"Saya terima nikahnya Alifa Zea Amanda bin Syaron Wardana dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
Deg!"Kenapa pria ini mampu mengucapkan kalimat tersebut dengan lancar?" batinku tak percaya kala mendengar ikrar suci tersebut.Dadaku tiba-tiba saja terasa sesak dan penuh dengan rasa kekesalan dan kekecewaan.Biar bagaimanapun, aku telah lama menantikan momen sakral ini. Namun sayangnya, bukan dengan pria yang kini duduk di sampingku."Horee ...! Arsen akhirnya punya istri!"Tiba-tiba saja, ia bersorak seraya bangkit dari duduknya.Melompat-lompat bak anak kecil yang senang karena dapat permen.Kontan saja hal itu menambah rasa ilfill-ku padanya.Untungnya, Bu Hanum yang kini telah menjadi mertuaku itu, langsung menghampiri anak semata wayangnya dan membujuk Arsen untuk kembali duduk dan mengaminkan doa yang belum selesai dibacakan."Arsen duduk dulu, ya! Aminkan doanya, supaya pernikahan kalian diberkahi oleh Allah," bisiknya.Pria yang memiliki nama lengkap Arsenio Cleosa Raymond itu langsung mengangguk-anggukan kepalanya seraya terus tersenyum.Ia pun kembali duduk, tetapi sebelum itu aku dapat melihat dari sudut mataku ia sempat memandangku untuk beberapa saat.Entahlah!Seketika, aku merasa gemetar membayangkan bagaimana nasibku nanti malam. Harus tidur satu kamar dengan pria idiot yang bahkan baru kukenal satu bulan yang lalu.Jauh-jauh aku datang dari kampung ke ibu kota dengan niat mencari kerja.Namun, siapa sangka aku malah dipertemukan dengan Bu Hanum yang mengajakku untuk tinggal di rumahnya sebagai rasa terima kasihnya karena aku telah menolongnya dari tukang jambret.Karena memang belum punya tempat tinggal dan pekerjaan, aku langsung menerima saja tawarannya.Sayangnya hingga satu bulan aku numpang, belum ada satupun lamaranku yang diterima.Alih-alih lamaran kerjaku yang diterima aku justru malah dilamar oleh Bu Hanum untuk anaknya."Ze, gimana kalau kamu nikah saja sama Arsen?" ucap Bu Hanum kala aku sedang membantunya memasak.Jariku sampai terluka saking aku terkejutnya mendengar ucapan dari Bu Hanum saat itu.Namun, kebaikan ia selama satu bulan aku menumpang di rumahnya membuat aku tak kuasa untuk menolak permintaannya.Apalagi Bu Hanum sampai menitikan air mata seraya mengungkapkan rasa khawatirnya pada Arsen.Ia khawatir tidak akan ada yang bisa menggantikan dirinya untuk menjaga Arsen jika suatu hari nanti Bu Hanum tiada."Ze? Zea?"Aku terkesiap saat sadar tangan Bu Hanum tengah melambai-lambai di depan wajahku. Ia terlihat sedikit mengernyitkan dahinya menyadari aku melamun tadi."Salim dulu, sayang. Arsen tengah mengulurkan tangannya sedari tadi," bisiknya.Mendengar itu, aku pun menoleh pada Arsen. Pria yang kini jadi suamiku itu nampak mengulurkan tangan padaku senyam-senyum.Aku sontak langsung meraih tangan Arsen dan menciumnya dengan takjim.Dalam hati, aku berdoa semoga suatu hari nanti tiba-tiba saja Arsen bisa berubah menjadi pria yang normal.Karena jika hal itu terjadi, sungguh aku akan menjadi wanita yang paling beruntung.Dilihat dari segi fisik, sebenarnya Arsen itu pria yang tampan.Tubuhnya tinggi tegap dengan wajah mirip oppa Korea.Hidungnya mancung, memiliki alis tebal, dan bibir yang ... ah, sulit digambarkan ketampanannya.Hanya sayangnya, wajah tampan itu selalu menunjukan ekspresi bodoh.Tanpa terasa, serangkaian acara sederhana telah selesai dilaksanakan.Meski Bu Hanum terbilang orang kaya, tapi dia tidak membuat pesta besar-besaran untuk pernikahan anaknya.Tidak ada keluarga besarnya.Beliau benar-benar hanya mengundang tetangga terdekat saja.Sedangkan aku, kedua orang tuaku telah lama meninggal dunia.Saudara? Jangan tanya mereka.Aku bisa sampai sebesar ini pun adalah sebuah kebaikan yang harus selalu kuingat karena mereka mau mengurusku secara bergilir.Ya, lebih tepatnya mereka selalu melempar-lempar diriku yang malang ini dari satu rumah ke rumah yang lain saking gak maunya aku numpang hidup sama mereka.Makanya setelah lulus SMA, aku putuskan saja untuk merantau."Terimakasih, ya nak Zea! Kamu sudah mau menerima pernikahan ini," ucap Bu Hanum membuyarkan lamunanku.Wanita berjilbab itu tersenyum lembut padaku.Melihat itu, aku pun hanya bisa tersenyum seraya mengangguk pelan."Harusnya aku yang berterimakasih atas semua kebaikan yang sudah ibu berikan," sahutku."Mulai malam ini, kamu tidur di kamar Arsen, ya! Ibu titip dia, ibu percaya sama kamu," ucapnya.Lagi-lagi jantungku berdegup tak menentu. Antara takut, risih, dan juga ... ah! Otakku terus saja menebak-nebak apa yang mungkin dilakukan pria idiot itu."Ibu ke kamar dulu, udah ngantuk," pamit Bu Hanum seraya menepuk bahuku pelan.Ia beranjak dari duduknya lalu berjalan lurus hingga menghilang di balik pintu kamarnya.Ragu, aku pun mendongak ke atas, lalu menatap setiap anak tangga yang mengarah menuju kamar Arsen.Dengan satu tarikan nafas panjang, aku memberanikan diri untuk menaiki anak tangga dan menyusul Arsen yang telah lebih dulu masuk ke kamarnya."Aaa!"Spontan aku berteriak seraya menutup mata saat masuk ke dalam kamar dan mendapati Arsen terlentang di atas kasur dan hanya mengenakan dalaman saja."Arsen tolong pakai celanamu dulu!" ucapku setengah panik."Memangnya, kenapa?" tanyanya dengan nada yang menjengkelkan.Anehnya, suara Arsen begitu dekat.Apa pria itu tengah berdiri di depanku?"Pakai saja Arsen!" ucapku semakin panik. Tanpa sadar, aku setengah membentak."Zea kok bentak aku?" tanya Arsen terdengar menahan tangis.Dengan rasa kesal, aku pun menurunkan kedua tanganku dari wajah dan mendongak menatap wajahnya.Dengan senyum yang dipaksakan, aku pun kembali membujuknya. "Arsen nurut saja, ya! Soalnya malam ini ibu bilang aku harus tidur di sini, dan aku gak mau lihat kamu cuma pakai dalaman saja, ya!" ucapku pelan."Ya udah, pakein!" ucapnya seraya berbalik dan mengambil piyama yang sudah tergeletak di atas kasur.Aku hampir saja menutup mataku kembali sebelum akhirnya aku lihat ternyata ia sudah meililitkan handuk di pinggangnya.Tapi, tunggu! Apa katanya? Pakein bajunya?Aku mengerjapkan mata, lalu berjalan menghampiri Arsen."Apa kamu bilang? Pakein?" tanyaku memastikan."Iya, biasanya ibu yang melakukannya. Tapi, ibu bilang sekarang tugasnya digantiin sama kamu," sahutnya."Em, ta-tapi–""Oh, iya. Aku juga belum mandi, biasanya ibu yang mandiin," ucapnya menghentikan kalimatku, “jadi, kamu bisa bantu aku, kan?”"A-apa?" Lagi-lagi aku dibuat kaget dengan ucapannya. "Seberat inikah tugas seorang istri di malam pertama?" batinku lirih."Aku belum mandi dan udah gerah sekali. Biasanya, ibu yang mandiin." "Iya, aku udah denger," sahutku mulai frustasi."Loh, kan tadi kan kamu nanya, makanya aku jawab," tuturnya seraya mengadu-adukan kedua jari telunjuknya.Aku menghela nafas, lalu mencoba untuk tersenyum padanya."Arsen, emang kamu gak bisa mandi sendiri?" tanyaku seraya menatapnya dari atas hingga bawah. Namun, pria itu hanya menggeleng dengan tampang polosnya. Sontak, aku mengusap wajahku perlahan. Ucapan dan tingkah Arsen memang seperti anak keci
Silaunya sinar mentari yang menembus tirai membuatku terjaga, dan hal yang pertama kali aku lakukan adalah meraba seluruh pakaianku dan memastikan semuanya baik-baik saja.Detik kemudian, aku tersenyum mencemooh diriku sendiri. Bisa-bisanya aku sampai berpikir bahwa pria seperti Arsen akan melakukan hal yang macam-macam padaku!"Itu semua gak mungkin, Zea! Dia itu bukan pria yang normal!" Aku mendesis pelan.Gegas aku turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi, mengetuk pintunya dan memanggil Arsen beberapa kali, hingga akhirnya aku kembali menepuk jidat seraya merutuki diriku sendiri."Sudah tau pria itu tak bisa mandi sendiri, mana mungkin juga dia berada di dalam?" gumamku.Aku segera masuk dan membersihkan diriku, setelah itu bergegas turun untuk membuat sarapan.Beberapa ikat sayur dan daging aku keluarkan dari dalam kulkas. Rasanya, pagi ini aku ingin membuat tumis kangkung dan ayam goreng serta sambal, seperti yang sering almarhumah ibu buat untukku.Tanpa sadar
Tak terasa, waktu pun bergulir.Kini, aku menahan senyum saat melihat Arsen yang sedang duduk di depan televisi. Terkadang, aku merasa heran dengan hobi pria itu, aku pikir pria yang memiliki sikap dan kebiasaan seperti anak kecil itu akan lebih suka menonton film kartun atau film anak-anak. Tapi, dia malah lebih suka dengan acara berita! Aku bahkan sering bertanya-tanya apakah mungkin Arsen mengerti dengan apa yang disampaikan dalam setiap berita yang ia tonton?"Seorang pemuda berinisial A.N tersangka pengedar narkoba baru saja ditangkap oleh pihak yang berwajib. Pemuda yang buron selama satu minggu itu akhirnya tertangkap di sebuah rumah kosong yang kuat dugaan kerap menjadi tempat untuk bertransaksi barang haram tersebut."Aku mengernyitkan dahi ku saat tiba-tiba saja aku menangkap raut kekesalan dari wajah Arsen. Apakah mungkin ekspresi kesalnya itu karena mendengar berita tersebut?"Arsen?" sapaku, seraya duduk disampingnya.Arsen hanya bergumam tanpa mengalihkan matanya dar
"Sekilas info! Baru saja terjadi kebakaran di sebuah kantor polisi yang mengakibatkan 30 orang meninggal dunia. Dua belas diantaranya adalah seorang tahanan dan sisanya adalah polisi. Menurut keterangan warga sekitar, sempat terdengar suara ledakan yang sangat keras sekitar pukul empat dini hari lalu tiba-tiba saja api langsung membesar dari dalam kantor polisi tersebut. Penyebab pastinya sampai kini masih dalam penyelidikan."Aku menutup mulutku saat mendengar berita tersebut. Baru saja tadi malam aku mendengar berita tentang tertangkapnya pengedar narkoba, namun pagi ini justru pemuda itu ikut tewas dalam peristiwa kebakaran tersebut. Entah mengapa, aku jadi teringat pada almarhum bapak, kejadian ini sama persis dengan apa yang bapak alami dulu.Tak terasa air mataku menetes, antara sedih dan kesal menjadi satu. Padahal, status orang tersebut masih tersangka, sama seperti bapakku dulu. Sidang belum dilakukan dan penyelidikan masih tetap berlanjut, belum tentu juga kan dia sepenu
Mengingat pembicaraan antara Arsen dan Bu Hanum tadi malam, aku langsung memesan alat tes kehamilan malam tadi via online. Beruntungnya hari ini alat tersebut datang tepat waktu, yaitu disaat Bu Hanum dan Arsen sudah keluar. Aku kembali mengingat kapan terakhir kali aku haid, dan benar saja sepertinya aku memang benar-benar telat haid.“Argh!”Lagi, aku mengacak rambutku kasar. Kalau sampai benar aku hamil, itu tandanya Arsen dan Bu Hanum sudah menipuku, jadi ... ucapan Bu Hanum yang mengatakan akan menjual akupun sudah pasti kebenarannya. Segera aku membuka testpack yang kupegang dan gegas ke kamar mandi untuk mencobanya.Dengan dada berdebar aku menunggu hasilnya, debaran ini sungguh jauh lebih menegangkan dibanding debaran dadaku saat pertama kali satu kamar bersama Arsen, pria idiot yang bergelar suami itu. Tunggu! Jika hasilnya positif berarti Arsen bukan pria idiot seperti yang aku pikir.Dan ...Dua garis!Lututku seketika melemas!"Tuhan ... apa yang harus kulakukan?" guma
Astaga!Lututku seketika gemetar mendengar rencana mereka. Ternyata selama ini aku benar-benar telah salah menilai Bu Hanum dan juga Arsen. Gegas aku melangkah menuju kamar ku, mengambil tas yang tadi sempat kusembunyikan lalu segera mengendap menuju pintu keluar. Sepertinya aku tidak boleh mengundur waktu lagi, apa yang barusan Arsen bilang sungguh terdengar mengerikan.Jangan sampai aku celaka untuk yang kedua kalinya!Dengan sangat perlahan aku memutar gagang pintu agar tidak menimbulkan bunyi lalu segera berlari setelah berhasil keluar."Hei, Zea?!" sayup kudengar seseorang memanggilku, namun aku tetap berlari."Hei, kamu beneran Zea, kan? Tunggu, hei!""Sial! Pake ngejar segala, lagi!" umpatku dalam hati saat kusadari seseorang mengejarku dibelakang."Zeaaa?!!"Teriakannya yang melengking memekakkan telinga akhirnya membuatku berhenti berlari.Dengan panik aku berjalan cepat menghampirinya seraya menaruh telunjuk dimulutku berharap dia mau berhenti berteriak."Sstt! Tolong, bu.
Hari sudah semakin sore, namun aku lega karena di depan sana akhirnya aku melihat jalanan besar seperti apa yang pertama kali kulihat saat menginjakkan kaki di kota ini.Pikirku, langkah selanjutnya mungkin aku hanya tinggal mencari terminal, pergi ke sana untuk pulang ke kampung halaman.Ya, walau sepertinya aku tidak akan mendapat sambutan baik dari keluargaku, tapi ... tak apalah, setidaknya aku jangan sampai bernasib lebih malang di perantauan ini.Kuperbaiki letak tas yang kini terasa semakin berat lalu kembali melangkah sebelum akhirnya aku jatuh tersungkur saat seseorang yang mengendarai motor menarik paksa tasku."Tolong ...! Jambret! Tolong ... ada jambret!" teriakku seraya menatap nanar pada dua orang pengendara motor yang telah berhasil membawa paksa tas ku.Arggh!Aku memukul diudara untuk melampiaskan kekesalan ku. Uang jajan yang selama ini Bu Hanum berikan padaku ada di dalam tas tersebut. Lalu, bagaimana aku bisa pulang jika saat ini aku tidak punya uang untuk ongkos?
"Ze, kamu lagi ngapain?" tanya Bu Hanum membuatku sedikit terkejut hingga tak sengaja tespack yang aku pegang kini terjatuh.Dengan perlahan Bu Hanum mengambil tespack tersebut, ia menatapnya agak lama kemudian beralih menatapku dengan penuh tanya."Apa ini penyebabnya, Ze?" tanyanya pelan, sedang aku hanya diam karena bingung harus berkata apa."Iya, Bu. Tolong jelaskan maksud dari semua ini!" pintaku akhirnya dengan menekan rasa takut dalam hati.Pikirku, aku tidak boleh terus mengulur waktu, jika memang mereka orang jahat, maka aku harus segera bisa melepaskan diri dari mereka."Kamu ingin punya anak? Apa selama ini Arsen memperlakukan mu seperti istri yang sesungguhnya?" Bu Hanum malah balik bertanya seraya mengangkat sebelah alisnya."Apa kamu sedang berharap ada dua garis merah dalam benda tersebut?" lagi Bu Hanum membuat pikiranku untuk berterus terang kalau aku tau semuanya mulai goyah."Cukup, Bu! Siang tadi tespack ini memang menunjukan hasil positif. Harusnya aku yang berta