Share

Bab 90

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-31 20:37:06

Aku duduk di kursi depan meja kayu.

Dulu sesaat sebelum pernikahanku yang pertama, aku juga didudukkan di kursi ini. Ibu duduk di tepi ranjang dan Bapak berdiri di sebelahnya. Saat itu mereka memberiku nasehat banyak sekali tentang pernikahan.

"Nduk, menikah itu adalah pintu menuju hidupmu yang baru. Kamu harus hidup bersama orang lain yang mempunyai latar belakang yang berbeda dan kebiasaaan yang tidak sama. Kamu siap?"

Kala itu aku baru lulus SMA. Keadaanya lah yang memaksaku harus mengambil keputusan ini.

"Siap, Buk."

Kemudian Bapak mengambil bangku untuk duduk di sebelahku. “Pernah melihat Bapak dan Ibuk bertengkar seperti orang-orang?”

Aku menggeleng. Memang benar, mereka pasangan harmonis. Kalau pun berbeda pendapat, bukan tentang hubungan pribadi.

“Itu bukan berarti kami tidak memiliki masalah. Tetapi sebagai pasangan suami istri harus mikul duwur mendem jero," tambah Bapak.

“Tahu artinya, Nduk?” tanya Ibu menyela.

“Artinya, menjunjung tinggi dan mengubur dalam,” jawabku dis
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 91

    "Bukan orang sini, Bu Laras. Saya tidak pernah melihat orang ini, apalagi datang ke warung." Satu karyawanku yang baru masuk dari pintu samping memberi laporan. Dahiku berkerut. "Terus siapa dia? Jangan-jangan salah alamat?""Tadi menyebut nama Mbak Laras. Terus ngomong apa begitu. Dan sekarang sedang dikerubuti orang-orang. Katanya dia tidak akan berdiri sebelum bertemu Mbak Laras.""Tidak mau berdiri? Memang orang itu sedang apa?" tanyaku semakin heran."Dia sujud-sujud sambil menangis."Kerutan di dahiku semakin dalam. Apa maksudnya orang ini? Kenapa dia melakukan hal aneh? Kalau pun ada masalah denganku, kenapa dia tidak permisi baik-baik? Bukan malah membuat kehebohan dengan berlaku aneh di depan banyak orang. "Jangan-jangan orang minta sumbangan atau sejenisnya gitu?""Sepertinya bukan. Orangnya tidak seperti pengemis atau orang susah. Cuma terlihat seperti ada masalah. Kayak orang stress."Aku semakin tidak bisa menerka. Siapa aku yang sampai dicari orang yang membutuhkan ban

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 90

    Aku duduk di kursi depan meja kayu. Dulu sesaat sebelum pernikahanku yang pertama, aku juga didudukkan di kursi ini. Ibu duduk di tepi ranjang dan Bapak berdiri di sebelahnya. Saat itu mereka memberiku nasehat banyak sekali tentang pernikahan. "Nduk, menikah itu adalah pintu menuju hidupmu yang baru. Kamu harus hidup bersama orang lain yang mempunyai latar belakang yang berbeda dan kebiasaaan yang tidak sama. Kamu siap?"Kala itu aku baru lulus SMA. Keadaanya lah yang memaksaku harus mengambil keputusan ini. "Siap, Buk."Kemudian Bapak mengambil bangku untuk duduk di sebelahku. “Pernah melihat Bapak dan Ibuk bertengkar seperti orang-orang?”Aku menggeleng. Memang benar, mereka pasangan harmonis. Kalau pun berbeda pendapat, bukan tentang hubungan pribadi.“Itu bukan berarti kami tidak memiliki masalah. Tetapi sebagai pasangan suami istri harus mikul duwur mendem jero," tambah Bapak.“Tahu artinya, Nduk?” tanya Ibu menyela.“Artinya, menjunjung tinggi dan mengubur dalam,” jawabku dis

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 89

    "Siap laksanakan." Dia merentangkan kedua tangan kemudian mengambil makanan. Mata ini terbelalang ketika dengan bar-barnya dia mengambil makanan yang tidak sejalan ini. Spaggethi, kemudian nasi kuning, terus..."Stop! Biar aku ambil sendiri saja!"Aku melirik piring di tangannya yang menyerupai gunung. Dia menyodorkan dan aku pun berbalik mendorongnya. "Hidangan spesial ini, untuk suamiku yang spesial. Tolong dihabiskan, ya?""Ini bagus untuk pemulihan kamu, Dek." Piring bergeser ke arahku. Kembali aku menggeres ke arahnya. "Daripada aku, yang lebih membutuhkan kamu, Suamiku.""Kenapa?"Aku tersenyum penuh arti sambil mengedipkan mata. Sambil menambah dua tusuk sate kambing piring berisi tumpukan makanan aku mencondongkan badan sambil berbisik, "Karena makanan ini penuh energi. Bukankan Mas Hendra lebih membutuhkannya untuk nanti malam?"Diam sebentar, kemudian tersenyum dengan mata berbinar. Kali ini dia sendiri yang meraih piring itu. Namun, tangannya yang memegang sendok tergantu

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 88

    "Mana yang sakit, Dek. Ada yang harus dipijit?""Ck! Mas Hendra ini, lo. Itu yang sakit," ucapku sambil menunjuk inti tubuhku. Dia terlihat kebingungan, kemudian baru sadar dengan apa yang aku maksud. "Sakit sekali?""Banget!""Kok bisa begitu, ya? Kenapa wanita-wanita lain tidak?""Siapa?!" seruku sambil menatapnya curiga. Jangan-jangan ini bukan kali pertama dia.Jari telunjukkan menunjuk ke luar. "Itu orang-orang sampai punya anak lima."Rasanya ingin meremat laki-laki ini. Dia sudah tidak muda lagi tetapi kenapa tidak mengerti kalau perlakuannya yang tidak menggunakan jeda membuatku sakit. Dia mengaduh karena cubitanku. "Itu karena mereka sudah biasa, Suamiku tersayang."Kemudian dahinya berkerut, seperti biasa ketika dia berpikir. Tapi kali ini kerutannya lebih dalam. "Tapi, Dek?""Apa?!""Maaf, ya. Kamu kan sudah ... jan-da."Aku menghela napas. "Mas Hendra suamiku, yang pintar dan dulu anak pencinta biologi. Ini banyak faktor yang mempengaruhi. Pertama, mungkin karena aku sud

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 87

    Akad nikah hari ini, kemudian disusul resepsi dua hari lagi. Lelakiku ini memang pintar mengatur jadwal. "Haaah! Rasanya merdeka," gumanku setelah melepas korset dan kebaya. Tertinggal lilitan kain batik dan atasannya aku mengganti dengan atasan piyama."Dek Laras istriku, aku bantuin?" Dari cermin terlihat pantulan suamiku yang sudah melepas baju dan menggantikan dengan kaos dan celana panjang berbahan kain berpotongan lebar.Aku yang akan membuka lilitan kain pun urung. Saat ini kami memang sudah suami istri, tetapi masih ada rasa jengah membuka baju di depannya. Pura-pura aku menilik sanggul yang belum aku bongkar. "Iya. Tolong bukakan japit rambut ini." Dia mendekat. Dengan pelan dan hati-hati dia melepas satu persatu pengait rambut ini. Japitan terakhir rambut ini pun terburai. Dari pantulan cermin aku mendapati wajahnya yang terlihat sendu."Rambutmu kalau tergerai, kamu terlihat cantik sekali. Mulai saat ini aku melarang kamu tidak memakai ikat rambut di depan orang lain.""

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 86

    "Kita sering berprasangka buruk pada dunia. Padahal apa yang terjadi adalah yang terbaik." Itu yang dikatakan calon suamiku saat meminta maaf untuk kesekian kalinya karena dulu aku menolaknya."Tapi aku benar-benar minta maaf. Karena tidak sengaja menyakitimu."Dia justru tertawa. "Dek, dengar, ya. Mungkin kalau kamu tidak menolakku, aku tidak sekeras berusaha dan berhasil seperti sekarang ini. Ini sama saja, aku ditempa untuk mempersiapkan diri untuk bersamamu. Iya, kan?"Ucapannya tadi sungguh memudarkan rasa bersalahku. Menyakinkan diri ini layak mendapatkan kebahagiaan di hari besok.***"Bibik, temanin, ya." Aku memegang tangannya. Wanita ini mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Dengan sabar dia menunggui aku yang dirias di kamar hotel,Hari ini, hari bersejarah. Akad nikah akan dilangsungkan di hotel dengan undangan kerabat terdekat. Mahendra dengan didampingi pengurus panti asuhan, Ibu Wati dan Bulek Santi, serta Bu Rahma serta suami. Sedangkan aku, Bik Yanti dan lima karyawan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status