah pasti ke arah sosok tampan itu.

Saat jarak mereka benar-benar tipis, Rania segera membalikkan tubuh pria itu menghadap padanya.

Kini keduanya berhadapan.

Saat pria itu belum sempat memproses apa yang terjadi, Rania seketika menarik tubuh pria itu dan menimpanya.

"Tolong! Tolong! Ada yang mau memperkosa saya…!"

"Hei Nona, apa yang kamu lakukan?!" panik pria itu.

Dia mencoba bangun dengan ingin bangun dari atas tubuh Rania, tetapi perempuan itu menahannya dengan sangat kuat.

Demi kelancaran rencananya, Rania kembali berteriak, "Tolong…tolong…!"

Pucuk dicinta ulam pun tiba.

Beberapa warga tampak datang.

Salah satu dari mereka bahkan segera menarik kerah baju dari pria pilihan Rania itu.

Bugh!

Sebuah bogeman mendarat tepat di wajahnya.

"Tidak, Pak! Ini tidak seperti yang kalian lihat! Wanita itu menjebak saya!" protesnya.

Rania sontak menggeleng. Dengan cepat, dia mengeluarkan air mata palsu."Tidak Pak dia berbohong. Mana ada maling yang mau ngaku?”

“Dia ingin memperkosa saya. Bapak-bapak sendiri bisa melihat buktinya," ujar Rania yang kini telah menangis.

Warga tampak setuju.

Kondis Rania jelas lebih masuk akal mereka.

"Bagaimanapun anda harus bertanggung jawab!" ujar salah satu warga.

"Saya tidak mau menikah dengan wanita ini, Pak. Dia gila!" tolak pria muda itu tegas, “dia justru yang berusaha menyentuh saya.”

Rania menganga mendengar itu.

Dia jadi merasa bersalah. Namun, para warga justru tampak tertawa.

"Mas jangan berbohong! Mana ada perempuan yang mau memperkosa pria?’

“Betul itu! Hari ini juga Mas harus menikahi Mba ini!" timpal warga lain yang langsung disetujui oleh semua orang.

“SETUJU! Segera panggil Pak Penghulu!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Maleo
Novelnya di awal udh bagus tp jangan kepanjangan babnya max 100 aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status