Matanya Alif lalu menatap ke arah Tri yang berdiri di barisan depan, sebab dia termasuk pemimpin di perusahaan ini. Tri tergagap saat matanya bertemu pandang dengan tatapan tajam Alif, wanita itu memilih pergi dengan segera meninggalkan aula lewat pintu belakang.Sementara Alif tersenyum kecut menikmati keterkejutan kakak iparnya itu. Dia lantas memberikan sambutannya dengan wibawa.Tri bergegas masuk ke dalam ruang kerjanya, dirinya tak berhenti gemetar, sebab lelaki bernama Askara itu begitu mirip dengan Alif, bahkan sorot mata itu seolah ingin menerkamnya hidup-hidup.Apakah dia benar Alif? bagaimana bisa dua orang dengan identitas berbeda bisa memiliki wajah bak pinang di belah dua? bagaimana bisa?Tri terus bertanya sendiri, dia benar-benar takut jika Askara adalah Alif, mungkin saja dirinya akan terkena masalah setelah ini..Tri duduk diam di dalam ruangannya, dia ingin sekali memastikan lelaki itu bukanlah Alif yang dia kenal, tapi bagaimana dia bisa mencari tau itu, sementara
"Lisa terluka mbak, kayaknya Nadia merebut botol minum Lisa mbak, bocah itu sudah miskin banyak tingkah lagi!" Ratna membelalak seakan mendramatisir kisah nya.Tri hanya diam, hatinya panas mendengar anak nya di sakiti."Awas saja sampai anakku terluka, akan aku balas kamu Dewi!" Ucapnya geram dan segera menginjak pedal gas menuju sekolah anaknya!Sampai di halaman sekolah, Dewi memarkirkan motornya di bawah pohon, sementara mobil Tri masuk dan mencari tempat yang teduh. Dewi bergegas masuk ke dalam gedung sekolah, di susul Tri dan Ratna dari belakang.Nadia duduk di sudut ruangan, mengengam tanganya yang merah dengan banyak luka cakaran. Lisa duduk di samping seorang guru pembimbing, bibirnya terlihat di kompres dengam batu es."Nadia!". Dewi memeluk putrinya yang takut, terlebih saat Tri dan Ratna datang dengan tatapan tajam pada gadis kecil itu."Kenapa bibirmu Lisa?" Tri memeriksa bibir putrinya dan menemukan benjolan sebesar kelereng di sana."Di dorong Nadia!" Teriiaknya dengan k
Dewi melihat mobil Tri keluar dari sekolah, wanita itu berhenti di pelataran dan kembali masuk ke dalam gedung sekolah setelah memastikan mobil Tri tak lagi terlihat."Nadia ibu boleh tanya sesuatu?" Dewi bertanya setelah masuk kembali ke dalam gedung sekolah, mereka duduk di dalam ruang tunggu orang tua sekarang."Ibu mau tanya apa?" Nadia bertanya dengan polosnya.Dewi membelai wajah bersih Nadia, gadis itu begitu cantik dengan bulu mata yang lentik dan lebat."Ibu percaya dengan Nadia, ibu percaya putri ibu nggak mungkin bohong, tapi kan bude Tri nggak percaya kalau mbak Lisa yang memulai, Nadia bisa cerita kenapa mbak Lisa ambil botol minum Nadia?"Gadis itu menganggukkan kepala. "Nadia mau ke taman buk, mbak Lisa datang dan ambil botol minum Nadia.""Di mana mbak Lisa ambil?" Dewi bertanya dengan lembut."Di dekat kelas mbak Lisa." Ucap Nadia lancar, gadis itu masih mengingat dengan baik apa yang terjadi."Lalu Nadia dorong mbak Lisa?" Dewi kembali bertanya, ada keyakinan putriny
Tri datang ke kantor Aziz, menunggu cukup lama di ruang bawah dan suaminya turun setelah jam kantor hampir usai."Ada apa ke sini?" Aziz bertanya pada Tri, wanita itu berdiri dari tempatnya duduk dan menarik lengan suaminyya menjauh dari keramaian."Mas nggak baca pesanku?""Pesan apa? aku baru selesai rapat dan langsung mendapat kabar kamu di sini, ada apa? Apa nggak bisa bicara saja di rumah?"Tri menatap ke aarah parkiran, Lisa membuka kaca jendela saat melihat mamanya menatap."Kamu datang dengan Lisa?" Aziz melihat putrinya di dalam mobil sang istri."Iya, dia terluka dan meminta datang kemari mencarimu.""Terluka bagaimana?""Ya tanya saja sama ponakan miskinmu itu mas, dia berebut botol minum dengan Lisa."Aziz bergegas menuju parkiran dan menghampiri mobil istrinya. Lisa duduk di kursi depan, jantungnya berdetak kencang saat papanya datang dengan tergesa dari kejauhan."Lisa! ada apa sayang?" Aziz terlejut melihat memar di bibir putrinya itu, membuat lelaki itu kini menatap ta
Tri terduduk di lantai, kakinya lemas karena gemetar, lelaki itu ia lihat jelas tadi pagi dan sebelum memastikan jati dirinya dia kini sudah berdiri di hadapan Tri dengan begitu gagahnya.Dewi bahkan tak sanggup lagi berkata-kata, dia seperti mimpi melihat lelaki yang di rindukan penuh kecemasan kini berdiri dengan takdir yang bahkan tak pernah dia bayangkan."Berani kalian menyentuh putriku!" Teriaknya lantang, mendekati Aziz yang masih terpaku menatapnya tanpa berkedip."A_Alif?" Aziz tergagap, menatap lekat adik iparnya itu, Alif bahkan tampak gagah dengan setelan jas mahal yang melekat pada tubuhnya.Plak!Tamparan nyaring terdengar, Alif mendaratkan tamparan di pipi Aziz, membuat lelaki itu hampir tersungkur dan kini darah keluar dari sudut bibirnya."Jangan memanggilku sesukamu mas, aku sudah berusaha menahan diri, namun tak akan aku biarkan putriku terluka, lepaskan Nadia!" Teriaknya dengan lantang.Hendra yang gemetar melepaskan cengkraman tangannya pada Nadia, gadis itu meloro
Aziz masuk ke dalam rumah ibu nya lebih dulu, disusul Hendra dan Ratna di belakang memapahnya tubuh lemas Tri kakak iparnya."Ya Allah, kenapa dengan mbak Tri?" Sinta keluar bersama Adam suami nya yang semalam baru saja datang, mereka terkejut melihat wajah kakak iparnya pucat dan lemas."Duduk dulu mbak, duduk. Bisa ambilkaan minum Sin?" Ratna meminta tolong dan Sinta segera ke belakang mengambilkan minum untuk kakak iparnya."Sudah mbak, jangan di pikirkan lagi, mbak Dewi itu memang keterlaluan!" Ucap Ratna kesal.Tri hanya memandang kosong ke arah Ratna dan menangis saat melihat suaminya berkacak pinggang di depan pintu."Huaaaa... mas Aziz!" Tri merangkak mendekati kaki suaminya, memeluk kaki itu dengan gemetar ketakutan."Kamu kenapa to Tri? Ada apa?" Aziz yang juga terkejut mendudukkan Tri di kursi lagi."Ada apa mbak Tri, ini minum dulu!" Sinta membawakan segelas air putih dan segera memberikannya pada Tri."Ibu di mana Sin?" Azi bertanya pada adik bungsunya."Pergi ngaji mas,
"Mas Alif, sebenarnya siapa mas Alif ini?" Tanya Adam pada Alif."Sekarang itu tak penting, yang aku mau adalah kejujuran mbak Tri dulu. Botol di tangan Lisa bukan miliknya, botol itu edisi terbatas dan hanya Nadia yang punya dengan inisial namanya, kalaupun Lisa punya botol yang sama, tak akan mungkin ada inisial nama Nadia di situ!"Lisa menangis sekarang, Sinta memeluk keponakannya karena kasihan."Katakan Lisa, botol ini punya siapa?" Sinta bertanya dengan lembut."Punya Nadia tante, Huaaaa" Tangisnya pecah setelah menggakui semua.Aziz menatap ke arah istrinya dengan tajam, wajahnya bagai di coreng sekarang, bagaimana bisa dirinya tak tau apapun tentang kebenaran ini."Bagaimana tanggung jawabmu sekarang mas? apa yang kamu lakukan pada anakku tadi sungguh keterlaluan!" Dewi menatap ke arah Aziz, namun lelaki angkuh itu hanya diam tak bergeming."Dan kamu Lisa, tante sudah lihat rekaman cctv di sekolah, Nadia mendorong Lisa karena terus di cakar dan di amuk, tapi kenapa kamu menga
"Alif akan bahagiakan Dewi lebih dari ini bu, untuk menebus semua salah Alif pada Dewi dan keluarga ini juga.""Ya, ibu percaya itu, jadi sekarang ibu minta kamu juga menerima dan memaafkan keluarga ini atas sikapnya padamu le." Ibu menatap penuh harap namun Alif masih diam tak menjawab."Mau kan Le memaafkan saudaramu di sini?" Tanya ibu lagi, matang berembun penuh harap.Alif masih diam, tak sanggup lagi menjawab tanya ibu mertuanya, di tatapnya wajah-wajah yang bahkan sedetik lalu masih menggores luka, mereka kini hanya diam, tak meminta sendiri kata maaf dari nya namun juga tak lagi punya nyali untuk melontarkan hinaan pada keluarganya."Maaf itu sesuatu yang tak hanya di di minta bu!" Dewi yang sejak tadi meremas batinnya yang tergores menjawab dengan gemetar, gemuruh amarah di dadanya seolah meluap bagai lahar panas yang di muntahkan dari perut bumi."Maaf itu sesuatu yang datang dari sini!" Ucapnya menunjuk dadanya sendiri.Matanya tajam kini menatap ke arah kakak dan adiknya.