Home / Urban / Suami Miskinku Ternyata Konglomerat / Bab 3. Pernikahan dan malam pertama

Share

Bab 3. Pernikahan dan malam pertama

Author: Nocil Bawel
last update Last Updated: 2024-09-10 18:27:39

Walaupun aku pasrah, mengikuti kemauan ibu membuatku sedikit bersedih. Sebenarnya, aku tidak mempermasalahkan asal-usul Andi. Aku juga tidak mempermasalahkan dia miskin ataupun kaya raya!

Hanya saja, Ibu tidak mau kami menjadi bahan lelucon bagi keluarga besar keluarga Wicaksono. Ibu ingin Ayahku selalu menjadi nomor satu di keluarga besar meskipun harus mengorbankan anaknya sendiri.

“Berhenti!” Suara Kakek memenuhi ruangan. Kali ini, Kakek marah. Apakah Kakek merasa sudah dipermalukan di depan umum?

Saat itu juga, aku menahan malu dan sedih bersamaan. Semuanya karena pernikahan sialan ini!

Seandainya saja aku menerima Arga, mungkin hanya aku yang akan menderita, tetapi tidak dengan Kakek. Karena nyatanya, justru Kakek yang dipermalukan di depan keluarga besar oleh Ibuku.

“Kalo kamu berani pergi selangkah pun dari sini, saya akan minta Delano untuk menceraikan kamu." Kakek mengancam ibu. Aku menelan saliva saat itu juga.

Menurutku, selama ini Ibu menikah dengan Ayah demi mendapatkan gelar kasta. Jadi, Ibu tidak akan mau diceraikan Ayah.

Ibu pun berhenti melangkah sesuai dugaanku.

Dengan lunglai, dia berbalik mengantarkan aku kepada Kakek, bahkan Ibu kembali duduk begitu saja tanpa perlawanan.

“Maaf atas kegaduhan ini, Andi," kata Kakek pada Andi. "Semua menantu Wicaksono nggak 100% berasal dari keluarga terpandang. Jadi, nggak ada salahnya saya menjodohkan Andi dengan Inggit!”

Pengucapan janji pernikahan mulai dilangsungkan. Aku masih merasa tidak nyaman dengan Andi. Sampai benar-benar para tetua meminta kami berciuman. Mataku mendelik, pertanyaan aneh mulai menggelitik benakku saat ini.

‘Gila! Kami baru ketemu hari ini, nggak mungkin kami menyatukan bibir! Bagaimana caraku menghindar?' batinku kesal dan penuh perasaan ambigu.

“Bagaimana, sudah siap?” tanyanya berbisik, membuat mataku membelalak semakin lebar. Bahkan jantungku seakan berhenti sejenak. Hingga semua orang bersorak, ternyata Andi hanya memberi sentuhan sayang di keningku.

Aku mengembuskan napas lega. Tapi yang membuatku kesal, Andi selalu mengejek nakal melihat ke arahku.

“Sialan aku pikir….” Gumamku terhenti yang di putus oleh suaranya.

“Pikir apa? Aku akan benar-benar mencium bibirmu. Hahaha. Itu mimpi! Saat aku lihat ekspresi kamu dari awal, aku sadar kamu menolakku karena aku miskin. Seperti kata Ibu kamu,” bisikan itu, membuatku tertegun lagi.

“Ingat ya! Walaupun aku seburuk itu di mata keluargamu, aku akan selalu memperlakukan Istriku dengan penuh kasih sayang.”

Saat ini aku seperti sedang digoda olehnya, pikirku dia akan mengancam balik.

Mendengar kata-kata Anda penuh kasih sayang. Inilah hal yang sangat kubutuhkan. Sepertinya, Andi memang jodohku.

“Terima kasih, Kakek Wicaksono. Pria ini sangat unik. Kakek memang hebat,” gumamku yang membuat Andi tersenyum.

Andi Hermawan, dia sah menjadi suamiku. Andi memiliki perawakan dengan tinggi 172 cm. Kata-kata manis yang dia ucapkan membuatku yakin, dia pria baik dan sabar. Bahkan sesudah dimaki Ibu, dia masih bisa tenang tanpa membalas.

Baru kusadari hanya senyum manis yang terlihat di wajahnya. Mungkin itu juga yang menarik perhatianku hari ini.

Tidak terasa waktu berlalu. Saat ini, aku harus mengikuti keinginan Kakek untuk tinggal di mansion selama beberapa hari sebelum ikut Andi ke rumahnya.

Aku sedang berada di dalam kamar tidur bersama Andi.

‘Malam ini adalah malam pertamaku dan Andi, si pria Asing!’ jeritku dalam hati, sambil menutup mata. Mengintip pria itu dari sela-sela jemari tangan.

Andi mendekat dan mencoba membuka tangan yang menutupi wajahku. Jujur, saat ini aku ingin teriak dan lari. Tapi, dia sudah menjadi suamiku bahkan dia berhak melakukan apa saja denganku.

“Kamu kenapa?” tanya Andi lembut, suaranya menghipnotis pikiranku.

‘Ayo Inggit, kamu harus siap kali ini.’ Aku berusaha menyemangati diriku sendiri. Akhirnya terbesit ide untuk ke kamar mandi.

“Aku ganti pakaian dulu, ya?” tanyaku, meminta ijin. Dari cara dia memegang tangan dan mendekatiku, bisakah aku mencari alasan lagi?

Akhirnya kedua tangan ini sudah turun dari wajah, aku terus menunduk. Tidak ada keberanian menatap wajahnya.

“Hahaha. kamu ternyata lucu juga, ya. Tau enggak? Saat ini aku ngerasa seperti predator yang mau memakan istrinya sendiri,” ujar Andi dengan terus terkekeh.

Kesal itu pasti, aku merasa kena leluconnya kali ini. Memangnya dia tidak merasa gugup atau tidak enak denganku. Kita ini baru bertemu, tapi dia malah menertawakan aku saat ini.

“Hem … sudah puas ketawanya?” balasku dengan senyum seringai.

“Kali ini dibolehkan atau nggak? Aku mau ke kamar mandi,” balasku ketus. Sebenarnya lebih ke rasa kesal, karena dia tertawa.

Aku segera berdiri dari ujung tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi, tapi dia menarik tanganku begitu saja sampai wajah ini menemukan dada bidang miliknya.

Kalian tahu perasaan apa yang aku rasakan saat ini, aroma tubuhnya begitu maskulin. Bahkan aku betah berlama-lama di sana. Tapi tunggu, aku kan baru kenal dia. Pastinya aku akan menjaga diri ini, lebih jual mahal sedikit.

Seketika aku langsung menarik tubuhku menjauh dari dada bidangnya, ternyata dia kembali menggoda yang membuat wajahku memerah. Seperti stroberi, yang lagi mau matang dari pohonnya.

“Enggak masalah kalau mau berlama-lama di sana, ini juga punyamu. Aku sudah jadi milikmu seutuhnya,” ucapnya, tentu saja itu godaan terbesar buatku.

‘Sial lah, membayangkan malam pertama saja aku sudah keringat dingin. Malah ditambah godaan dari kata-kata dia!’ umpatku kesal dalam hati, tapi mata ini tetap melotot dan menelan saliva melihat sosok yang maskulin itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
sama aku juga bayangin kayak apa malam pertama kamu Inggit
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
hahaha mas Andi usil ya ....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 66. Identitas Hampir Terungkap

    "Kalau kamu merasa dirugikan, Gunawan," Laras melanjutkan dengan senyum yang penuh arti, "lebih baik kita bicara seperti orang dewasa. Tidak perlu mengerahkan tangan untuk membuktikan siapa yang lebih kuat. Kalau mau berdebat, mari berdiskusi dengan tenang." Nadanya sepertinya sedikit mengejek, namun tetap penuh dengan kelas dan kecerdasan. Laras selalu punya cara untuk melontarkan sindiran tanpa kehilangan kewibawaannya.Gunawan menatap Laras dengan penuh kebencian, namun dia tidak melawan. Ada semacam kebingungan yang terpancar dari wajahnya dan aku tahu, dia sedang berjuang untuk mengendalikan dirinya.Tapi, apa yang bisa dilakukan seseorang yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia bukanlah satu-satunya yang berkuasa? Aku bisa merasakan ketegangan semakin meningkat, tapi ada hal yang lebih besar yang sedang terjadi di balik semua ini.Mas Andi, dengan ketenangannya, malah menunjukkan pada kita bahwa kadang keheningan lebih berbicara banyak daripada kemarahan.Aku menyandarkan p

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 65.Kesabaran yang Membayar  

    Suasana ruangan itu terasa begitu padat. Ketegangan yang semula meletup, kini mulai mereda, namun ada bekasnya. Aku bisa merasakan udara di sekelilingku yang terasa berat. Andi, meskipun baru saja dijatuhkan dan dihina dengan begitu kejam, tetap berdiri tegak.Ada ketenangan dalam dirinya yang benar-benar memukau. Aku selalu tahu dia tidak mudah terpengaruh oleh orang lain, tapi aku tak pernah menyangka dia bisa tetap sabar dan tenang dalam kondisi yang begitu memanas.Mas Andi menatap Gunawan sejenak, matanya tajam, tetapi tidak menunjukkan rasa marah sedikit pun. Dia mengangkat wajahnya yang sempat tertunduk karena luka kecil akibat terjatuh dan dengan senyum tipis, dia berkata, “Saya mungkin jatuh, tapi itu tidak membuat saya kalah. Kalau ada yang mau berdiskusi lebih jauh, saya di sini.”Aku terdiam sesaat, terkesima oleh cara Mas Andi menghadapinya. Dia begitu santai, bahkan bisa tersenyum dalam situasi yang hampir tidak bisa dipercaya ini. Setiap kata yang keluar dari mulutnya t

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 64. Reaksi Gunawan  

    “Tidak masuk akal,” gumam Naysila yang menatapku tajam.Aku merasakan ketegangan yang semakin membara di ruangan itu. Suara detak jantungku terdengar begitu keras, hampir bersaing dengan suara langkah kaki Gunawan yang kini berdiri dengan ekspresi yang tidak bisa kuartikan. Semua mata tertuju padanya, dan aku bisa merasakan hawa panas yang mulai menyelimuti ruangan. Aku tahu dia pasti marah, marah yang meledak-ledak dan tak terkendali.Gunawan berdiri dengan wajah yang memerah, seolah amarahnya memuncak. "Kek," katanya dengan suara yang hampir bergetar karena kekesalan. "Apa ini tidak terlalu berlebihan? Andi bahkan belum lama menjadi bagian dari keluarga besar ini. Saya yang sudah lama mengabdi dan bekerja keras, kok bisa begitu saja disingkirkan? Ini tidak adil!"Aku menatap Gunawan dengan cemas. Suaranya menggelegar, mengisi ruang makan yang sebelumnya tenang. Aku bisa merasakan gemuruh amarahnya yang hampir tidak bisa dibendung.“Ini bukan keputusanku, akupun tidak tau kalau Andi

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 63. Perwakilan Resmi yang di Percaya.  

    Kata-kata itu menggantung di udara seperti petir yang menggelegar. Aku bisa merasakan dadaku berdetak lebih cepat, hatiku penuh dengan pertanyaan. “Komisaris Bramasta Group?” pikirku, masih mencoba mencerna apa yang baru saja Kakek katakan.Bramasta Group adalah nama besar yang tak bisa dipandang sebelah mata. Itu adalah sebuah kerajaan bisnis yang menguasai banyak sektor, dari properti hingga teknologi, dan memiliki jaringan yang sangat kuat. Jadi, bagaimana bisa Andi, yang selama ini dianggap hanya sebagai “kurir,” menjadi perwakilan resmi yang dipercayakan untuk membawa pesan dari mereka?Aku menatap mas Andi dengan rasa bangga yang semakin dalam, meskipun aku tahu bahwa ini adalah awal dari sebuah babak baru yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Namun, aku juga bisa merasakan adanya sebuah kegelisahan dalam hatiku. Bagaimana jika Kakek mengharapkan terlalu banyak dari mas Andi? Apa yang sebenarnya akan terjadi selanjutnya?Ibu Ana yang duduk di sebelahku, terlihat semakin pucat

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 62. Pengumuman Mengejutkan

    “Apa itu saya, Kek? Tentu saya siap untuk mewakili The Next King Bramasta,” kata Gunawan dengan nada yang lebih tinggi, seolah-olah sudah menganggap dirinya sebagai pilihan utama. Matanya sedikit menyipit, berharap agar Kakek menanggapi dengan cara yang sama seperti yang dia harapkan.Namun, Kakek hanya mengangguk pelan, memberikan jeda yang semakin menambah ketegangan di ruangan itu. Semua orang, termasuk aku, menunggu dengan cemas. Apa yang akan Kakek katakan selanjutnya?Aku setelah mendengar ucapan Gunawan juga sempat berpikir hal yang sama, kalian tau dia posisinya juga lumayan tinggi di mal Srikandi untuk keluarga Wicaksono di banding yang lainnya.Kakek kemudian mengalihkan pandangannya ke arah mas Andi dan sebuah senyum tipis muncul di bibirnya. “Tentu, saya rasa Andi yang akan menjadi perwakilan beliau. Dia yang akan menyampaiakan pesan dari The Next King Bramasta,” ujar Kakek dengan tegas.Suasana di ruangan itu seketika menjadi hening. Gunawan, yang tadinya merasa yakin bah

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat    Bab 61. Kedatangan Kakek Wicaksono  

    Suasana yang tadinya sedikit tegang dan penuh sindiran berubah seketika. Saat pintu ruang makan terbuka dengan suara berderit, semua mata langsung tertuju pada sosok yang masuk. Kakek Wicaksono, yang selalu memiliki daya tarik tak terelakkan, berdiri dengan tegap di ambang pintu. Semua tamu yang semula tenggelam dalam percakapan mereka langsung berdiri, memberikan penghormatan dengan sikap yang penuh respek, seolah-olah dunia di sekitar kami tiba-tiba berhenti sejenak.Kakek Wicaksono adalah pusat gravitasi di keluarga ini dan kehadirannya selalu membuat ruang penuh dengan wibawa, tanpa perlu berkata banyak. Senyum ramah namun penuh kekuatan itu, yang selalu aku lihat sejak kecil, masih sama, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang menyiratkan bahwa dia membawa kabar penting.“Apa kabar, semuanya?” Kakek menyapa dengan suara tegas namun penuh kehangatan. Matanya yang tajam memindai satu per satu wajah yang hadir, memberi kesan bahwa dia mampu menilai apa pun hanya dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status