Aku mengerjapkan mata, lalu berjalan menghampiri Arsen.
"Apa kamu bilang? Pakein?" tanyaku memastikan."Iya, biasanya ibu yang melakukannya. Tapi, ibu bilang sekarang tugasnya digantiin sama kamu," sahutnya."Em, ta-tapi–""Oh, iya. Aku juga belum mandi, biasanya ibu yang mandiin," ucapnya menghentikan kalimatku, “jadi, kamu bisa bantu aku, kan?”"A-apa?"Lagi-lagi aku dibuat kaget dengan ucapannya. "Seberat inikah tugas seorang istri di malam pertama?" batinku lirih."Aku belum mandi dan udah gerah sekali. Biasanya, ibu yang mandiin.""Iya, aku udah denger," sahutku mulai frustasi."Loh, kan tadi kan kamu nanya, makanya aku jawab," tuturnya seraya mengadu-adukan kedua jari telunjuknya.Aku menghela nafas, lalu mencoba untuk tersenyum padanya."Arsen, emang kamu gak bisa mandi sendiri?" tanyaku seraya menatapnya dari atas hingga bawah.Namun, pria itu hanya menggeleng dengan tampang polosnya.Sontak, aku mengusap wajahku perlahan.Ucapan dan tingkah Arsen memang seperti anak kecil, tapi postur tubuhnya tetap saja seperti orang dewasa.Hal ini jelas membuatku merasa risih meskipun kini statusnya sudah jadi suamiku.Apalagi saat tadi kulihat di buku nikah, usia Arsen terpaut sepuluh tahun lebih tua dariku.Hanya saja, mungkin memang karena ia memiliki keterbelakangan, hingga membuat wajahnya terlihat tetap awet muda."Oke, kalau gitu, malam ini aku bantu kamu buat mandi. Tapi besok, kamu harus belajar mandi sendiri, ya!" ucapku setelah sekian lama mikir.Arsen hanya cengengesan seraya berjalan menuju kamar mandi.Pasrah, aku pun mengekor di belakangnya.****"Huffth!"Aku menghembuskan nafas lega seraya menjatuhkan pantatku di atas kasur.Ternyata tidak begitu sulit untuk memandikan bayi besar itu, aku hanya perlu memandunya saja tentang apa saja yang harus ia lakukan saat mandi."Ze awas! Aku ngantuk!" ucap Arsen yang sedari tadi mengekor di belakangku.Aku kembali membulatkan kedua mataku kala pria itu tiba-tiba melemparkan dua bantal ke lantai.Bugh!Dia langsung naik ke atas tempat tidur seraya mendorongku hingga terjatuh."Arsen sakit! Kamu apa-apaan sih?" protesku tak terima dengan sikapnya."Aku gak mau tidur dekat kamu," sahutnya seraya memunggungiku.Kuhembuskan nafas kasar seraya memungut bantal.Ingin sekali rasanya aku mengajarkan bagaimana seharusnya sikap suami pada istri. Tapi, jika itu terjadi tentu saja aku juga belum siap jika harus menjadi istri Arsen yang seutuhnya.Segera, kucoba untuk memejamkan mata dan melawan rasa dingin yang mulai menyapa di atas lantai yang cukup dingin ini.Entah di menit ke berapa aku terlelap, hingga tubuhku tiba-tiba saja terkejut saat mendengar derit pintu.Tak ada niat untuk mengintip sama sekali, namun saat melihat langkah dan gerak gerik Arsen yang berbeda dari biasanya aku jadi penasaran untuk diam-diam mengikutinya.Mataku kembali kupejamkan saat pria itu tiba-tiba saja menengok ke arahku.Dan setelah memastikan dia keluar, aku pun segera membuka mata kembali dan melirik jam yang terletak di atas nakas.Pukul dua dini hari … entah mau kemana perginya pria itu?Pelan aku membuka pintu, lalu memastikan bahwa Arsen benar-benar tak ada di lantai ini.Aku segera menuruni anak tangga dengan penuh rasa penasaran, hingga aku lihat Arsen masuk ke dalam kamar Bu Hanum namun masih dengan gerak yang tak biasa.Deg!Jantungku berdegup kencang kala aku sudah berdiri di depan pintu kamar Bu Hanum.Pelan kumiringkan kepalaku hingga telingaku menempel di daun pintu.Samar-samar aku mendengar seperti sebuah keributan, tetapi aku tak dapat mendengarnya dengan jelas."Aku sudah bilang, kondisi malam ini tak memungkinkan! Kenapa tidak besok saja?!"Samar kumulai menangkap suara seorang pria berbicara.Namun, kurasa itu bukan suara Arsen. Tidak mungkin ‘kan kemampuan berbicaranya meningkat dalam waktu beberapa jam saja?Prang!Tak sengaja, tanganku menyenggol vas bunga di belakangku.Aku memejamkan mata seraya merutuki diriku sendiri, terlebih kala melihat pintu di depanku seketika terbuka.Tampak Bu Hanum langsung keluar dari dalam kamarnya."Ma-maaf, Bu. Aku gak sengaja. Tadi aku lewat sini untuk mencari Arsen!" ucapku cepat.Semoga saja, Bu Hanum tak curiga kalau aku telah lancang menguping di kamarnya."Oh, kamu cari Arsen? Dia di kamar ibu. Katanya, dia gak bisa tidur kalau gak dikeloni," tutur Bu Hanum yang hampir membuatku terbahak.Memang ada-ada saja ulah pria itu!Eh, tapi tunggu!Aku masih penasaran dengan suara orang yang berbicara tadi.Dengan hati-hati akhirnya aku mencoba untuk mencuri-curi pandang ke dalam kamar Bu Hanum, namun sepertinya di dalam sana memang tak ada siapapun terkecuali Arsen yang sebagian tubuhnya ditutupi selimut."Arsen, kamu kembali lagi ke kamar kamu, gih! Sekarang, kamu kan sudah punya istri, jadi minta dikeloninya sama istrimu saja, ya!" seru Bu Hanum yang sontak membuatku terbatuk."Ze, kamu gak papa, nak?" tanya Bu Hanum terdengar cemas."Eng-enggak, Bu!" sahutku terbata.Dalam hati, aku menyesali perbuatanku malam ini.Andai saja tadi aku tidak mengikuti Arsen, sudah tentu aku tidak akan disuruh ngelonin dia.Arsen pun keluar dari kamar.Kali ini, langkah dan gerak tubuhnya persis seperti Arsen yang selama ini kukenal.Lalu, kenapa tadi aku sempat berpikir kalau ada yang berbeda dengannya?Apa itu efek dari bangun tidur?"Tapi, aku maunya sama ibu aja. Soalnya, Zea bau ketek!" cetus Arsen yang sontak membuatku membulatkan kedua mata.Perlahan aku mengendus badanku, dan kurasa tidak bau sama sekali.Seandainya saja Arsen normal, mungkin sudah kusumpal mulutnya pakai cabai!Bu Hanum sendiri tampak terkejut. "Arsen gak boleh gitu! Zea ini istrimu, kamu harus berkata baik padanya. Jangan mengejek, ya!" ucapnya seraya mengusap bahu Arsen."Ya udah, ayo ke kamar sekarang!" Arsen mengulurkan tangannya padaku–menuruti sang ibu.Kini, aku yang terbelalak.Tunggu, tunggu, tunggu!Apa itu artinya aku harus ... ah, tidaakk!Silaunya sinar mentari yang menembus tirai membuatku terjaga, dan hal yang pertama kali aku lakukan adalah meraba seluruh pakaianku dan memastikan semuanya baik-baik saja.Detik kemudian, aku tersenyum mencemooh diriku sendiri. Bisa-bisanya aku sampai berpikir bahwa pria seperti Arsen akan melakukan hal yang macam-macam padaku!"Itu semua gak mungkin, Zea! Dia itu bukan pria yang normal!" Aku mendesis pelan.Gegas aku turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi, mengetuk pintunya dan memanggil Arsen beberapa kali, hingga akhirnya aku kembali menepuk jidat seraya merutuki diriku sendiri."Sudah tau pria itu tak bisa mandi sendiri, mana mungkin juga dia berada di dalam?" gumamku.Aku segera masuk dan membersihkan diriku, setelah itu bergegas turun untuk membuat sarapan.Beberapa ikat sayur dan daging aku keluarkan dari dalam kulkas. Rasanya, pagi ini aku ingin membuat tumis kangkung dan ayam goreng serta sambal, seperti yang sering almarhumah ibu buat untukku.Tanpa sadar
Tak terasa, waktu pun bergulir.Kini, aku menahan senyum saat melihat Arsen yang sedang duduk di depan televisi. Terkadang, aku merasa heran dengan hobi pria itu, aku pikir pria yang memiliki sikap dan kebiasaan seperti anak kecil itu akan lebih suka menonton film kartun atau film anak-anak. Tapi, dia malah lebih suka dengan acara berita! Aku bahkan sering bertanya-tanya apakah mungkin Arsen mengerti dengan apa yang disampaikan dalam setiap berita yang ia tonton?"Seorang pemuda berinisial A.N tersangka pengedar narkoba baru saja ditangkap oleh pihak yang berwajib. Pemuda yang buron selama satu minggu itu akhirnya tertangkap di sebuah rumah kosong yang kuat dugaan kerap menjadi tempat untuk bertransaksi barang haram tersebut."Aku mengernyitkan dahi ku saat tiba-tiba saja aku menangkap raut kekesalan dari wajah Arsen. Apakah mungkin ekspresi kesalnya itu karena mendengar berita tersebut?"Arsen?" sapaku, seraya duduk disampingnya.Arsen hanya bergumam tanpa mengalihkan matanya dar
"Sekilas info! Baru saja terjadi kebakaran di sebuah kantor polisi yang mengakibatkan 30 orang meninggal dunia. Dua belas diantaranya adalah seorang tahanan dan sisanya adalah polisi. Menurut keterangan warga sekitar, sempat terdengar suara ledakan yang sangat keras sekitar pukul empat dini hari lalu tiba-tiba saja api langsung membesar dari dalam kantor polisi tersebut. Penyebab pastinya sampai kini masih dalam penyelidikan."Aku menutup mulutku saat mendengar berita tersebut. Baru saja tadi malam aku mendengar berita tentang tertangkapnya pengedar narkoba, namun pagi ini justru pemuda itu ikut tewas dalam peristiwa kebakaran tersebut. Entah mengapa, aku jadi teringat pada almarhum bapak, kejadian ini sama persis dengan apa yang bapak alami dulu.Tak terasa air mataku menetes, antara sedih dan kesal menjadi satu. Padahal, status orang tersebut masih tersangka, sama seperti bapakku dulu. Sidang belum dilakukan dan penyelidikan masih tetap berlanjut, belum tentu juga kan dia sepenu
Mengingat pembicaraan antara Arsen dan Bu Hanum tadi malam, aku langsung memesan alat tes kehamilan malam tadi via online. Beruntungnya hari ini alat tersebut datang tepat waktu, yaitu disaat Bu Hanum dan Arsen sudah keluar. Aku kembali mengingat kapan terakhir kali aku haid, dan benar saja sepertinya aku memang benar-benar telat haid.“Argh!”Lagi, aku mengacak rambutku kasar. Kalau sampai benar aku hamil, itu tandanya Arsen dan Bu Hanum sudah menipuku, jadi ... ucapan Bu Hanum yang mengatakan akan menjual akupun sudah pasti kebenarannya. Segera aku membuka testpack yang kupegang dan gegas ke kamar mandi untuk mencobanya.Dengan dada berdebar aku menunggu hasilnya, debaran ini sungguh jauh lebih menegangkan dibanding debaran dadaku saat pertama kali satu kamar bersama Arsen, pria idiot yang bergelar suami itu. Tunggu! Jika hasilnya positif berarti Arsen bukan pria idiot seperti yang aku pikir.Dan ...Dua garis!Lututku seketika melemas!"Tuhan ... apa yang harus kulakukan?" guma
Astaga!Lututku seketika gemetar mendengar rencana mereka. Ternyata selama ini aku benar-benar telah salah menilai Bu Hanum dan juga Arsen. Gegas aku melangkah menuju kamar ku, mengambil tas yang tadi sempat kusembunyikan lalu segera mengendap menuju pintu keluar. Sepertinya aku tidak boleh mengundur waktu lagi, apa yang barusan Arsen bilang sungguh terdengar mengerikan.Jangan sampai aku celaka untuk yang kedua kalinya!Dengan sangat perlahan aku memutar gagang pintu agar tidak menimbulkan bunyi lalu segera berlari setelah berhasil keluar."Hei, Zea?!" sayup kudengar seseorang memanggilku, namun aku tetap berlari."Hei, kamu beneran Zea, kan? Tunggu, hei!""Sial! Pake ngejar segala, lagi!" umpatku dalam hati saat kusadari seseorang mengejarku dibelakang."Zeaaa?!!"Teriakannya yang melengking memekakkan telinga akhirnya membuatku berhenti berlari.Dengan panik aku berjalan cepat menghampirinya seraya menaruh telunjuk dimulutku berharap dia mau berhenti berteriak."Sstt! Tolong, bu.
Hari sudah semakin sore, namun aku lega karena di depan sana akhirnya aku melihat jalanan besar seperti apa yang pertama kali kulihat saat menginjakkan kaki di kota ini.Pikirku, langkah selanjutnya mungkin aku hanya tinggal mencari terminal, pergi ke sana untuk pulang ke kampung halaman.Ya, walau sepertinya aku tidak akan mendapat sambutan baik dari keluargaku, tapi ... tak apalah, setidaknya aku jangan sampai bernasib lebih malang di perantauan ini.Kuperbaiki letak tas yang kini terasa semakin berat lalu kembali melangkah sebelum akhirnya aku jatuh tersungkur saat seseorang yang mengendarai motor menarik paksa tasku."Tolong ...! Jambret! Tolong ... ada jambret!" teriakku seraya menatap nanar pada dua orang pengendara motor yang telah berhasil membawa paksa tas ku.Arggh!Aku memukul diudara untuk melampiaskan kekesalan ku. Uang jajan yang selama ini Bu Hanum berikan padaku ada di dalam tas tersebut. Lalu, bagaimana aku bisa pulang jika saat ini aku tidak punya uang untuk ongkos?
"Ze, kamu lagi ngapain?" tanya Bu Hanum membuatku sedikit terkejut hingga tak sengaja tespack yang aku pegang kini terjatuh.Dengan perlahan Bu Hanum mengambil tespack tersebut, ia menatapnya agak lama kemudian beralih menatapku dengan penuh tanya."Apa ini penyebabnya, Ze?" tanyanya pelan, sedang aku hanya diam karena bingung harus berkata apa."Iya, Bu. Tolong jelaskan maksud dari semua ini!" pintaku akhirnya dengan menekan rasa takut dalam hati.Pikirku, aku tidak boleh terus mengulur waktu, jika memang mereka orang jahat, maka aku harus segera bisa melepaskan diri dari mereka."Kamu ingin punya anak? Apa selama ini Arsen memperlakukan mu seperti istri yang sesungguhnya?" Bu Hanum malah balik bertanya seraya mengangkat sebelah alisnya."Apa kamu sedang berharap ada dua garis merah dalam benda tersebut?" lagi Bu Hanum membuat pikiranku untuk berterus terang kalau aku tau semuanya mulai goyah."Cukup, Bu! Siang tadi tespack ini memang menunjukan hasil positif. Harusnya aku yang berta
Aku mengerjapkan mataku berulang saat kudengar suara serine di luar sana.Rupanya, hari telah berganti malam, entah berapa lama aku ketiduran, bahkan keadaan kamar kini begitu gelap.Gegas aku turun dari ranjang dan meraba-raba saklar lampu, setelah ketemu segera kutekan hingga ruangan kini berubah terang.Otakku terus menebak-nebak kiranya siapa yang sedang berurusan dengan polisi di luar sana.Namun, refleks aku hampir saja menjerit saat kusadar bahwa kini aku tak memakai pakaian barang sehelaipun.Suara tawa tiba-tiba saja terdengar dari arah kamar mandi, gegas aku berlari menuju tempat tidur dan meraih selimut untuk menutupi tubuh.Arsen muncul dari balik pintu dengan seringai yang menakutkan, sebuah ponsel yang tak lain adalah milikku sedang ia mainkan dengan sebelah tangannya."Tetap disini dan jadilah wanita penurut, jika kamu tak mau mempermalukan dirimu sendiri!" ucapnya seraya mendekat.Kutepis tangannya yang tiba-tiba saja memegang daguku, sebuah senyum sinis ia sunggingkan