Share

Bab 2

Penulis: Kalyani
"Apa susahnya nikah? Nih, aku sudah nikah! Puas sekarang?" Nayla menegakkan dagunya dengan sikap menantang di depan orang tuanya, lalu memperkenalkan, "Ini Kei Wibisana, 27 tahun, orang Kota Jibera."

Begitu mendengar "orang Kota Jibera", mata ayah dan ibu Nayla langsung berbinar. Itu adalah kota paling makmur. Orang-orang di sana semuanya kaya raya, harga satu rumah saja bisa puluhan miliar. Pasti uang mahar bisa diminta sampai belasan miliar!

Melihat cap di akta pernikahan, Narek langsung girang bukan main. "Kamu harusnya bilang dari awal kalau sudah punya pacar, jadi nggak bikin aku sama ibumu khawatir! Kei, keluargamu kerja apa? Mahar sudah siap berapa?"

Dia mencoba menyelidiki latar belakang Kei.

Kei menatap Nayla dengan bingung. Dia tidak paham apa itu "mahar", apalagi bagaimana menjawab.

Nayla pun sebenarnya tidak tahu apa pun tentang pria ini. Dia hanya tahu dari logatnya bahwa dia orang Kota Jibera, jadi tadi sembarang saja memberi identitas itu. Sekarang dia berbohong tanpa ragu.

"Keluarganya buruh semua, masih ada dua adik laki-laki dan satu adik perempuan yang sekolah. Nggak punya uang, rumah saja masih ngontrak, lebih miskin dari kita. Tapi kami saling mencintai, jadi aku nggak minta mahar, juga nggak mau resepsi!"

Mendengar kondisi keluarga semiskin itu, Narek langsung panik. "Mana bisa begitu! Anak Keluarga Siregar saja masih bisa kasih 176 juta!"

Nayla menikmati ekspresi kecewa dan kesal ayahnya. Kemudian, dia berpura-pura sedih sambil berucap, "Ayah sendiri yang bilang, asal aku nikah saja cukup. Sekarang aku sudah nikah, tapi Ayah masih nggak puas?"

Seren, sang ibu, memperhatikan Kei dengan saksama. Wajahnya perlahan berubah tegang. "Eh ... tunggu dulu. Kok aku merasa wajah anak muda ini familier banget ya ...."

Kei yang merasa ditatap pun ketakutan. Dia buru-buru menunduk dan bersembunyi di belakang Nayla. "Kak ...."

Nada suaranya polos seperti anak kecil. Seketika, kebenaran langsung terungkap.

Seren akhirnya teringat. Dia menunjuk Kei dengan tangan bergetar. "Dia ... dia itu 'kan orang gila yang suka keluyuran di jalanan!"

Mendengar itu, Narek juga mendekat, menatap lebih cermat. Benar saja, pria muda yang sekarang bersih dan rapi itu memang orang yang beberapa hari ini berkeliaran di Kota Porlin!

Wajah Narek langsung memerah karena marah. "Nayla! Berani-beraninya kamu nikah sama orang gila! Kamu mau bikin aku mati karena malu, hah?!"

Melihat ayahnya berlari ke dapur mengambil sapu lidi, Nayla buru-buru meraih akta nikah, menarik tangan Kei, dan kabur ke luar rumah. Sambil berlari, dia menjerit, "Kalian sendiri yang maksa aku nikah! Sekarang dia suamiku yang sah secara hukum! Orang gila pun tetap menantu kalian!"

Mereka berlari sejauh ratusan meter. Setelah berhasil meninggalkan ayahnya, Nayla menahan perutnya dan tertawa sampai air matanya keluar. Mengingat wajah ayahnya yang marah, rasanya sungguh lega.

Setelah puas tertawa, Nayla berdiri lagi dan melanjutkan langkahnya. Dia bahkan menyapa ramah orang-orang yang dikenalnya di jalan.

"Bibi, ini suamiku, namanya Kei .... Ya, benar, yang dulu sering keluyuran di jalan itu."

"Paman, aku sudah nikah lho. Pergi saja ke rumah dan cari ayahku buat minta permen pernikahan!"

"Kak, hari ini aku baru saja ambil akta nikah. Nggak ada resepsi. Tapi jangan lupa kasih angpau ke ayahku ya."

Tak sampai sejam, semua orang di Kota Porlin tahu, si gadis pembangkang dari Keluarga Santika ternyata menikah dengan orang gila yang berkeliaran di jalanan.

Narek malu bukan main. Dia bersumpah tidak akan pernah membiarkan Nayla pulang ke rumah lagi.

Nayla tidak peduli sedikit pun. Rasa hormatnya pada sang ayah sudah hilang sejak tamparan itu. Dilarang pulang malah bagus. Dia juga tidak ingin mendengar gosip orang kampung.

Hari itu juga, Nayla membawa Kei ke Kabupaten Liya. Di sana, Nayla membuka salon kecil yang menawarkan jasa facial, pijat, manikur, dan sulam alis. Penghasilannya tidak besar, tetapi cukup untuk hidup.

Tujuan jangka pendeknya adalah melunasi utang modal membuka salon. Tujuan jangka panjangnya adalah memperluas usaha ke kota besar dan meninggalkan Kota Porlin untuk selamanya.

Dia membawa Kei karena dua alasan. Pertama, akta nikah itu sebenarnya palsu. Dia membayar 100 ribu untuk membuatnya. Kalau mau benar-benar membuat orang tuanya diam, dia harus terus berpura-pura menjadi istri Kei untuk sementara waktu. Kalau ketahuan berpura-pura, dia akan didesak untuk menikah lagi.

Kedua, dia sudah janji akan membantu Kei mencari keluarganya. Siapa tahu kalau sering bersama, ingatannya bisa kembali sedikit demi sedikit.

Selain itu .... Nayla menatap wajah tampan Kei dan merasa kasihan membiarkannya hidup di jalan lagi, apalagi menjadi bahan ejekan orang.

"Mulai sekarang kamu tidur di sofa. Tanpa izinku, kamu nggak boleh lewat garis ini, ngerti?" Nayla menggambar garis di lantai kamar sewaan kecil itu. Satu sisi untuk tempat tidurnya, sisi lain hanya ada sofa kecil.

Kei yang sudah berbulan-bulan tidur di jalan, kini berbaring di sofa empuk sambil berguling-guling kegirangan. "Enak banget .... Terima kasih, Kak!"

Melihat kaki Kei yang menjulur keluar dari sofa, Nayla menghela napas. "Sofa ini terlalu kecil buat kamu. Gimana kalau aku belikan tikar saja buat kamu tidur di lantai? Toh musim panas, nggak bakal masuk angin."

Kei menggeleng. "Sofa saja, lebih enak dari tidur di jalan."

Nada polos dan wajah tulusnya membuat Nayla lupa kalau tubuhnya tinggi besar dan wajahnya tampan. Dia memperlakukannya seperti anak kecil.

Melihat dia begitu penurut, Nayla tanpa sadar mengangkat tangan dan mengusap kepalanya. "Pintar banget kamu."

Kei mendongak, tersenyum polos.

Setelah itu, Nayla merapikan kamar, lalu mengajaknya keluar membeli tikar dan kelambu. Sesampainya di rumah, dia menggantung kelambu di sekeliling tempat tidurnya, menatap Kei dengan serius.

"Dengar ya, Kei. Tanpa izinku, kamu nggak boleh buka kelambu ini, paham?"

Kei yang sudah lama hidup terlunta-lunta merasa ini seperti keajaiban. Ada yang memberinya makan, pakaian, dan tempat tidur. Dalam hatinya, Nayla sudah seperti malaikat. Jadi, semua yang dikatakan Nayla akan dia turuti tanpa pikir panjang.

Nayla mulai menetapkan aturan. "Setiap hari harus mandi dan setelah mandi harus pakai baju. Nggak boleh lagi keluar kamar tanpa baju kayak tadi pagi!"

"Nggak boleh pergi jauh juga. Kamu belum hafal tempat ini. Kalau kamu hilang, aku nggak bisa cari kamu! Besok aku bawa kamu ke salon. Saat aku kerja, kamu duduk diam, jangan ganggu pelanggan. Ingat?"

Kei mengangguk dengan patuh. "Ingat."

"Baiklah. Sekarang kamu main sendiri, aku mau masak."

Kei langsung mengikuti dari belakang. "Aku bantu Kakak!"

Dapur kecil itu sempit sekali. Nayla berbalik badan, tanpa sengaja menabrak dada Kei yang bidang dan keras.

Saat dia mendongak, matanya bertemu dengan dagu tegas dan leher yang terlihat jelas jakunnya.

Dalam hati, Nayla berdecak. Benar-benar tampan. Pipinya tanpa sadar memanas. "Jangan berdiri sedekat ini!" tegurnya.

Dia mengukur jarak dengan tangannya. "Harus segini jauhnya. Kalau kamu melanggar, aku nggak mau lagi sama kamu!"

Kei langsung mundur satu meter dengan wajah panik. "Aku nggak melanggar! Kakak jangan tinggalin aku!"

Melihat ekspresinya yang takut, Nayla merasa puas. Penurut, sopan. Meskipun agak bodoh, dia benar-benar menyenangkan.

Udara di kamar panas, tetapi Nayla masih enggan membeli kipas. Selama utangnya belum lunas, dia tidak ingin hidup boros karena hatinya tidak bisa tenang. Jadi, sekarang belum waktunya untuk menikmati hidup.

Setelah masak satu lauk dan satu sup, Nayla keluar dari dapur dalam keadaan basah oleh keringat.

Saat hendak makan, Kei berlari ke kamar mandi, lalu keluar dengan membawa handuk basah yang sudah diperas. "Kak, buat lap keringat."

Nayla terpaku sesaat. Melihat tatapan tulusnya, hatinya hangat dan matanya sedikit berair. Meskipun bodoh, Kei bersikap sangat baik padanya. Pria ini jauh lebih baik daripada para pria normal di luar sana.

"Terima kasih. Kamu benar-benar pengertian," puji Nayla.

Kei makan dengan lahap dan menghabiskan semuanya, lalu dengan sukarela mencuci piring.

Nayla berdiri di pintu dapur, khawatir dia akan memecahkan satu-satunya set piring mereka. Namun, setelah mengamati beberapa menit, dia sadar meskipun gerakannya kaku, Kei cukup berhati-hati.

Nayla bisa menilai, meskipun Kei tampak bodoh, sebenarnya dia sangat sopan dan lembut, bahkan bisa mengerjakan pekerjaan rumah sederhana. Pria ini jelas diajari dengan sangat baik.

Setelah selesai mencuci, Kei menatap Nayla dengan senyuman bangga. Nayla berjinjit dan mengelus kepalanya, lalu memuji, "Hebat. Mulai sekarang, tugas cuci piring kamu yang tangani ya."

Anak kecil harus dipuji agar lebih bersemangat. Sesuai dugaannya, Kei tersenyum lebar. "Baik, Kak!"

Nayla ikut tertawa. Punya "mesin cuci piring manusia" begini lumayan juga. Kemudian, dia mengambil buku bergambar dan memberikannya kepada Kei supaya diam. Setelah itu, dia sibuk mengirim pesan promosi ke pelanggan tetap. Ketika selesai, sudah pukul 9 malam.

Nayla mengambil piama dan masuk ke kamar mandi. Saat keluar, Kei menoleh ke arahnya dan mengendus pelan. "Kak, kamu wangi banget."

Kalimat itu terdengar sedikit ambigu. Nayla menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengelap rambut dan menatapnya dengan tatapan penuh peringatan. "Jangan endus! Dan jangan ngomong kayak begitu lagi!"

Kei tidak paham kenapa Nayla marah hanya karena dia memuji, tetapi dia tetap mengangguk patuh.

Tiba-tiba, pintu besi tua itu digedor dari luar. Suaranya berat dan kasar. Nayla mengerutkan alis. Sebelum sempat berbicara, Kei sudah berlari membuka pintu.

Di sana, berdiri seorang pria muda dengan bau alkohol menyengat. Ketika melihat Kei, wajahnya langsung muram. "Kamu siapa?"

Kei mengernyit, balik bertanya dengan nada yang tidak kalah galak, "Kamu sendiri siapa?!"

Pria itu mendengus. Matanya penuh amarah. "Aku suaminya Nayla! Kamu pria asing dari mana? Minggir! Jangan ganggu aku sama istriku!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 50

    Seluruh tubuh Kei menegang. Sambil menggendong Nayla, dia berjalan sampai ke ujung gang, lalu membungkuk untuk mengambil sebuah karung besar yang diletakkan di tanah dan kembali melangkah tanpa berkata apa pun.Dalam pelukannya, perasaan takut di hati Nayla perlahan mereda. "Apa yang kamu bawa itu?" tanyanya pelan."Hadiah," jawab Kei singkat.Nayla penasaran. "Hadiah apa?"Kei tidak menjawab. "Nanti sampai rumah kamu tahu."Senyum muncul di wajah Nayla. "Kamu sekarang sudah bisa jual mahal, ya."Mereka melewati gang gelap, lalu naik ke lantai atas dan membuka pintu rumah. Begitu lampu menyala, keduanya saling berpandangan.Rambut Nayla berantakan, kulit leher, tulang selangka, dan dada bagian atasnya dipenuhi bekas merah. Pemandangan ini membuat Kei tertegun.Nayla sedikit memberontak dan Kei pun segera menurunkannya. Sambil menundukkan kepala, suaranya terdengar dipenuhi rasa bersalah. "Kak, maaf. Kalau aku nggak marah sama kamu, dia nggak akan punya kesempatan buat nyakitin kamu."M

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 49

    Perasaan terhina membeludak dalam hatinya, tetapi Nayla tetap tidak bisa melepaskan diri. Dia terpaksa terus berusaha memukul Joel. "Mau gimana pun hidupku, itu bukan urusanmu! Lepaskan aku, dasar berengsek! Kalau kamu terus begini, aku akan menggugatmu pemerkosaan!"Jalanan ini sangat sepi. Di malam yang panas ini, hampir tidak ada seorang pun yang melewati tempat itu. Nayla berusaha menahan tubuh Joel yang mendesak semakin dekat, rasa putus asa menguasai hatinya.Mana mungkin tenaga wanita bisa menang melawan pria? Tempat duduk Nayla tiba-tiba diturunkan. Tubuhnya yang bersandar di kursi, langsung ditindih oleh Joel."Mana mungkin ada yang mau pinjamkan uang sebanyak itu? Nayla, kamu sepintar itu, kukira kamu sudah mengerti maksudku. Kalau sudah ambil uangku, berarti sudah menyetujui hubungan kita. Kenapa kamu naif sekali?"Joel menahan kedua pergelangan tangan Nayla di atas kepalanya, lalu menatap mangsanya yang tengah meronta di bawahnya."Nayla, aku tahu kamu masih belum bisa mene

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 48

    Nayla melihat Joel semakin lama semakin keterlaluan. Jemarinya yang memegang gelas air perlahan mengepal. Apakah Joel benar-benar sudah sebegitu tinggi hati dan lupa diri sampai berani berbicara sejelas itu? Apakah dia menganggap Nayla ini bodoh?Kalau Nayla sampai menuruti ajakannya, nanti ketika Kei tidak ada dan mereka tinggal di bawah satu atap, siapa yang bisa menjamin Joel tidak akan melakukan hal yang melampaui batas? Sudah terlalu sering Nayla melihat sisi gelap hati manusia seperti itu dan entah mengapa, pikirannya langsung teringat pada Kei yang polos dan jujur.Dia tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku sudah selesai makan, aku mau pulang," katanya sambil berdiri.Joel buru-buru ikut berdiri. "Masih banyak makanan belum disentuh, duduk sebentar lagi, ya!"Namun, Nayla tetap bersikap sopan dan tenang. "Aku sudah kenyang. Kamu lanjut saja makan."Setelah berkata demikian, dia berbalik hendak pergi. Dalam hati dia sudah memutuskan, nanti setelah benar-benar berpisah, dia a

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 47

    Saat mencuci mobil, pikiran Kei melayang jauh. Kata-kata menakutkan yang diucapkan Farlan terus terngiang di kepalanya. Ketika menerima telepon dari Nayla, awalnya dia sangat senang. Namun, Nayla berkata dengan dingin, "Kalau kamu nggak pulang hari ini, setelah ini jangan pernah pulang lagi."Ancaman itu membuatnya ragu.Namun, dia kembali teringat ucapan Farlan. Farlan mengatakan bahwa Nayla mau meminjam uang demi mengobatinya karena sangat menyayanginya, Kei pun yakin Nayla tidak mungkin benar-benar meninggalkannya.Dia mengeraskan suaranya, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Nayla langsung menutup telepon! Dia melangkah cepat menuju rumah kontrakan, sambil mengomel dengan kesal."Dasar anak nggak tahu terima kasih, susah payah aku rawat malah berani melawan! Nggak mau nurut ya? Oke, mulai sekarang kalau aku masih peduli sama kamu, aku ini binatang! Urusan hidupku sendiri saja belum beres, tapi masih sempat-sempatnya mikir

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 46

    "Masih nggak pulang juga kamu, ya!"Kei bersikeras, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Nayla yang mendengar bantahannya langsung naik pitam. "Kalau kamu sudah berpikir seperti itu, mulai hari ini jangan pernah pulang lagi!"Kei terdiam, hatinya mulai ragu.....Setelah melarikan diri dari rumah, Kei berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan raya. Dia masih marah pada Nayla karena bersikap rendah hati di hadapan pria lain dan marah pada dirinya sendiri karena tidak berguna, sampai-sampai membuat Nayla harus menunduk dan meminjam uang dari orang lain demi dirinya.Dia berjongkok di pinggir jalan, meninju kepalanya sendiri dengan tangan. Kenapa dia tidak bisa sembuh saja? Kalau pikirannya bisa normal, semua masalah ini pasti tidak akan ada!Sebuah mobil Maybach hitam berhenti di sampingnya. Dalam pandangannya, muncul sepasang sepatu kulit hitam. Perlahan-lahan, Kei mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya dengan senyum samar di wajahnya.Farlan men

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 45

    Nayla benar-benar marah sampai kehilangan kendali, dia mulai bicara tanpa berpikir panjang, "Kamu itu orang bodoh, bisa dapat uang berapa! Sebulan paling banyak enam atau delapan juta, kamu tahu orang lain sebulan bisa dapat berapa? Kamu cuci mobil seumur hidup pun nggak akan dapat uang sebanyak mereka dalam setahun!"Kei terdiam. Dia sering merasakan dari tatapan dan perkataan orang lain yang berupa penghinaan, ejekan, rasa meremehkan. Dia tahu dirinya berbeda, karena dia memang orang bodoh.Nayla juga sering memanggilnya si bodoh, tetapi tatapan dan nada bicaranya berbeda dengan orang lain. Meskipun Nayla memanggilnya begitu, dia tidak pernah merasa jijik terhadap Kei. Karena itu, kebaikan dari kakaknya terasa sangat berharga bagi dirinya. Namun sekarang, kata-kata Nayla tidak berbeda dengan orang-orang lain.Nayla sudah mulai membencinya. Dia merasa sangat sedih. Dada Kei terasa sakit, perasaan nyeri yang menusuk itu sampai membuatnya ingin berteriak. Nayla menatap Kei yang terdiam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status