Beranda / Urban / Suami Miskinku Ternyata Konglomerat / Bab 2. Apakah Aku salah Memilih Jodoh?

Share

Bab 2. Apakah Aku salah Memilih Jodoh?

Penulis: Nocil Bawel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-10 18:23:32

Hari yang kutunggu tiba. Pagi ini, perasaanku gelisah, tetapi aku antusias.

“Sumpah! Hari ini aku nikah! Rasanya masih nggak percaya!” pekikku, antara senang, bingung atau mungkin hambar.

Aku dan kedua orang tuaku sudah sampai di mansion keluarga Wicaksono. Aku memakai gaun pengantin milik Ibu. Yaitu gaun pengantin berwarna putih dengan brokat burung Phoenix. Gaun ini begitu cocok dengan tubuhku yang ramping.

Sejak pernikahan Vanya adikku satu tahun yang lalu, predikat perawan tua sudah sangat melekat di hidupku. Setiap pertemuan keluarga, selalu saja ada yang bertanya, kapan nikah? Sudah punya pacar belum? Ingin rasanya aku menyumpal mulut mereka dengan tisu toilet.

Aku sudah berada di ruang tamu, tetapi orang tuaku masih berada di luar menyapa kerabat yang lain. Aku melihat Kakek tersenyum padaku. Lalu, aku duduk berseberangan dengan Kakek.

“Inggit sayang, ini Andi Hermawan." Kakek memperkenalkanku pada calon suamiku. Lalu, aku melihat Kakek tersenyum pada Andi. "Andi, ini Inggit Ganarsih Wicaksono. Dia cucu yang sering saya ceritain.”

Mendengar perkataan kakek Wicaksono, membuatku terkejut.

‘Apa? Bukannya dia adalah orang yang pernah ditolong Kakek? Asal-usul Andi aja nggak jelas. Bahkan, Ibu selalu mengumpatnya sebagai pria miskin dan benalu di keluarga Wicaksono.’

Saat itu juga, aku menutup mata berusaha menerima kenyataan. Tuhan, apakah aku sudah salah memilih jodoh?

“Kenapa Inggit, kamu enggak suka? Apa Inggit menyesal karena udah terima pilihan kakek?” tanya Kakek, semakin membuatku gugup.

Melihat tinggi badannya yang 175cm, sebenarnya sudah membuatku takjub. Bahkan parasnya yang tampan mampu membuat jantungku berdegup kencang.

Salahnya, aku melangkah terlalu cepat meninggalkan Ibu dan Ayah beserta saudaraku yang lain.

Sampai sekarang, aku belum menjawab pertanyaan Kakek. Tubuh ini seolah membeku dan lidahku seolah kelu.

‘Semoga Ibu nggak murka,’ batinku panik. Berharap ibu akan sadar setelah kami menikah nanti.

“Inggit?” tegur Kakek, menyadarkan lamunanku.

“Oh, aku nggak menyesal,” jawabku sedikit ragu. Saat ini, ingin kabur dari kakek, aku takut dia melempar pertanyaan-pertanyaan yang membuatku panik.

“Mana orang tua kamu?” tanya kakek, membuatku semakin panik.

“Em … anu, anu.” Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, lalu lanjut menjawabnya. “I-Ibu dan A-Ayah masih berbicara dengan yang lain di luar,” jawabku terbata. Kemudian membeku lagi, seperti bingung harus bagaimana.

Pria itu mengulurkan tangannya, aku masih tidak bisa mengontrol diri dengan rasa terkejut ini. Bahkan lama aku memperhatikan, tangannya yang dibalut kaos tangan putih.

“Ehem!” Suara Andi membuatku sadar, perlahan aku menjabat tangannya.

“Andi Hermawan. Semoga kita bisa menjadi pasangan Suami Istri yang bahagia,” ucap Andi.

Bodohnya aku bukannya menjawab, tetapi justru menatapnya dengan bingung. Namun senyum manisnya, menyadarkanku lagi.

“Oh … ya, aku Inggit Garnasih Wicaksono.” Tersadar dengan ucapanku yang singkat dan terkesan kaku. Aku tidak menunjukkan ekspresi yang berkesan.

Bukannya marah atau tersinggung, Andi malah terkekeh kecil seperti mengejekku.

‘Tenang, Inggit! Apapun asal-usulnya, dia pilihan Kakek kamu. Pernikahan ini pasti lancar. Sedangkan kekayaan masih bisa dicari. Setidaknya, kamu selamat dari perjodohan Ibumu,’ batinku, berusaha menguatkan diri.

“Menyesal, ya? Jauh dari ekspektasi.” Bisikan yang diikuti aroma hembus napasnya, membuat aku mendelik.

Mau kusimpan di mana wajahku saat ini? Andi sadar dengan segala ekspresi yang dia lihat sejak tadi.

Aku menggeleng, lalu berdiri. Aku berjalan di belakang kakek menuju ruang pernikahan.

“Inggit!” Suara Ibu sangat khas seperti tsunami yang akan memporak-porandakan hariku.

‘Tuhan, jangan sampai Ibu melihat sosok calon Suamiku ini,’ batinku. Langkah kakinya penuh semangat dan semakin terdengar dekat di belakangku.

“Ayah, maaf kami terlambat,” ujar Ibu.

Segera, aku membuka mata melihat ekspresi wajah Ibu. Aku mengelus dada lega, perasaan yang masih tidak menentu ini sesekali menghentikan detak jantungku.

Kedua orang tuaku duduk di tempatnya masing-masing. Tidak lama kemudian, Kakek mulai berbicara di depan para tamu.

“Pagi ini, aku akan menikahkan Cucuku tersayang.” Aku menelan Saliva mendengar ucapan kakek, sesekali melihat ekspresi wajah Ibu yang masih sumringah bahagia.

“Akan aku perkenalkan calon pria yang akan jadi Suaminya. Andi kemarilah!” Kakek memanggil Andi dengan penuh kasih sayang.

Saat itu juga, ekspresi ibu berubah masam. Bahkan, seperti dilempar kotoran ke wajahnya. Ibu menatapku, amarah itu seperti melepas nyawa ini.

Aku pikir, Ibu akan tetap diam dan menahan amarahnya. Namun prediksiku meleset. Ibu berdiri, lalu menghampiri Kakek.

“Ayah nggak bercanda, kan? Aku harap, ini bukan lelucon!” Ibu kesal.

“Kenapa harus bercanda? Nggak ada sejarahnya Wicaksono bercanda dalam urusan sakral begini.” Wajah Ibu semakin memerah saat mendengar jawaban Kakek yang begitu santai.

“Gila! Ayah suruh Inggit nikah sama pria miskin yang nggak jelas asal-usulnya ini?!" Ibu menunjuk Andi dengan kecewa dan tatapan menghina. Ibu benar-benar terlihat kecewa.

“Kalau gitu, aku bawa Inggit pulang aja!” Ibu menolak pernikahanku dan Andi.

Bukan Ibu kalau menerima menantu miskin. Ibu menarik tanganku. Aku pasrah. Mungkin ini memang takdirku tidak jadi menikah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
serius aku juga kadang pingin nyumpal mulut orang orang , apalagi mereka yg keponya selangit... hufff... tapi Inggit nih jadi nikah atau ngak ya ???????
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 66. Identitas Hampir Terungkap

    "Kalau kamu merasa dirugikan, Gunawan," Laras melanjutkan dengan senyum yang penuh arti, "lebih baik kita bicara seperti orang dewasa. Tidak perlu mengerahkan tangan untuk membuktikan siapa yang lebih kuat. Kalau mau berdebat, mari berdiskusi dengan tenang." Nadanya sepertinya sedikit mengejek, namun tetap penuh dengan kelas dan kecerdasan. Laras selalu punya cara untuk melontarkan sindiran tanpa kehilangan kewibawaannya.Gunawan menatap Laras dengan penuh kebencian, namun dia tidak melawan. Ada semacam kebingungan yang terpancar dari wajahnya dan aku tahu, dia sedang berjuang untuk mengendalikan dirinya.Tapi, apa yang bisa dilakukan seseorang yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia bukanlah satu-satunya yang berkuasa? Aku bisa merasakan ketegangan semakin meningkat, tapi ada hal yang lebih besar yang sedang terjadi di balik semua ini.Mas Andi, dengan ketenangannya, malah menunjukkan pada kita bahwa kadang keheningan lebih berbicara banyak daripada kemarahan.Aku menyandarkan p

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 65.Kesabaran yang Membayar  

    Suasana ruangan itu terasa begitu padat. Ketegangan yang semula meletup, kini mulai mereda, namun ada bekasnya. Aku bisa merasakan udara di sekelilingku yang terasa berat. Andi, meskipun baru saja dijatuhkan dan dihina dengan begitu kejam, tetap berdiri tegak.Ada ketenangan dalam dirinya yang benar-benar memukau. Aku selalu tahu dia tidak mudah terpengaruh oleh orang lain, tapi aku tak pernah menyangka dia bisa tetap sabar dan tenang dalam kondisi yang begitu memanas.Mas Andi menatap Gunawan sejenak, matanya tajam, tetapi tidak menunjukkan rasa marah sedikit pun. Dia mengangkat wajahnya yang sempat tertunduk karena luka kecil akibat terjatuh dan dengan senyum tipis, dia berkata, “Saya mungkin jatuh, tapi itu tidak membuat saya kalah. Kalau ada yang mau berdiskusi lebih jauh, saya di sini.”Aku terdiam sesaat, terkesima oleh cara Mas Andi menghadapinya. Dia begitu santai, bahkan bisa tersenyum dalam situasi yang hampir tidak bisa dipercaya ini. Setiap kata yang keluar dari mulutnya t

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 64. Reaksi Gunawan  

    “Tidak masuk akal,” gumam Naysila yang menatapku tajam.Aku merasakan ketegangan yang semakin membara di ruangan itu. Suara detak jantungku terdengar begitu keras, hampir bersaing dengan suara langkah kaki Gunawan yang kini berdiri dengan ekspresi yang tidak bisa kuartikan. Semua mata tertuju padanya, dan aku bisa merasakan hawa panas yang mulai menyelimuti ruangan. Aku tahu dia pasti marah, marah yang meledak-ledak dan tak terkendali.Gunawan berdiri dengan wajah yang memerah, seolah amarahnya memuncak. "Kek," katanya dengan suara yang hampir bergetar karena kekesalan. "Apa ini tidak terlalu berlebihan? Andi bahkan belum lama menjadi bagian dari keluarga besar ini. Saya yang sudah lama mengabdi dan bekerja keras, kok bisa begitu saja disingkirkan? Ini tidak adil!"Aku menatap Gunawan dengan cemas. Suaranya menggelegar, mengisi ruang makan yang sebelumnya tenang. Aku bisa merasakan gemuruh amarahnya yang hampir tidak bisa dibendung.“Ini bukan keputusanku, akupun tidak tau kalau Andi

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 63. Perwakilan Resmi yang di Percaya.  

    Kata-kata itu menggantung di udara seperti petir yang menggelegar. Aku bisa merasakan dadaku berdetak lebih cepat, hatiku penuh dengan pertanyaan. “Komisaris Bramasta Group?” pikirku, masih mencoba mencerna apa yang baru saja Kakek katakan.Bramasta Group adalah nama besar yang tak bisa dipandang sebelah mata. Itu adalah sebuah kerajaan bisnis yang menguasai banyak sektor, dari properti hingga teknologi, dan memiliki jaringan yang sangat kuat. Jadi, bagaimana bisa Andi, yang selama ini dianggap hanya sebagai “kurir,” menjadi perwakilan resmi yang dipercayakan untuk membawa pesan dari mereka?Aku menatap mas Andi dengan rasa bangga yang semakin dalam, meskipun aku tahu bahwa ini adalah awal dari sebuah babak baru yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Namun, aku juga bisa merasakan adanya sebuah kegelisahan dalam hatiku. Bagaimana jika Kakek mengharapkan terlalu banyak dari mas Andi? Apa yang sebenarnya akan terjadi selanjutnya?Ibu Ana yang duduk di sebelahku, terlihat semakin pucat

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 62. Pengumuman Mengejutkan

    “Apa itu saya, Kek? Tentu saya siap untuk mewakili The Next King Bramasta,” kata Gunawan dengan nada yang lebih tinggi, seolah-olah sudah menganggap dirinya sebagai pilihan utama. Matanya sedikit menyipit, berharap agar Kakek menanggapi dengan cara yang sama seperti yang dia harapkan.Namun, Kakek hanya mengangguk pelan, memberikan jeda yang semakin menambah ketegangan di ruangan itu. Semua orang, termasuk aku, menunggu dengan cemas. Apa yang akan Kakek katakan selanjutnya?Aku setelah mendengar ucapan Gunawan juga sempat berpikir hal yang sama, kalian tau dia posisinya juga lumayan tinggi di mal Srikandi untuk keluarga Wicaksono di banding yang lainnya.Kakek kemudian mengalihkan pandangannya ke arah mas Andi dan sebuah senyum tipis muncul di bibirnya. “Tentu, saya rasa Andi yang akan menjadi perwakilan beliau. Dia yang akan menyampaiakan pesan dari The Next King Bramasta,” ujar Kakek dengan tegas.Suasana di ruangan itu seketika menjadi hening. Gunawan, yang tadinya merasa yakin bah

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat    Bab 61. Kedatangan Kakek Wicaksono  

    Suasana yang tadinya sedikit tegang dan penuh sindiran berubah seketika. Saat pintu ruang makan terbuka dengan suara berderit, semua mata langsung tertuju pada sosok yang masuk. Kakek Wicaksono, yang selalu memiliki daya tarik tak terelakkan, berdiri dengan tegap di ambang pintu. Semua tamu yang semula tenggelam dalam percakapan mereka langsung berdiri, memberikan penghormatan dengan sikap yang penuh respek, seolah-olah dunia di sekitar kami tiba-tiba berhenti sejenak.Kakek Wicaksono adalah pusat gravitasi di keluarga ini dan kehadirannya selalu membuat ruang penuh dengan wibawa, tanpa perlu berkata banyak. Senyum ramah namun penuh kekuatan itu, yang selalu aku lihat sejak kecil, masih sama, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang menyiratkan bahwa dia membawa kabar penting.“Apa kabar, semuanya?” Kakek menyapa dengan suara tegas namun penuh kehangatan. Matanya yang tajam memindai satu per satu wajah yang hadir, memberi kesan bahwa dia mampu menilai apa pun hanya dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status