Share

42 Kesepian

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2025-05-09 14:03:52

Pesta pertunangan harusnya menjadi malam yang sempurna. Setidaknya itulah yang diinginkan Baron Hermanto. Arzan berdiri di tengah gemerlap lampu kristal, menyaksikan bagaimana para tamu berbincang, tertawa, dan mengangkat gelas lebih tinggi. Namun, di tengah keramaian, ada satu hal yang membuatnya gelisah. Valery menghilang padahal mereka tadi masih asyik bersandiwara.

Arzan mencari tunangannya di antara para tamu, di sudut-sudut ruangan, bahkan ke taman belakang tempat para tamu biasa mengambil udara segar. Valery tidak ada. Bukan karena ingin tahu, tetapi karena malam itu kesempurnaan adalah kemutlakan. Arzan akhirnya menuju tempat yang lebih tersembunyi dan benar saja, di sana Valery berada.

Samar-samar suara tawa lirih dan desahan pelan terdengar dari balik pintu kamar pribadi di sayap barat. Arzan tidak perlu berpikir dua kali untuk memahami apa yang terjadi. Ia membuka pintu sedikit, cukup untuk melihat Valery bersandar pada seorang pria, jemarinya mencengkeram dasi pria itu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    44 Bertemu Mantan

    Mobil hitam berhenti di basement parkir hotel, jauh dari keramaian pesta di atas. Lantai beton dingin dan sunyi, hanya suara kipas ventilasi dan sesekali deru mesin mobil lain yang lewat. Cahaya temaram dari lampu-lampu neon menyoroti sosok pria yang duduk di kursi belakang dengan dasi yang sudah dilonggarkan.Arzan Aditya Hermanto, wajahnya tampak tenang, bahkan tampan di mata siapa pun. Namun, dari mata cokelat gelap itu, jelas ada badai yang sedang ia tahan. Tangan kirinya menekan pelipis, sementara tangan kanan menggenggam daftar tamu undangan pernikahan yang baru saja ia sobek beberapa jam lalu."Bukan hal seperti ini yang aku mau," gumamnya perlahan saja.Seseorang masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi. Pria bersetelan jas hitam, berwajah keras, menggunakan kacamata, rambut cepak, dan gerak-geriknya sangat teratur.“Zayn.” Arzan memanggil tanpa menoleh.“Ke tempat biasa, Boss?”“Bukan. Kali ini beda,” ucap Arzan singkat. Ia menyandarkan tubuh, lalu menatap kaca depan mobil ya

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    43 Jepang dan Semua Rasa yang Ada

    Vio menggeliat di kasur tipisnya. Ia mengumpulkan nyawa untuk rutinitas harian yang menyenangkan. Rutinitas di sebuah tempat baru yang membuatnya betah berlama-lama di sana.Pagi di Tokyo selalu datang dengan kesunyian yang tenang, begitu kata orang. Sinar matahari mengintip malu-malu dari balik tirai tipis apartemen kecil di daerah Meguro, lalu menyusup ke dalam kamar sederhana yang dipenuhi aroma bunga teh dan bedak bayi.Vio membuka mata perlahan, menoleh ke sisi ranjang di mana seorang anak kecil masih terlelap dalam pelukannya. Namanya Reino, anak laki-laki yang usianya genap 4 tahun.Hasil dari cinta singkat yang sudah ia kubur dalam-dalam, sempat ingin Vio aborsi tapi tak jadi karena rasa iba dan cinta datang tiba-tiba dalam hatinya. Reino terlihat lucu dan begitu polos, damai, dan tak ada sedikit pun jejak kelam masa lalu di wajah mungil itu.Wanita itu menyentuh pipi Reino dengan lembut. Perlahan-lahan putra pertamanya pun membuka mata,“Ayo bangun, mau lihat bunga sakura mek

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya     42 Kesepian

    Pesta pertunangan harusnya menjadi malam yang sempurna. Setidaknya itulah yang diinginkan Baron Hermanto. Arzan berdiri di tengah gemerlap lampu kristal, menyaksikan bagaimana para tamu berbincang, tertawa, dan mengangkat gelas lebih tinggi. Namun, di tengah keramaian, ada satu hal yang membuatnya gelisah. Valery menghilang padahal mereka tadi masih asyik bersandiwara. Arzan mencari tunangannya di antara para tamu, di sudut-sudut ruangan, bahkan ke taman belakang tempat para tamu biasa mengambil udara segar. Valery tidak ada. Bukan karena ingin tahu, tetapi karena malam itu kesempurnaan adalah kemutlakan. Arzan akhirnya menuju tempat yang lebih tersembunyi dan benar saja, di sana Valery berada. Samar-samar suara tawa lirih dan desahan pelan terdengar dari balik pintu kamar pribadi di sayap barat. Arzan tidak perlu berpikir dua kali untuk memahami apa yang terjadi. Ia membuka pintu sedikit, cukup untuk melihat Valery bersandar pada seorang pria, jemarinya mencengkeram dasi pria itu

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    41 Pesta Pertunangan

    Langit sore menggantung kelabu, seolah-olah mengerti apa yang tengah bergemuruh di dada Arzan Hermanto. Putra ketiga Baron Hermanto itu telah berubah sepenuhnya sejak lima tahun lalu.Ia jadi lebih maskulin, muscle dan tentu saja lebih cerdas dan kejam. Bisa dikatakan demikian karena Arzan telah memimpin satu bisnis tersendiri yang diberikan oleh papinya.Di dalam ruang ganti salah satu ballroom termewah milik keluarga Hermanto, pria itu berdiri di depan cermin mengenakan setelan hitam khas mafia kelas atas. Arzan terlihat rapi, gagah, tapi tanpa semangat di mata.Dasi kupu-kupu berwarna merah darah terpasang sempurna di lehernya, kontras dengan sorot mata yang kosong. Pipinya mulus karena cambangnya barus aja dicukur.“Cantik, Arzan. Putri dari keluarga Sondakh bukan cuma pintar, tapi juga tahu cara menjaga nama baik. Sepadan untuk kamu, anakku,” ujar Baron Hermanto sambil menepuk bahu putra bungsunya.Arzan hanya mengangguk, tanpa sepatah kata. Ia pernah bertemu dengan calon tunanga

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    40. Kembali

    Langit malam di atas base camp seperti menggantung rendah, berat oleh awan dan dosa. Kilatan petir terlihat menyilaukan.Vio berdiri di lorong belakang, sendirian. Rokok di tangannya habis separuh, tapi ia belum sekali pun mengisapnya. Matanya terpaku pada lantai semen yang dingin, titik di mana darah Ica pertama kali ditemukan. Tidak ada saksi, tidak ada jejak, hanya Ica yang tergeletak membeku dengan luka di leher.Langkah ringan terdengar mendekat. Vio tak perlu menoleh.“Kenapa kamu kembali ke tempat ini sendiri?” suara itu lembut, tapi penuh tekanan emosional.“Karena aku tahu kamu akan datang,” jawab Vio perlahan dan masih menatap lantai.Arzan berdiri di sampingnya. Wajahnya pucat, rambutnya sedikit basah oleh embun malam. Mata yang biasanya jernih kini gelap, seperti menyimpan kesedihan“Kamu masih berpikir aku terlibat?” Arzan ikut duduk di lantai.Butuh waktu beberapa detik sebelum Vio menjawab. “Aku pikir kamu sembunyikan sesuatu dan aku nggak tahu itu untuk lindungi diri k

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    39. Misteri Pesan

    Aroma tanah basah menyeruak masuk ke hidung di sebuah tanah basah milik keluarga Baron Hermanto. Hujan turun perlahan, seperti turut berduka atas kematian Ica.Di tanah itu sudah banyak anggota mafia yang dikubur tanpa pernah diberi tahu oleh keluarganya. Entah mati karena konflik internal atau eksternal.Vio berdiri kaku di depan makam sederhana yang sangat luas itu. Jaket kulit hitamnya basah, tapi ia tak bergeming. Tatapannya terpaku pada nama yang terukir di batu nisan."Ica Setyana 1990–2025." Vio mengusap air hujan di wajahnya.Tanahnya masih merah, basah dan belum ada satu hari dikubur. Tapi yang membuat Vio marah bukan kematian Ica sebab mereka bukan teman apalagi bestie, melainkan misteri dan pesan Ica yang tak pernah sempat diucapkan padanya.“Kamu seharusnya nggak mati di tempat itu, Ica …” gumam Vio perlahan. “Base camp itu seharusnya aman. Kamu pasti tahu kalau ada ancaman atau ada yang menjebak. Tapi malam itu kenapa kamu lengah? Bukan begini cara kita bekerja, Sayang.”

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    38. Lari!

    Arzan menggeliat ketika kesadarannya sudah kembali dengan baik. Malam tadi begitu panjang dan terasa indah saat memadu asmara dengan Vio. Lelaki itu melihat ke sisi ranjang, teman tidurnya tidak ada. Lalu pintu kamar mandi terbuka, Vio keluar dalam keadaan segar bugar. “Terima kasih untuk tadi malam, Bos,” ucap Vio sambil mengeringkan rambut. “Bos?” ulang Arzan. “Iya, kamu, kan, sebentar lagi jadi bos aku.” “Persetan dengan semua itu.” Arzan masih malas bangkit. Mungkin lebih baik untuk tidur dari siang sampai malam lagi. Bel di pintu kamar berbunyi. Vio membuka pintu dan layanan hotel datang membawakan satu meja dorong berisi makanan yang dipesan dan dua pasang baju bersih yang dibeli oleh Vio sesuai size. “Mandi saja, ganti baju dan kita makan. Aku harus antar kamu kembali ke basecamp buat latihan.” “Kalau hanya untuk gym, lebih baik yang ada di apartement, sama aja cuman beda beban.” “Beda, Sayang, ke basecamp lebih baik, nanti aku jemput pas malam.” Vio mendekat dan menye

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    37. Jerat Asmara

    Ketika Karel sadar dari mabuk, ia membuka mata dan terkejut ternyata wanita di sebelahnya bukanlah Vio. Padahal tadi ia ingat sekali sedang menarik tangan wanita itu sampai ke dalam kamar. “Jalang, sedang apa kamu di kamar saya?” Karel menampar pelayan kapal itu cukup kuat hingga pipinya merah. Tak disangka ternyata lelaki bermata biru tersebut menghabiskan malam bersama perempuan murahan. “Mana Vio?” tanyanya sambil memakai baju dan memegang kepalanya yang terasa pusing. Niat hati menipu Vio tapi malah dirinya yang kena getah duluan. “Saya nggak tahu, Bapak yang tiba-tiba tarik tangan saya ke kamar,” jawab pelayan itu sambil memegang pipinya. “Seharusnya kamu melawan, kalau kamu mau tandanya kamu perempuan murahan!” Karel sudah selesai pakai baju dan ia membuka pintu. Di luar kamar Ica sudah menunggu, malas ladyguard itu menunggu Arzan dan Vio yang sedang bermesraan. “Kasih pelajaran perempuan itu, beraninya dia menyentuh tubuh saya yang mahal.” Perintah Karel. Ica mengangguk, i

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    36. Angin Laut

    “Ngapain di sini?” Seorang perempuan menepuk bahu Arzan. Ketika lelaki itu menoleh ternyata Vio di belakangnya. “Aku pikir Mbak …” Arzan tak jadi memegang gagang pintu. “Ngapain?” Vio menaikkan sebelah alisnya. “Ehm, itu, anu.” Arzan ragu-ragu. “Oh, itu bukan aku, yuk, gak bagus nguping orang sedang bersenang-senang, privasi.” Vio menarik tangan Arzan. “Berarti yang di kamar itu?” Arzan masih penasaran, setahunya ruang di atas khusus untuk Karel. “Iya, tepat sekali kakak kamu sama …” “Bianka?” “Vanessa istrinya.” “Oh, sama istrinya, bagus kalau gitu.” “Nggak, bukan sama istrinya, tapi sama pelayan perempuan lain.” Vio tersenyum sambil mengendikkan bahu. “Hah, tunggu sebentar, saya jadi tambah bingung. Dia di kamar lagi sama pelayan atau sama istrinya?” Pertanyaan Arzan penuh isyarat. “Iya, namanya juga laki-laki, seperti kamu, kan, belum resmi cerai tapi kita udah tidur berdua. Menurut kamu kita ini murahan nggak?” Vio turun tangga dengan perlahan sambil mengangkat gaun pa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status