Share

Bab 3. Aku Calon Suaminya.

"Tuan Fic. Apa kau tidak salah?" Jefri sedikit terbelalak, saat mengangkat sebuah kartu nama yang baru saja dilempar di atas meja.

"Aku ingin kau menyelidiki wanita itu lebih jauh. Siapa dia. Hem. Bukan kau, tapi kita."

Jefri mengangguk, sedikit merasa heran tapi tidak berani bertanya lebih lanjut. Sepanjang hidupnya, yang ia tau, Presdir Fico Albarez tidak pernah peduli dengan wanita.

Tanpa menoleh, Fico Albarez berbicara. "Aku pernah melihatnya tanpa sengaja. Setelah itu, hati ku selalu berontak, untuk mengetahui latar belakang wanita itu." 

Jefri langsung mengerti, dan segera mengangguk. 

Ini adalah kejadian beberapa hari yang lalu, sebelum Erina memasuki Restoran mahal menemui Agam. Pada hari itu, Fico Albarez yang sudah meminjamkan uang sepuluh juta kepada Erina.

Pagi ini Erina sudah berada di kantor. Beberapa rekan menatapnya dengan sedikit asing. Lalu terdengar berbisik bisik.

"Dia gagal menikah."

"Kasihan Sekali."

Mungkin mereka sudah mendengar kabar buruk tentang Erina.

Erina tidak ingin peduli, terus melangkah menuju ruangan kerjanya. Disana Oca dan Melda sudah menyambut dengan ceria. Oca menarik tangan Erina, Melda menarik kursi.

"Senang sekali, si tengil akhirnya bangun dari mimpi buruknya." 

"Sialan!" Hanya itu jawaban dari mulut Erina. 

"Erina Clarissa Handoyo." Bos memanggil Erina. Belum sempat dia berdiri, Bos sudah menghampiri, melempar sebuah map ke atas meja tepat di hadapannya. Lalu menarik kursi dan duduk dihadapan Erina.

"Aku tau kau sedang gundah gulana. Tapi kau adalah Reporter andalan stasiun kita. Jadi, ku harap kau bisa profesional." 

Erina menarik nafas berat, sambil membuka map.

"Aku tidak bisa berjanji untuk kali ini." 

Bos tertawa. "Itu akibat Kau tidak percaya padaku! Tunangan mu itu adalah pria brengsek! Haha. Salahmu sendiri!" 

"Bos. Jangan membicarakan itu." Bisik Oca. 

"Eh, iya." Bos menutup mulutnya. 

"Ah, baiklah Erina. Tidak ada penolakan. Atau karirmu akan berakhir." Bos melotot untuk memberi sedikit ancaman Erina.

"Tapi aku takut tidak fokus." 

"Hahaha.." bos kembali tertawa menoleh pada Oca dan Melda.

"Kalian dengar? Wanita tengil yang biasa kuat ini sok lemah hanya gara gara cinta buta!" 

"Jangan begitu Bos. Kau tidak pernah merasakan putus cinta sih. Itu sangat menyakitkan!" Protes Melda.

Bos melotot. "Kau mau menghinaku? Mentang mentang aku jomblo?"

"Hehe. Itu memang kenyataan. Kalau jomblo, mana bisa tau sakitnya putus cinta." Celetuk Oca.

"Kau ini!" Bos memukul ringan kepala Oca.

Erina terkikik kecil, mereka benar-benar menghiburnya. Tidak sia sia, pagi ini dia pergi ke Kantor.

"Ah.. Baiklah. Maafkan aku Erina. Lalu bagaimana? Kau bisa pergi?" Tanya Bos.

"Kenapa tidak yang lain saja? Yang lain, pasti menunggu kesempatan ini."

"Kau gila ya? Hanya kau yang diinginkan Galaxy Group. Kau mau membuat Stasiun Televisi kita ini bangkrut? Dengan mengirim orang lain selain yang mereka tunjuk? Galaxy Group mempunyai kekuasaan dan kekuatan penuh di bumi yang kita injak ini. Dengan mudahnya, mereka bisa menggulingkan Perusahaan kita ini kalau tidak tepat janji!" 

Erina membelalak, "Kenapa aku yang ditunjuk? Apa alasannya?" 

"Haha.. Karena kau adalah Reporter terhandal Stasiun kita. Sudahlah. Mereka tidak mau diganti, atau acara akan dibatalkan! Kita akan merugi Erina.. Ayolah. Lakukan sesuatu untuk mengangkat lebih tinggi kejayaan Stasiun kita ini." Bos merengek seperti anak kecil.

Erina akhinya mengangguk. " Baiklah. Aku akan usahakan." 

"Begitu dong." Bos langsung bernafas lega.

"Kau tenang saja, mereka berdua sudah aku siapkan untuk meringankan pekerjaanmu." Bos tertawa lagi. Lalu beranjak pergi.

Sepeninggal Bos, Oca dan Melda melonjak girang. 

"Kita akan bertemu dengan Presdir Galaxy Group! Ya Ampun.. Seperti mimpi!" Melda mencubit pipinya sendiri.

"Erin, ini adalah kesempatan emas. Sekian banyak Reporter disini, hanya kita yang diberi kesempatan ini." Oca mengguncang bahu Erina.

Erina hanya tersenyum saja. Tidak merasa sebahagia Mereka.

"Erin. Kenapa tidak senang? Kau masih memikirkan Agam? Dengan bertemu Presdir Galaxy Group, kau akan sedikit terhibur." 

Erina masih tersenyum saja. Dalam hati, dia kembali sedih. Bukan Agam yang ia sedihkan tapi,

Baru saja Erina melamun, Ponselnya berdering. Nama pemanggil kali ini membuatnya jantungnya berdetak lebih cepat. Dia segera menyisih, untuk mengangkat telepon.

"Ibu."

"Aku sudah ada di luar kantor mu. Cepat keluar sebelum aku masuk!"

Erina langsung menoleh kepada kedua temannya yang menatapnya. 

"Aku keluar dulu sebentar." 

Mereka mengangguk. "Sabar ya Erin, pasti akan ada jalan untukmu." 

Erina tidak menjawab, segera melangkah keluar untuk menemui Ibu.

Ibu sudah menunggu di luar gerbang dengan Alika. 

"Ibu." Belum sempat Erina menyambut tangan ibu, ibu sudah menarik tangannya terlebih dahulu. 

"Kami menunggumu nanti malam. Jika kau tidak datang ke rumah, maka aku akan menyeretmu dari Kontrakan mu itu!"

"Ibu, tapi.." 

"Tidak ada tapi tapi. Aku sudah tau semuanya. Pernikahan mu gagal bukan? Jadi bagaimana? Kau tidak punya alasan lagi untuk menolak. Atau kau mampu membayar hutang bapakmu hah!" Ibu mengancam.

Erina hanya menunduk. Benar saja, dia sudah tidak punya alasan untuk menolak keinginan wanita yang sudah dipanggilnya Ibu itu.

"Kita pulang Bu. Biarkan Erina berpikir bagaimana caranya dia  untuk membalas Budi kepada keluarga kita." Ucap Alika. Sorot matanya begitu sinis kepada Erina.

"Kau dengar itu Erina. Berpikirlah, kau hidup dari siapa dan besar dari mana? Kau itu juga terlalu murahan. Jadi jangan sok jual mahal. Tidak akan ada pria manapun yang mau menikahimu. Seharusnya kau bersyukur, Tuan Danies mau melamarmu!" Ibu menunjuk dada Erina. Lalu melenggang pergi bersama Alika.

Erina ingin menangis rasanya. Tapi itu hanya buang energi saja. Apalagi banyak mata yang sedang memperhatikannya. 

Erina memilih meraih Ponselnya. Mengirim pesan singkat untuk Oca. 

"Aku pulang. Sampaikan pada Bos!" 

___

Sampai malam hari, Erina tidak menuruni kasurnya. Pikirannya sungguh kacau. Membolak-balik tubuhnya. 

Ketukan pintu terdengar, kembali membuat jantung Erina berdesir.

Belum sempat dia beranjak, suara teriakan ibu sudah terdengar nyaring.

Dengan hati penuh gelisah, Erina terpaksa turun untuk membukakan pintu.

"Dasar Anak tidak tahu diri!" Ibu langsung menarik kasar lengan Erina dibantu oleh Alika. 

"Ayo ikut!" 

"Ibu, aku tidak mau!" Erina mempertahankan dirinya. Di ujung sana sudah ada seorang pria menunggu di sisi sebuah Mobil bersama dua Pengawal Pria.

Ibu menoleh pada Pria itu dan memanggil. "Tuan Danies. Tolong bantu. Bawa saja dia!" 

Pria yang dipanggil itu langsung mendekat bersama pengawalnya. Menyeret paksa Erina.

"Lepas! Lepaskan aku!" Erina memberontak.

"Ibu! Tolong aku. Aku tidak mau ikut dia!" Tapi mereka tidak peduli. Ibu hanya tersenyum senang melihat Erina di seret. Alika pun sama saja. 

Lalu satu orang membuka pintu belakang mobil.

"Lepaskan dia!" Tiba tiba seorang pria dari dalam sebuah mobil berteriak. Semua orang menoleh. 

Pria itu menuruni mobil bersama seseorang yang lain.

"Jangan ganggu dia!" Tiba tiba Pria itu menarik tangan Erina dan membawanya dekat dengannya.

"Kau siapa? Berani sekali! Aku ibunya! Jangan ikut campur urusan kami orang asing!" Ibu menunjuk ke arah Pria itu.

Dengan wajah datar, pria itu menoleh pada Erina. Tentu Erina masih mengenali pria itu dengan baik. Walau tidak sempat mengenal siapa namanya.

"Dia tanggung jawabku sekarang. Karena aku, calon suaminya. Jadi semua urusannya adalah urusanku juga." 

Semua orang terkejut tak terkecuali Erina. Apa apaan ini? 

Belum sempat Erina protes, Pria itu sudah kembali berbicara, tapi kali ini pada seorang pria yang datang bersamanya tadi.

"Jefri. Bayar semua hutang Ayah Erina." 

Kembali mereka dibuat terkejut. Belum hilang rasa terkejut mereka, Pria itu kembali berbicara pada pria di sebelahnya. "Bayar dua kali lipat." 

Jefri segera mengangguk, merogoh cek kosong dan pena dari balik jasnya. Lalu menulis nominal yang bahkan tidak ada yang menyebutkan berapa. 

Jefri melempar cek itu ke arah Danies yang langsung menangkapnya. Matanya seketika membelalak, seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Nominal itu tertera dengan jelas dua kali lipat dari hutang Ayah Erina.

"Jangan pernah mengganggu dia lagi. Karena mulai besok, Erina akan menikah denganku. Kalian paham? Atau kalian akan berurusan denganku." 

"Ayo masuk!" Pria itu menarik tangan Erina untuk kembali ke kontrakannya.

Jefri tidak ikut serta, dia sengaja ingin memastikan mereka semua pergi dari kontrakan Erina.

Komen (26)
goodnovel comment avatar
Nur Haidah
wah...seru..ceritax hampir sot draxcin OFL tu
goodnovel comment avatar
Liyy
trus broo jngn kasih kendorrr
goodnovel comment avatar
Nurlina Nurlina
bes,semangat baca nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status