Bab 22B
.Mas Heri diam tanpa kata, sudah kubaca ia sangat keberatan dan tak terima, pasti maunya aku yang mengirimkan uang dan membiayai hidup Nasya, sementara dirinya hanya memberikan naungan berupa tempat tinggal, sungguh fikiran yang picik.
"Enak aja, sekarang dia itu suamiku dan aku berhak mengatur keuangannya bukan kamu!" sahut Tania keberatan.
"Tuh dengar sendiri 'kan apa jawaban mantumu?" tanyaku sambil memandang Mas Heri dan ibu bergantian.
"Ayo pergi, Nas. Mulai sekarang lebih baik ga usah ke sini lagi."
Aku pergi membawa kemenangan, biarlah kami hidup berdua tanpa kepedulian dari mereka, untuk apa menghargai dia yang hanya memanfaatkan uangku saja.
*
Hari ini jadwal kontrol kandungan, seperti biasa aku kemari ditemani Sela dan duduk di bangku antrian seorang diri, karena gadis itu enggan masuk ke dalam lebih as
Kedua manusia sombong dan tak tahu malu itu masih menganga, melihat mobil new Toyota Agya berwarna putih yang kutumpangi, bibir ini menyeringai saat mobil hendak berlalu, dan sepanjang jalan Sela terbahak tiada henti.Aku tak pernah berniat untuk sombong, karena membeli mobil ini tujuannya yaitu, untuk memudahkan perjalanan saat proses melahirkan nanti menuju klinik.Yang kedua aku ingin saat kami hendak pulang ke kampung halaman, ibu dan bapak tak perlu lagi naik angkutan umum, selain panas di sana juga rawan kejahatan, dan tentu sangat melelahkan karena kami harus turun dan naik bis berkali-kali."Bener-bener lucu tuh manusia, harusnya tadi pas ngaku-ngaku sambil siaran langsung kaya mertua Mbak waktu itu," celetuk Sela masih menertawakan mereka.Bibirku pun ikut menyeringai saat ingat k
Tubuhku mematung karena bingung harus melakukan apa, melihat tangisan Nasya aku jadi tak tega mengajaknya pulang."Kenapa perempuan itu nyakitin Papa?" tanya Nasya disertai isakan."Lebih baik kamu pulang dulu ya sama Mamamu," bujuk Mas Heri.Aku menganggukkan kepala setuju dengan ucapannya, tapi wajah Nasya memancarkan sinar yang berbeda, ia seperti ingin lebih lama dengan ayahnya, seolah Mas Heri seseorang yang butuh perlindungannya, padahal dulu lelaki yang ia sayang itu sudah ....Ah, terlalu pahit mengenang masa lalu, di sini hanya aku yang masih terjebak di dalamnya, sedangkan Mas Heri sudah mulai berbenah, pun dengan Nasya yang memiliki hati selembut kapas tak pernah membenci ayahnya.Bagaimana lagi kenangan itu terlalu saki
Bab 25. A"Pak Satria."Sontak bibirku berkata, dada ini bergemuruh bergulung dalam kecemasan menanti bukti apa yang ia punya. Lelaki itu jalan mendekat sambil melirik kiri kanan, mungkin tak ingin kejadian memalukan ini jadi pusat perhatian.Ia mengangkat ponselnya setinggi wajah, seolah mengatakan jika bukti itu ada di dalamnya, sementara wajah ibu kulihat berubah sepucat kapas."Siapa kamu?! Jangan ikut campur!" tegas ibu dengan wajah bengis, meski begitu ketakutan di wajahnya tetaplah tak bisa disembunyikan."Maaf, Bu, saya tadinya ga mau ikut campur, tapi setelah melihat Amira, terpaksa saya ikut campur," jelas Pak Satria."Bukti apa sih, Pak? perlihatkan aja sekarang biar masalah ini semakin jelas," ujarku merasa tak sabar."Ok bentar."Jemarinya bergulir menyentuh ponsel itu."Nih, aku punya vidio-nya kalau Ibu ini memasukkan kotoran itu dengan sengaja," ujar Pak Sat
Bab 25.BTak terasa waktu bergulir dengan cepatnya, kini bayi Rista dan juga Ardan sudah berusia 40 hari, satu Minggu yang lalu Ardan mengabarkan menyuruhku datang ke acara aqiqah putri pertamanya.Seperti biasa aku berangkat dan diantar oleh sela, gadis itu tak pernah lelah mengantarkanku ke mana saja sesuai perintah.Rumah Rista dihias dengan indahnya, saat turun dari mobil diriku sempat menjadi pusat perhatian orang-orang, di sana juga ada ibu yang berdiri menatapku dengan pandangan sinis.Entah hal apa yang pernah kuperbuat, hingga rasa benci itu sangatlah kuat, tapi seingatku diri ini tak pernah menggoreskan luka yang menyakitkan."Waah mobil baru ya, Mbak," ujar salah seorang wanita, ia salah satu pelangganku."Alhamdulillah, Mbak." Aku tersenyum ramahLain lagi dengan wajah ibu yang makin terlihat masam, mulutnya nampak mengerucut, jelas saja ia paling tak suka mendengar orang-orang mem
Bab 26.A(POV Ibu Ninik)"Celaka!""Bagaimana ini? runtuh sudah harga diri yang selama ini kujaga di hadapan orang tua Rista! Kenapa aku harus jatuh?!""Ugh si*al! Harus kupalingkan ke mana wajah ini sementara orang-orang menghujaniku dengan tatapan remeh dan hina? kuharap saat ini pingsan saja."Tania sudah dibawa paksa oleh pihak polisi, tak mungkin ia penjahat! Ia menantu yang kupilih khusus untuk Heri agar ia nampak bergengsi.Sedangkan anak sulungku itu entah di mana? mungkinkah ia memilih menyusul istrinya dan mengabaikanku, ah Ardan kau juga di mana?Di sana mungkin Amira juga sedang terbahak menertawakan ket*lolan dan kebod*hanku, bagaimana ini? sudah pasti Rista dan keluarganya semakin membenciku."Huuhh dasar! Aji mumpung!" teriak seseorang entah siapa."Nuduh orang aji mumpung tahunya dia sendiri yang lakuin, kenapa ga bawa tas besar a
Bab 26. BDengan wajah kaku kutemui keluarga Rista hendak berpamitan pulang, di sana juga ada Amira meluap sudah rasa benciku padanya."Oh mau pulang ya? ya sudah, Bu, pulang aja ga apa-apa," jawab Bu Tamara dengan wajah datar.Jangankan membekaliku dengan aneka makanan yang ada, menyunggingkan senyumannya saja tidak, dasar keluarga rese! Lihat saja nanti akan kubuat anakmu bertekuk lutut lagi di hadapanku seperti dulu."Nanti aja, Bu, pulangnya 'kan pengajiannya baru mulai, nanti aku antarkan sampai rumah," sahut Amira.Cih!Ingin sekali meludahi wajahnya, ia pasti ingin memamerkan mobil barunya yang murahan itu, tak Sudi! lebih baik aku jalan kaki."Ga usah saya bisa naik taxi, permisi."Aku pergi tanpa membawa sesuatu dari rumah itu, hanya hinaan dan rasa malu. Dada ini sakit saat melihat Rista mengobrol begitu renyahnya dengan seorang lelaki.Kalau tak salah nama
Bab 27. A(POV Bu Ninik)"Tania kenapa, Heri? jangan diem aja dong!"Kupandangi wajahnya yang kusut dengan tajam, otakku hampir meledak memikirkan Ardan, sekarang bisa meledak sungguhan karena terlalu memikirkan Tania.Apa kata orang-orang jika menantu yang selalu kubanggakan jadi narapidana? dan Amira yang so kaya itu akan terus tertawa melihat hancurnya keluargaku ini."Exploitasi anak, selama ini orang tua Tania mempekerjakan anak-anak gelandangan di bawah umur dengan cara menjadi pengemis boneka Mampang, dan memberikan upah yang rendah.""Bahkan, mereka sampai menyiapkan fasilitas tempat tinggal untuk anak-anak yang ga punya rumah sama sekali dengan fasilitas yang buruk, juga memperlakukan mereka layaknya binatang, yang penting bisa menghasilkan uang, begitu kata polisi."Akhirnya anak itu membeberkan semuanya membuat jantung ini hampir lepas dari tempatnya.Aku mematung sambi
Bab 27. B(POV Bu Ninik)Ada yang remuk di dalam sini, anak manja itu benar-benar keterlaluan! Andai saja Ki Kusumo masih hidup dapat dipastikan anak itu akan kembali bertekuk lutut di hadapan Ardan."Dia juga ingin bercerai dariku, Bu. Aku tahu ini semua pasti ide mama sama papanya, mereka yang ngomporin supaya rumah tangga kami hancur."Ardan menundukkan wajah terlihat frustasi, dalam hati aku berkata semua ini buka gara-gara orang tua Rista, melainkan Ki Kusumo yang tak bisa bantu kami lagi."Terus kamu ke sini ngapain?" tanyaku dengan hati-hati."Mau nginep beberapa hari, siapa tahu setelah aku pergi Rista merasa kehilangan terutama malam hari, dia pasti akan kelelahan mengurus bayi seorang diri, bolehkan, Bu?"Ide yang lumayan bagus, ya siapa tahu saja ketulusan anakku bisa meluluhkan kerasnya hati Rista yang membatu."Ya sudah nginep aja di sini." Aku menganggukkan kepala.