Share

Bab 3

Author: Kalyani
Mata Kei sedikit menyipit, memancarkan kilatan tajam. Nayla berjalan mendekat, menatap pria di depan pintu sambil membentak dengan dingin, "Elric, sudah malam begini, kamu ke sini buat apa?!"

Elric adalah keponakan pemilik kontrakan yang sudah lama tergila-gila pada kecantikan Nayla. Namun, Nayla tidak menyukai sikapnya yang cabul dan sudah menolak secara tegas.

Elric melirik Kei sekilas, mendengus, lalu mendorongnya dan berjalan terhuyung-huyung mendekati Nayla. "Siapa pria ini? Kenapa dia ada di kamarmu? Kalian tidur bersama ya?"

Nayla mencium bau alkohol dari tubuhnya. Suaranya dingin saat menimpali, "Bukan urusanmu! Keluar!"

Didorong oleh keberanian palsu karena mabuk, Elric sama sekali tak mengindahkan kata-katanya. Dia malah mengulurkan tangan untuk menarik. Nayla pun menghindar dengan cepat.

Melihat kerah baju tidur Nayla yang sedikit terbuka dan lekukan tubuhnya, mata Elric menyala dengan api nafsu. "Sok suci banget, padahal pakai baju yang begitu menggoda. Bukannya memang mau merayu pria ya?"

Ucapan kotornya membuat Nayla marah dan malu. Dia langsung menamparnya keras-keras. "Keluar! Kalau nggak, aku panggil polisi!"

Elric yang mabuk justru semakin bersemangat. Dia memegang pipinya, menyeringai jahat. "Kalau dia bisa tidur sama kamu, aku juga bisa. Nayla, biarkan aku tidur denganmu dua kali sebulan. Nanti uang sewanya kugratiskan."

"Dasar laki-laki hina! Kamu tidur sama monyet saja! Keluar dari sini!" Nayla menunjuk ke arah pintu.

"Nayla, jangan sok jual mahal. Wanita yang suka padaku banyak. Aku bisa tertarik padamu karena menghormatimu." Elric melangkah terhuyung-huyung, terus mendekati Nayla.

Nayla memang keras kepala, tetapi dihadapkan dengan pria mabuk, tetap saja ada rasa takut. Dia tidak mungkin bisa melawan dan tidak ada tempat untuk kabur.

Dia benar-benar takut Elric akan berbuat nekat. Dia terus mundur, sampai betisnya terbentur sofa dan tubuhnya terjatuh.

"Elric, kalau kamu berani macam-macam, aku akan bunuh seluruh keluargamu!"

"Bagus, sebelum mati, biarkan aku bersenang-senang dulu. Siapa tahu nanti kamu malah nggak tega lihat aku mati."

Satu kakinya naik ke sofa di samping Nayla, lalu tangannya menarik piama Nayla. Kain tipis itu kualitasnya buruk, sedangkan tenaga pria mabuk besar sekali. Sekali tarik, terdengar suara "srek". Bajunya robek. Kulit putihnya langsung terlihat sebagian.

Melihat mata Elric yang merah dipenuhi nafsu, Nayla benar-benar ketakutan. Tubuhnya gemetar hebat, begitu pula suaranya. "Pemerkosaan itu tindakan kriminal! Kamu nggak takut mati ya?"

Elric membuka ikat pinggang. Tubuhnya membungkuk, hendak menindih Nayla. "Aku paling suka wanita liar kayak kamu!"

Dengan malu dan marah, Nayla mengangkat tangannya, berusaha keras melawan. Kei yang sempat terpaku beberapa detik, akhirnya sadar. Kakaknya sedang diganggu!

Dia berteriak, lalu berlari ke arah mereka. Dia menarik baju Elric dengan sekuat tenaga dan melemparkannya ke samping!

Kemudian, dia seperti kehilangan kendali, meninju dan menendang Elric dengan keras bertubi-tubi. "Nggak boleh sakiti Kakak! Nggak boleh! Aku bunuh kamu!"

Tubuh Elric tak sebesar Kei. Ditambah mabuk berat, Elric sama sekali tak mampu melawan. Dia hanya bisa menahan pukulan demi pukulan sambil mengerang kesakitan.

Nayla ketakutan. Dia cepat-cepat menarik kain penutup sofa dan membungkus tubuhnya. Tubuhnya masih bergetar hebat karena syok.

Melihat Elric babak belur, sementara Kei belum berhenti, Nayla mulai panik dan berteriak, "Kei! Berhenti! Jangan pukul lagi!"

Kei sudah terbakar emosi, jadi tak mendengar apa pun. Pukulannya sama sekali tidak berhenti.

Nayla sebenarnya ingin Kei membunuh Elric, tetapi akal sehatnya berkata tidak boleh. Tanpa pikir panjang, dia maju dengan piama yang sudah robek dan memeluk Kei erat-erat. "Kei, cukup! Kalau kamu teruskan, dia bisa mati!"

Pelukan Nayla membuat gerakan Kei melambat. Pria itu menunduk, menatap Nayla. Mata Kei memerah. Di dalamnya seperti tersembunyi seekor binatang buas yang haus darah, membuat Nayla merinding.

Nayla menenangkan diri, lalu berucap dengan lembut, "Sudah cukup, Kei, jangan pukul lagi."

Namun, karena dia memeluk terlalu erat, bagian dadanya yang setengah terbuka menempel di lengan Kei yang berwarna kecokelatan.

Tatapan Kei tanpa sadar melirik ke tempat kulit mereka bersentuhan. Wajahnya memanas, tubuhnya seperti dialiri api yang tak bisa ditahan.

Layaknya anak kecil yang merasa bersalah, dia buru-buru melepaskan Nayla, mengambil selimut sofa dan menyelimutinya rapat-rapat. Kemudian, dia berkata, "Dia sakiti Kakak, dia pantas mati."

Nayla masih gemetar karena takut, tetapi hatinya hangat karena terharu. Dia menyahut dengan lembut, "Memang dia pantas mati. Tapi kalau kamu membunuhnya, kamu juga akan mati."

Kei menatap Elric yang bergerak lemah di lantai. Matanya berkilat dingin. "Kalau dia mati, dia nggak akan bisa sakiti Kakak lagi."

Untuk pertama kalinya, Nayla merasa ada orang yang melindunginya. Rasa hangat menjalar di hatinya. "Tapi Kakak nggak mau lihat kamu ikut mati. Kamu janji akan dengar kata Kakak, masih bisa menepati janji itu, 'kan?"

Kei merasa agak malu. Setelah diam beberapa detik, dia berkata, "Aku akan dengar kata Kakak."

Melihat warna merah di matanya perlahan hilang dan kembali menjadi anak polos yang penurut, Nayla akhirnya lega.

Dia masuk ke kamar mandi, berganti pakaian panjang. Saat keluar, Elric sudah tak terlihat.

"Aku buang dia ke bawah!" Kei berkata dengan penuh semangat, seolah-olah menunggu pujian.

Nayla kaget. Tadi Elric hampir pingsan karena dihajar. Kalau sampai terjadi sesuatu, dia tidak bisa menanggung akibatnya.

Dia segera membuka pintu dan berlari turun. Melihat Elric tertatih-tatih melarikan diri, barulah dia merasa lega.

Lampu kamar dimatikan. Nayla berbaring di tempat tidur, menggigit kepalan tangannya erat-erat. Air mata mengalir deras.

Kalau tadi tidak ada Kei, dia tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi malam ini. Seberapa kuat pun seorang perempuan, kekuatan mereka tetap tidak bisa menandingi pria. Dia benar-benar takut.

"Kak." Suara Kei terdengar.

Nayla menarik napas, menatap bayangannya di luar tirai, lalu bertanya dengan suara serak, "Kenapa?"

Nada Kei serius. "Aku akan melindungi Kakak mulai sekarang. Jangan takut."

Hidung Nayla terasa panas. Dia menjawab pelan, "Dasar bodoh .... Terima kasih."

Kei ragu-ragu, lalu bertanya, "Dia bilang ... dia suamimu .... Itu benar?"

"Bukan!" bantah Nayla dengan tegas. "Dia cuma bajingan. Dia nggak bisa dapatin aku, jadi nyebar fitnah."

Wajah Kei perlahan muncul senyuman. Suaranya pelan. "Tuh 'kan, aku sudah bilang aku baru suami Kakak."

Nayla terdiam, lalu baru ingat siang ini dia sendiri yang bilang pada Kei bahwa mereka adalah suami istri. Dia malas menjelaskan, jadi menjawab secara asal, "Ya, ya, kamu suamiku. Sekarang tidur."

Nayla akhirnya tertidur dengan pikiran yang kacau. Entah berapa lama kemudian, dalam setengah tidur, dia mendengar suara dari dalam kamar.

Dia langsung terbangun, duduk, dan melihat bayangan hitam berdiri di depan tirai tempat tidurnya. Dia hampir saja menjerit!

"Ke ... Kei?" panggil Nayla dengan hati-hati.

Suara Kei langsung terdengar. "Kak."

Punggung Nayla menempel ke dinding, hatinya penuh kewaspadaan.

Kei memang pria dewasa. Meskipun pikirannya tidak sempurna, tubuhnya adalah tubuh laki-laki dewasa dengan hasrat normal seorang pria. Nayla mulai ragu, apakah tinggal serumah dengan Kei itu aman?

Kalau Kei tiba-tiba lepas kendali, mungkin lebih berbahaya daripada Elric tadi. Nayla memang suka wajah tampan Kei, tetapi bukan berarti ingin berhubungan badan dengannya.

Nayla menelan ludah, menahan rasa takut, lalu bertanya, "Tengah malam begini kamu nggak tidur, ngapain berdiri di situ? Kamu ngintip aku ya?"

Bayangan di luar tirai menggeleng dan menjawab dengan serius, "Aku nggak ngintip Kakak. Cuma kepanasan, nggak bisa tidur."

Barulah Nayla menghela napas lega. Sekarang memang puncak musim panas dan rumah kecil ini pengap. Nayla sudah terbiasa, tetapi Kei belum.

Dia berkata, "Cuci muka saja dulu. Tahan sedikit, besok kita beli kipas."

Kei menjawab pelan, "Oke." Kemudian, dia pergi ke kamar mandi.

Tak lama kemudian, dia kembali dan berbaring lagi di tikar.

Nayla sudah tidak mengantuk lagi. Dia berbaring menyamping, memandangi tirai, berkata pelan, "Kei, tanpa izinku, kamu nggak boleh menyentuhku. Ngerti?"

"Ngerti." Meskipun begitu, saat teringat bagaimana rasanya tadi saat Nayla memeluknya erat, Kei merindukan perasaan itu.

Semua orang membencinya. Hanya Nayla yang mau memeluknya, bahkan memeluknya begitu erat. Selain itu ... tubuh Kakak begitu lembut. Dia ingin memeluk lagi.

Pikiran itu berputar di kepala si bodoh, membuat wajahnya memanas dalam kegelapan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 50

    Seluruh tubuh Kei menegang. Sambil menggendong Nayla, dia berjalan sampai ke ujung gang, lalu membungkuk untuk mengambil sebuah karung besar yang diletakkan di tanah dan kembali melangkah tanpa berkata apa pun.Dalam pelukannya, perasaan takut di hati Nayla perlahan mereda. "Apa yang kamu bawa itu?" tanyanya pelan."Hadiah," jawab Kei singkat.Nayla penasaran. "Hadiah apa?"Kei tidak menjawab. "Nanti sampai rumah kamu tahu."Senyum muncul di wajah Nayla. "Kamu sekarang sudah bisa jual mahal, ya."Mereka melewati gang gelap, lalu naik ke lantai atas dan membuka pintu rumah. Begitu lampu menyala, keduanya saling berpandangan.Rambut Nayla berantakan, kulit leher, tulang selangka, dan dada bagian atasnya dipenuhi bekas merah. Pemandangan ini membuat Kei tertegun.Nayla sedikit memberontak dan Kei pun segera menurunkannya. Sambil menundukkan kepala, suaranya terdengar dipenuhi rasa bersalah. "Kak, maaf. Kalau aku nggak marah sama kamu, dia nggak akan punya kesempatan buat nyakitin kamu."M

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 49

    Perasaan terhina membeludak dalam hatinya, tetapi Nayla tetap tidak bisa melepaskan diri. Dia terpaksa terus berusaha memukul Joel. "Mau gimana pun hidupku, itu bukan urusanmu! Lepaskan aku, dasar berengsek! Kalau kamu terus begini, aku akan menggugatmu pemerkosaan!"Jalanan ini sangat sepi. Di malam yang panas ini, hampir tidak ada seorang pun yang melewati tempat itu. Nayla berusaha menahan tubuh Joel yang mendesak semakin dekat, rasa putus asa menguasai hatinya.Mana mungkin tenaga wanita bisa menang melawan pria? Tempat duduk Nayla tiba-tiba diturunkan. Tubuhnya yang bersandar di kursi, langsung ditindih oleh Joel."Mana mungkin ada yang mau pinjamkan uang sebanyak itu? Nayla, kamu sepintar itu, kukira kamu sudah mengerti maksudku. Kalau sudah ambil uangku, berarti sudah menyetujui hubungan kita. Kenapa kamu naif sekali?"Joel menahan kedua pergelangan tangan Nayla di atas kepalanya, lalu menatap mangsanya yang tengah meronta di bawahnya."Nayla, aku tahu kamu masih belum bisa mene

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 48

    Nayla melihat Joel semakin lama semakin keterlaluan. Jemarinya yang memegang gelas air perlahan mengepal. Apakah Joel benar-benar sudah sebegitu tinggi hati dan lupa diri sampai berani berbicara sejelas itu? Apakah dia menganggap Nayla ini bodoh?Kalau Nayla sampai menuruti ajakannya, nanti ketika Kei tidak ada dan mereka tinggal di bawah satu atap, siapa yang bisa menjamin Joel tidak akan melakukan hal yang melampaui batas? Sudah terlalu sering Nayla melihat sisi gelap hati manusia seperti itu dan entah mengapa, pikirannya langsung teringat pada Kei yang polos dan jujur.Dia tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku sudah selesai makan, aku mau pulang," katanya sambil berdiri.Joel buru-buru ikut berdiri. "Masih banyak makanan belum disentuh, duduk sebentar lagi, ya!"Namun, Nayla tetap bersikap sopan dan tenang. "Aku sudah kenyang. Kamu lanjut saja makan."Setelah berkata demikian, dia berbalik hendak pergi. Dalam hati dia sudah memutuskan, nanti setelah benar-benar berpisah, dia a

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 47

    Saat mencuci mobil, pikiran Kei melayang jauh. Kata-kata menakutkan yang diucapkan Farlan terus terngiang di kepalanya. Ketika menerima telepon dari Nayla, awalnya dia sangat senang. Namun, Nayla berkata dengan dingin, "Kalau kamu nggak pulang hari ini, setelah ini jangan pernah pulang lagi."Ancaman itu membuatnya ragu.Namun, dia kembali teringat ucapan Farlan. Farlan mengatakan bahwa Nayla mau meminjam uang demi mengobatinya karena sangat menyayanginya, Kei pun yakin Nayla tidak mungkin benar-benar meninggalkannya.Dia mengeraskan suaranya, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Nayla langsung menutup telepon! Dia melangkah cepat menuju rumah kontrakan, sambil mengomel dengan kesal."Dasar anak nggak tahu terima kasih, susah payah aku rawat malah berani melawan! Nggak mau nurut ya? Oke, mulai sekarang kalau aku masih peduli sama kamu, aku ini binatang! Urusan hidupku sendiri saja belum beres, tapi masih sempat-sempatnya mikir

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 46

    "Masih nggak pulang juga kamu, ya!"Kei bersikeras, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Nayla yang mendengar bantahannya langsung naik pitam. "Kalau kamu sudah berpikir seperti itu, mulai hari ini jangan pernah pulang lagi!"Kei terdiam, hatinya mulai ragu.....Setelah melarikan diri dari rumah, Kei berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan raya. Dia masih marah pada Nayla karena bersikap rendah hati di hadapan pria lain dan marah pada dirinya sendiri karena tidak berguna, sampai-sampai membuat Nayla harus menunduk dan meminjam uang dari orang lain demi dirinya.Dia berjongkok di pinggir jalan, meninju kepalanya sendiri dengan tangan. Kenapa dia tidak bisa sembuh saja? Kalau pikirannya bisa normal, semua masalah ini pasti tidak akan ada!Sebuah mobil Maybach hitam berhenti di sampingnya. Dalam pandangannya, muncul sepasang sepatu kulit hitam. Perlahan-lahan, Kei mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya dengan senyum samar di wajahnya.Farlan men

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 45

    Nayla benar-benar marah sampai kehilangan kendali, dia mulai bicara tanpa berpikir panjang, "Kamu itu orang bodoh, bisa dapat uang berapa! Sebulan paling banyak enam atau delapan juta, kamu tahu orang lain sebulan bisa dapat berapa? Kamu cuci mobil seumur hidup pun nggak akan dapat uang sebanyak mereka dalam setahun!"Kei terdiam. Dia sering merasakan dari tatapan dan perkataan orang lain yang berupa penghinaan, ejekan, rasa meremehkan. Dia tahu dirinya berbeda, karena dia memang orang bodoh.Nayla juga sering memanggilnya si bodoh, tetapi tatapan dan nada bicaranya berbeda dengan orang lain. Meskipun Nayla memanggilnya begitu, dia tidak pernah merasa jijik terhadap Kei. Karena itu, kebaikan dari kakaknya terasa sangat berharga bagi dirinya. Namun sekarang, kata-kata Nayla tidak berbeda dengan orang-orang lain.Nayla sudah mulai membencinya. Dia merasa sangat sedih. Dada Kei terasa sakit, perasaan nyeri yang menusuk itu sampai membuatnya ingin berteriak. Nayla menatap Kei yang terdiam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status