Share

Chapter 6

Author: Mar Shahle
last update Last Updated: 2023-10-27 16:28:10

“Hanya apa?” tanya Zavar dengan nada penasaran. Dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari ekspresi wajah Sarah.

“Ah tidak. Bukan apa-apa,” jawab Sarah dengan cepat. Dia berusaha tersenyum, tapi senyumnya terlihat hambar dan dipaksakan. Dia menunduk, seolah menyembunyikan sesuatu di benaknya.

“Aku siap-siap dulu,” ucap Sarah lagi, beranjak dari kursi yang di duduki olehnya. Dia berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap.

“Oke,” jawab Zavar, menunggu Sarah berkemas. Dia merasa ada yang aneh dengan Sarah, tapi dia tidak ingin mengganggunya. Mungkin Sarah sedang mengalami masalah yang tidak bisa dia ceritakan kepada Zavar.

Tak menunggu waktu lama, Sarah telah siap dengan pakaian sederhana yang dibelikan oleh Zavar kemarin. Terpaksa, karena tak ada pakaian lagi. Sarah berencana akan membeli pakaian terlebih dahulu sebelum ke kampus dengan uang di ATM miliknya.

Sarah sudah mengenakan jaket dan helm. Dia melihat Zavar masih asyik bermain ponsel di kursi.

“Ayo,” ajak Sarah yang telah siap. Dia berdiri di dekat pintu. Suaranya terdengar lemah dan lesu.

“Oke,” jawab Zavar sambil memasukan ponselnya ke saku. Dia bangkit dari kursi dan mengambil kunci sepeda motornya di atas meja. Mereka berdua keluar dari rumah dan naik ke sepeda motor Zavar.

“Kita ke ATM dulu ya, aku ingin mengambil uang,” jelas Sarah saat Zavar hendak melajukan sepeda motornya. Dia memegang pinggang Zavar erat-erat, mencari rasa aman dan nyaman.

“Uang untuk apa?” tanya Zavar. Dia merasa penasaran dengan rencana Sarah.

“Jangan banyak tanya, bawa saja aku ke sana,” jawab Sarah.

“Baiklah," jawab Zavar tanpa bertanya lagi. Dia menyalakan mesin sepeda motornya dan berangkat menuju ATM terdekat.

Zavar mengangguk dan menyalakan mesin sepeda motornya. Dia melaju dengan hati-hati, menghindari jalanan yang macet dan berlubang.

Sepeda motor yang dikendarai Zavar melaju dengan kecepatan sedang menuju ke ATM terdekat. Setelah tiba, Zavar menunggu di parkiran.

Beruntung sedang sepi, sehingga tak perlu mengantri. Sarah pun segera memasukan kartu ATM miliknya ke mesin. Namun, mata Sarah membelalak, saat menyadari bahwa kartunya telah di blokir.

“Apa! Tega sekali Ayah kepadaku!” Sarah berdecak sebal, padahal tadi malam saat ia mengecek di M-BANKING masih bisa digunakan untuk transaksi. “Kapan Ayah memblokir kartu ATM milikku, Ya Tuhan, bagaimana ini! Bagaimana aku bisa msmbeli baju dan memiayai kuliah!” ucap Sarah gusar.

Dengan perasaan sedih Sarah pun segera keluar dari mesin ATM, menghampiri Zavar. Dia merasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.

“Kita pulang saja,” ucap Sarah kepada Zavar yang menunggunya di atas sepeda motor. Suaranya terdengar lirih dan putus asa.

“Loh, kenapa?” tanya Zavar bingung. Zavar menatap ke arah wanita yang belum lama ini menjadi istrinya. Dia melihat ada kesedihan yang mendalam di balik mata Sarah. Zavar merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Sarah.

Suara Sarah tercekat, ia berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang sedang dirasakan. Wajahnya terlihat seperti ingin menangis, berjuang melawan perasaan yang berkecamuk yang menyelimutinya.

Setelah beberapa saat, Sarah menghela nafas panjang, melawan air matanya yang terasa ingin tumpah dan melawan rasa sesak terasa semakin berat di dada, dengan nada pasrah, ia akhirnya membuka suara, “Aku berhenti kuliah saja, Zav.”

Tak mungkin dia berharap lebih setelah ATM miliknya di blokir. Apalagi berharap pada Zavar. Jangankan untuk membiayai kuliahnya. Untuk makan saja pasti Zavar harus banting tulang mencukupi kebutuhan mereka berdua.

Kata-kata itu keluar dari mulut Sarah, membuat Zavar terdiam sejenak, mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh Sarah. Zavar menatap Sarah dengan tatapan yang mendalam, membaca mata wanita itu.

“Apa? Kenapa tiba-tiba kamu mau berhenti kuliah?” tanya Zavar yang ingin tahu alasannya.

Sarah menggeleng lemah.

“Aku... aku merasa tak ada gunanya lagi melanjutkan kuliah. Toh nantinya aku tak mampu membayar biaya kuliahku. Ayah sudah memblokir ATM milikku. Lebih baik aku mencoba mencari pekerjaan saja,” jelasnya sambil menatap ke depan menahan matanya yang mulai berembun.

“Bekerja?”

Sarah menoleh, matanya bertemu dengan mata Zavar. “Iya,” jawabnya singkat, suaranya hampir tidak terdengar.

“Kenapa?” tanya Zavar.

Sarah menarik napas dalam-dalam, mencoba memilih kata yang tepat agar Zavar tak tersinggung. “Sudah jelaskan, Aku tak punya uang. ATM ku diblokir Ayah dan aku tak mau membebanimu untuk membayar kuliahku,” jawabnya kemudian.

Zavar terdiam sejenak, menyerap apa yang baru saja didengarnya. Dia melihat ke arah wanita yang belum lama ini menjadi istrinya. “Sarah,” kata Zavar dengan lembut, “Kamu bukan beban bagiku, kamu tanggung jawabku sekarang. Jangan berhenti kuliah, percayalah aku akan membiayai sampai kamu lulus,” ucap Zavar dengan mantap.

“Jangan bercanda kamu,” ucap Sarah setengah tak percaya.

“Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda?” tanya Zavar kepada Sarah. “Kamu adalah istriku sekarang,” ujarnya dengan suara lembut, mencoba memberikan ketenangan bagi Sarah yang tampak begitu sedih.

Sarah menatap Zavar, dan mata mereka saling bertemu. Tatapan Zavar penuh dengan rasa hangat yang menjalar. Ia tak mampu menahan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Semua bercampur menjadi satu menyesakkan dada.

“Kita akan atasi ini bersama, Sarah. Kamu tidak sendirian,” ucap Zavar dengan lembut, suaranya meredam getaran di hati Sarah.

“Aku tak mau menjadi bebanmu,” ujar Sarah pelan, suaranya hampir tak terdengar. Jujur dari hatinya yang paling dalam. Air matanya perlahan mulai jatuh, membasahi pipinya yang pucat.

“Sudah kukatakan, kamu bukanlah beban,” jawab Zavar. “Ayo aku antar kamu ke kampus, nanti telat,” lanjut Zavar.

Sarah terdiam, ia mengangkat wajahnya yang tertunduk sejak tadi, menatap Zavar dengan pandangan yang penuh harapan. Air matanya masih mengalir, tetapi perlahan rasa takutnya mulai mereda.

“Ini, hapus air matamu, jangan sampai orang-orang berpikir aku akan berbuat jahat kepadamu,” Zavar mencoba mencairkan suasana, sambil memberikan lap tangan kepada Sarah.

“Nggak lucu,” jawab Sarah, tetapi ia meraih sapu tangan tersebut melaksanakan perintah Zavar menghapus air matanya.

Zavar tersenyum, melihat Sarah menghapus air mata yang membasahi pipinya.“Jangan khawatirkan soal biaya, aku akan mengurusnya. Aku janji,” ujar Zavar, suaranya penuh dengan keteguhan.

Sarah membalas senyuman Zavar meski ia agak ragu. Pagi itu, Sarah kembali diantar ke kampus oleh Zavar dengan berboncengan menggunakan sepeda motor seperti biasanya.

Belasan menit kemudian, akhirnya mereka pun telah tiba di kampus.

“Nanti aku jemput seperti biasa,” ucap Zavar. Di jawab dengan anggukan kepala oleh Sarah. Lalu Zavar pun berbalik arah meninggalkan Sarah.

Sarah melangkahkan kakinya menuju masuk ke dalam bangunan kampus. Belum jauh ia melangkahkan kaki, seseorang menyapa dengan bengis.

“Eh, masih sanggup kuliah disini kamu?” ucap Seseorang menghentikan langkah kaki Sarah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Sarah kmu jangan takut dgn Selena yg sombong itu kmu lawan aoa yg katakan dn kmu hrs berani lawan perempuan iblis dn kmu ngomong kmu katain anak tiri yg mo nguasain harta nya juga ibu tiri nya yg menghasut ayahmu tuk membencimu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Ojolku Ternyata Presdir   Chapter 111

    Zavar duduk tegang di ruang tunggu rumah sakit, gelisah menanti kabar mengenai keadaan mertuanya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, dokter yang menangani Bagas akhirnya muncul di hadapannya.“Dokter, bagaimana keadaan mertua saya?” tanya Zavar dengan wajah penuh kekhawatiran.Dokter itu melihat langsung ke mata Zavar sebelum memberikan jawaban, “Masih lemah, Tuan. Tetapi saya senang memberitahu Anda bahwa ada kemajuan sedikit dibanding saat pak Bagas di bawa kemari.”Walaupun Zavar merasa sedikit lega mendengar kabar positif, rasa penasarannya masih belum terpuaskan. “Dokter, bagaimana zat aktif itu bisa masuk ke tubuh mertua saya? Apakah beliau mengkonsumsinya?” tanya Zavar, ingin memahami lebih lanjut.Dokter menjelaskan dengan penuh perhatian, “Menurut kami, tampaknya obat itu memang sengaja diberikan, tujuannya untuk merusak sel-sel tubuh secara perlahan. Melihat kondisi pak Bagas yang sangat memprihatinkan.”Pernyataan dokter membuat Zavar tercengang, tidak bi

  • Suami Ojolku Ternyata Presdir   Chapter 110

    Sorak-sorai terdengar memecah keheningan senja di pinggir hutan saat seorang wanita memecahkan keheningan itu dengan serunya saat melintasi jalan sepi di dekat hutan yang setiap hari ia lalui menuju arah pulang dari bekerja.“Ya ampun, Sarah! Iya, ini Sarah!” Wajahnya penuh kekhawatiran ketika dia melintas di jalan, menyusuri lorong gelap yang mengarah pulang menjelang senja.Tiba-tiba, desakan bantuan memecah udara, memotong kesunyian senja. “Tolong!” teriak wanita itu, meminta pertolongan dengan nada yang memilukan. Seruannya segera menarik perhatian beberapa warga yang berada di sekitar lokasi, dan mereka dengan cepat mendekat.Seorang warga, penuh kebaikan hati, bertanya, “Ada apa, Bu?” dengan ekspresi keprihatinan di wajahnya.Wanita itu buru-buru menjelaskan, “Ini, tolong bantu saya membawa wanita ini ke rumah sakit, Pak!” Sorot matanya penuh dengan kegelisahan.“Siapa wanita ini, Bu? Dan kenapa? Apakah wanita ini korban perampokan?” tanya seorang warga lain, mencoba memahami si

  • Suami Ojolku Ternyata Presdir   Chapter 109

    Zavar terlihat sibuk menandatangani berkas yang disodorkan oleh Fando.“Ada lagi, Fan?” tanyanya seraya menjepit pulpen di antara jari telunjuk dan jari tengah, matanya menatap fokus pada Fando yang berdiri di hadapannya.“Sudah selesai untuk hari ini, Zavar,” tukas Fando sopan, namun wajahnya nampak datar.Zavar mengangguk singkat. Ia gegas bangkit berdiri, berjalan mendekati sang asisten pribadi. “Rekaman CCTV sudah ada di tangan kamu?” tanyanya seraya berjalan melewati Fando.Fando yang ditanya, gegas menyusul di belakang. “Sudah, kamu akan terkejut melihat hasilnya,” tukasnya, merogoh saku jas, kemudian menyerahkan sebuah flashdisk berisi copy rekaman CCTV ke samping kanan Zavar.Zavar menerimanya, menggenggamnya erat tanpa menghentikan langkahnya. Keduanya berjalan beriringan tanpa sepatah katapun menuju pintu keluar.Zavar gegas masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di depan lobi, begitu Fando membukakan pintu penumpang, menutupnya perlahan, kemudian gegas berlari memutar,

  • Suami Ojolku Ternyata Presdir   Chapter 108

    “Gak! Itu gak benar, Sarah! Itu semuanya fitnah!” Selena bersikeras. Wajahnya bahkan terlihat berusaha serius, nampak meyakinkan. Namun Sarah yang sudah tahu akal busuk saudara tirinya itu, tidak serta Merta percaya.“Heleh! Jangan berkilah kamu, Selena! Aku yakin banget, kalo kamu lah pelakunya!” tuding Sarah berapi-api seraya menunjuk-nunjuk ke arah wajah Selena.“Aku berani bersumpah, Sarah. Bahwasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh seperti itu!” Selena masih berusaha membuat Sarah terpedaya.“Gak usah ngelak lagi kamu! Mending kamu ngaku aja dengan jujur, apa maksud kamu ngasih kopi itu sama suami aku? Ingat Selena, Zavar itu suami aku, iparmu sendiri. Jadi kamu jangan berpikiran picik dengan berusaha merebut dia dari tanganku! Atau jangan-jangan kamu yang berusaha mengadu domba aku dan Zavar dengan berpura-pura mengaku menjadi mantan kekasihnya!”pekik Sarah murka. Wajahnya bahkan terlihat merah padam.“Sudah aku bilang, kalo aku gak pernah ngelakuin itu! Kamu itu bego atau

  • Suami Ojolku Ternyata Presdir   Chapter 107

    Zavar menatap Fando dengan ekspresi serius, memecahkan keheningan dengan kata-kata yang membuat atmosfer ruangan semakin tegang. “Ada orang yang menjebak aku, sengaja memberikan minuman perangsang,” ungkapnya tegas, matanya mencari kepastian di wajah Fando.Terdengar desahan kaget dari Fando. Ia langsung menanggapi, “Astaga, siapa?” Rasa penasarannya terpancar jelas dari setiap kata yang terucap.Zavar mengangguk, memberikan penjelasan lebih lanjut, “Nggak tau, aku tadi kan meeting. Segera kamu periksa CCTV, aku ingin tau siapa pelakunya.” Suaranya penuh desakan, menunjukkan urgensi untuk mengungkap kebenaran di balik insiden yang menimpanya.Fando mengangguk serius, “Mungkinkah itu Lolly?” Ia mencoba menghubungkan benang merah dari kejadian itu dengan sosok yang mungkin terlibat.Zavar merenung sejenak sebelum menjawab, “Entah, aku tak tau.” Ungkapannya penuh dengan ketidakpastian, membuat situasi semakin misterius.Tak lama kemudian, Fando melanjutkan serangkaian pertanyaannya, “La

  • Suami Ojolku Ternyata Presdir   Chapter 106

    Suasana di ruangan itu menjadi tegang ketika Sarah melihat gelisah yang meliputi wajah suaminya, Zavar. Dengan rasa concern, ia tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sayang kamu kenapa?” Suara lembutnya memecah keheningan, memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap suami tercintanya.Meski Sarah masih curiga terhadap Zavar, tetapi itu tak mengubah sikapnya pada pria tampan itu.Zavar, yang tampaknya merasa gelisah dan waspada, segera memberikan instruksi pada Sarah, “Sayang, tutup pintunya, katakan pada sekretaris jangan ada yang mengganggu.” Permintaan tersebut disampaikan dengan suara serius dan penuh perhatian. Sarah, tanpa ragu dan dengan penuh ketaatan, segera melangkah ke pintu dan menguncinya rapat, memastikan keamanan ruangan dari mata orang asing.Namun, ketegangan semakin terasa ketika Sarah kembali mendekati Zavar, mencoba memahami penyebab sikap gelisah yang merayap di dalam hati suaminya. “Ada apa?” tanya Sarah dengan suara lembut, mencoba membuka pintu percaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status