Abimana menyelesaikan mandinya dengan cepat, tetapi Nadia sudah terlelap di atas sofa. "Kalau wanita dewasa tidak akan tertidur di saat penting seperti ini," keluhnya padahal tamu di luar sana sudah berdatangan, mereka adalah tamu khusus-kawan sekolah dan kuliahnya.Tubuh ringan Nadia diangkat lembut, kemudian dibaringkan dengan hati-hati beserta gaun pernikahan yang tampak merepotkan. Sekilas, pria ini memandangi wajah Nadia yang cantik dan masih tampak segar. Namun, bayang-bayang Tania menelusup ke dalam pikiran dengan sengit. "Tadi Tania hadir, dia tampak sangat cantik," kagumnya karena bagaimanapun Abimana tidak bisa melupakan begitu saja hubungan yang pernah terjalin hampir satu tahun.Tepian tempat tidur menjadi persinggahan Abimana kala memikirkan semua kenangannya dengan Tania sekaligus kejadian memilukan yang terakhir.Dihembusnya udara tidak sedap akibat kandasnya hubungan yang diharapkan sampai ke jenjang pernikahan, kemudian wajahnya kembali menoleh ke arah Nadia yang tert
Nadia memejamkan matanya rapat-rapat karena terlalu takut pada malam pertama di depan mata. Saat ini, wajah Abimana mulai menelusup pada leher jenjang Nadia yang memiliki aroma menggiurkan. Hidungnya yang tinggi menyapu leher sebelah kiri si gadis dengan sangat sensual. Tidak ada Tania dalam otaknya kini karena semua bagian itu sudah diisi oleh Nadia dan bayangan hubungan ranjang pertamanya.Kepalan kedua tangan Nadia sangat menunjukan ketakutannya. Maka, Abimana melepaslan cengkeraman tangan di pergelangan tangan si gadis, kemudian berbisik lembut. "Relaxs saja, bukan cuma kamu yang akan melakukan malam pertama, tapi saya juga, saya masih perjaka, kamu harus tahu."Kedua kelopak mata Nadia sedikit terbuka untuk mengintip wajah Abimana hingga senyuman teduh si pria tampak begitu jelas. "Mana mungkin kamu belum berpengalaman." Suara Nadia masih memerdengarkan ketakutannya."Sungguh, saya tidak pernah menyentuh wanita selain kamu." Suara Abimana sudah semakin berat. Maka, segera dirinya
Nadia membelalakan kedua matanya selebar mungkin, kemudian meraung, "Papa ... Nadia menikahi pria jahat, kenapa papa menyuruh Nadia menikahi Abimana!"Sebelah alis Abimana terangkat. "Hei, siapa yang kamu sebut jahat.""Kamu! Mengapa tidak ingin membiarkan nenek tinggal sama kita, mengapa nenek harus tinggal di panti jompo? Kalau begitu, lebih baik saya berpisah dengan kamu." Nadia bergegas menyambar paper bag dalam genggaman Abimana kemudian memakai kain indah itu di hadapan si pria.Abimana menarik senyuman seiring geleng-geleng kepala. "Saya bercanda, mengapa kamu sangat emosional." Tawa kecil di akhir.Nadia segera menoleh ke arah Abimana kala sedang bersusah payah memasangkan rel sleting di punggungnya. "Yang benar dong kalau bicara. Tadi itu kamu serius atau bercanda?" selidik Nadia."Bercanda, mana tega saya memisahkan kalian apalagi hanya nenek kamu satu-satunya keluarga kamu yang tersisa. Saya bukan pria kejam seperti itu." Tatapan tulus Abimana.Nadia mulai bersikap relaxs.
"Mengapa perutku sangat mual, apa karena berhubungan dengan Kafka?" prasangka Tania segera menjalar pada kekasihnya karena mereka melakukan hubungan ranjang sebelum hubungan mereka diresmikan walau Kafka tidak pernah berniat ingin merusak wanita ini, tetapi Tania selalu menggodanya dengan pakaian minim serta bentuk tubuh propesioanalnya, pun Tania menjeratnya terlebih dahulu.Sebuah testpack dikeluarkan dari dalam saku blezernya. "Saya sampai memersiapkan benda ini karena sudah beberapa hari ini saya merasakan gejala aneh seperti ini," gerutunya, kemudian memeriksa dengan tenang. Hanya perlu menunggu sebentar maka hasilnya segera keluar. Tania menangkup mulutnya yang menganga. "Apa, tidak mungkin!"Garis dua sudah tergambar di atas benda kecil itu. "Saya sangat ceroboh!" cacinya pada diri sendiri.Tok tok tokKetukan pintu halus menyapa Tania seiring panggilan padanya, "Tania, kamu di dalam? Tuan Abimana memanggil sekretarisnya.""I-iya, sebentar!" Tania grasah-grusuh merapihkan diri,
Nadia melahap cokelat tanpa berpikir apapun, ternyata benar kata Kafka jika cokelat mampu mengembalikan moodnya. Handphone berdering. "Iya?""Kita makan siang," ajak Abimana."Tidak mau, saya sedang sibuk!" tolak Nadia yang merasa sangat kesal pada suaminya karena setiap malam pria itu meminta hubungan ranjang yang menyakitkan untuk Nadia."Sesibuk itu, hingga kamu tidak memiliki waktu untuk makan siang bersama saya?" goda Abimana dengan santai."Jangan coba-coba merayu dan tolong malam ini biarkan saya tidur nyenyak!"Abimana tertawa hambar. "Jangan harap, apalagi jika kamu menolak makan siang dengan saya-suami kamu.""Ish!" Nadia memandangi layar handphone dengan wajah merajuk, "iya sudah, di mana? Saya akan menyusul!""Di dekat kampus saja, sekalian saya akan menjemput kamu." panggilan ditutup."Ish, dasar pemaksa!" rutuk Nadia. Segera, gadis ini merapihkan buku-bukunya dan bergegas menuju gerbang kampus. "Dia akan mengajak saya makan di mana, restoran dekat kampus ada banyak? Suda
Abimana membersihkan diri di kamar mandi yang berada di dalam kamarnya bukan di kamar yang dihuninya dengan Nadia karena kali ini istrinya sedang mendapatkan perawatan lebih dari Mila dan Saraswati. Selesai membersihkan diri, pria ini menemui istrinya yang sudah terlelap. Ditiupnya udara dari mulut, "Dia selalu tertidur tanpa mengucapkan selamat malam terlebih dahulu."Abimana membetulkan selimut yang menangkup tubuh Nadia karena kaki sebelah kirinya sedikit meloloskan diri, kemudian berbaring di sisi sang istri. "Iya, beginilah hidupku sekarang, harus berbagi ranjang dengan anak kecil yang sangat manja bahkan alergi saja menjadi sebuah gejala serius. Saya saja yang hidup lebih lama tidak memiliki alergi apapun," rutuk kecilnya sebelum memejamkan mata.Pada tengah malam Nadia terjaga, gadis ini segera mencari air di atas meja, tapi tidak menemukannya. Maka, dirinya memilih mendudukan diri seiring memandangi Abimana hendak meminta bantuan. "Abi," panggilannya dengan lembut, tetapi tida
Hari ini perusahaan bagai neraka untuk Tania karena semua orang membicarakan penemuan testpack serta mencoba mencari tahu pemiliknya. "Tania," panggilan salah satu karyawati yang jabatannya di bawah sekretaris Abimana itu.Tania menoleh gelisah, "Iya?" Bahkan kedua lututnya terasa lunglai karena merasa jika dirinya menjadi pusat perhatian."Kira-kira siapa ya si pemilik testpack, lagipula berani sekali dia hamil kalaupun menikah diam-diam seharusnya jangan hamil dulu karena perusahaan tidak membutuhkan wanita hamil!"Titik-titik keringat dingin mulai membasahi kening Tania. "Entah!" Senyuman getirnya."Kalau begini terus, bisa-bisa Tuan Abimana memeriksa urin semua karyawan. Iya ampun ... jangan sampai deh, semoga wanita itu cepat mengaku!" risaunya karena tidak ingin dibuat repot dan tidak ingin menjadi bahan kecurigaan karena semua karyawan tahu jika dirinya berpacaran dengan karyawan di sini.Tania kembali menarik senyuman getir. "Iya ..., saya permisi ya," pamitnya segera karena d
Bagi Abimana kabar ini adalah titik terang. "Siapa?""Belum tahu, karena saksi mengatakan ada tiga orang di toilet yang berbeda dan ketiganya tidak ada yang mengaku." Keterangan yang diberikan orang kepercayaan Abimana, "salah satunya sekretaris anda."Sekejap, Abimana mengangkat satu alisnya. "Apa yang dikatakan Tania?""Jawabannya sama dengan kedua karyawan lainnya. Tidak memuntahkan apapun.""Panggil ketiga wanita itu," titah santai Abimana. Dirinya tidak perlu menunggu lama ketiga wanita yang berada di dalam toilet sudah berdiri berjajar. "Katakan saja siapa yang muntah, saya tidak akan menegur dan memecat kalau terbukti alasan muntah bukan karena hamil." Kalimat Abimana sangat tenang dan santai, pria ini juga terlihat memerdulikan karyawannya. Maka, seorang wanita mengangkat tangan setengah badan."Maaf tuan, sebenarnya hari ini saya sedang kurang sehat, semalam saya sudah ke klinik, tapi mualnya tetap ada, tapi sekali lagi saya minta maaf karena sempat tidak mengaku saya takut d