Share

Ipar rese

Author: Rini Annisa
last update Last Updated: 2022-09-08 11:56:59

Aku yang mendengarnya terkejut, kenapa malah jadi gosip.

"Maaf, ibu-ibu kalo enggak tau jangan sembarang ngomong ya! Selain Mas Andre, Mama dan Mbak Rina juga numpang makan di rumahku," kataku tegas. 

"Itu bukan numpang, tapi sudah sewajarnya seorang ibu makan di rumah anaknya. Apalagi Andre anak laki-laki memang seharusnya dia yang mengurus mamanya," timpal Bu Ratna.   

Aku malas menjawabnya lagi, buat apa? Lagian aku belanja banyak juga untuk makan mertua dan kakak ipar. Dulu sewaktu baru menikah memang untuk makan berdua saja. Namun, mereka mulai beralasan masakanku enak dan tidak ada uang untuk masak. 

Mas Andre juga masih memberiku uang belanja lima ratus seminggu. Jadi aku bisa mengatur untuk semuanya, tapi sejak menjadi gosip Mas Andre segera memangkas uang belanja menjadi lima puluh ribu seminggu. Saat itulah pertengkaran dimulai sampe sekarang. 

"Eh, Ratih sudah sana masak! Mama mau makan ayam goreng, jangan lupa beli yang banyak untuk cucuku," titah Mama. 

"Kalo Mama mau makan ayam goreng, suruh saja Mbak Rina masak. Cucu Mama 'kan anaknya Mbak Rina, juga kalian lagi banyak uang!" sungutku kesal. 

"Enak saja, aku nanti mau pergi nyalon. Memasak itu tugasmu, ingat nanti aku adukan sama Andre kalo kamu enggak mau masak," ancam Mbak Rina.

"Terserah, aku juga enggak ada uang. Apa kalian mau makan batu?" ejekku menaikan bahu. 

"Mantu jahat kamu, menyuruh kami makan batu. Ntar biar Andre menghajarmu baru tau rasa!" Mama ikut mengancam. 

"Silahkan kalo berani, biar aku laporkan ke polisi. Biar anak Mama itu masuk penjara dan kalian enggak bisa pegang uang lagi. Hahahaha ..." Aku tertawa puas. 

"Dasar gila, sudah yuk Ma! Kita makan di restoran aja, enggak usah ngajak Ratih. Biar dia sendiri yang makan batu," kata Mbak Rina melengos pergi ke dalam rumah. 

Mama mencibirkan bibirnya sebelum pergi mengikuti Mbak Rina. Aku hanya menggeleng kepala melihat kelakuan dua mahkluk rese itu. Dikiranya aku tidak bisa makan, tanpa mereka ketahui aku mempunyai simpanan yang banyak di bank. 

Sebelum menikah, aku memang mempunyai tabungan. Hasil jual tanah orang tua di kampung, bapak dan ibu menyuruhku menyimpan uangnya. Mas Andre tidak mengetahui karena aku sengaja tidak memberitahu. 

Ingin melihat sejauh mana perhatian Mas Andre padaku, nyatanya masih setahun Mas Andre sudah menampakan sifat aslinya. Aku beruntung sungguh beruntung, kekehku setelah di dalam rumah. 

Selesai pekerjaan, aku merebahkan tubuh di kursi sambil memainkan ponsel. Membuka aplikasi hijau gagang telepon, ada banyak pesan masuk. Kucoba membaca pesan dari ibu. 

[Assalamualaikum, Ratih. Kamu sehatkan, Nak? Sudah lama kamu enggak pulang, ibu dan bapak rindu] dengan emoticon sedih. 

Segera kuketik balasan untuk ibu. 

[Alhamdulillah, Ratih sehat. Insya Allah, Ratih pulang Bu. Ratih izin dulu sama suami, ibu dan bapak sehatkan?] kukirim. 

Ting! 

[Alhamdulillah, ibu dan bapak sehat. Oh ya, kemarin Nak Bagas datang ke rumah. Katanya dia ingin ketemu kamu, kalo kamu pulang ibu disuruh ngabari] 

Aku terkejut, Bagas? Ada apa lelaki itu ingin bertemu? Apa dia belum bisa melupakanku, apa dia masih sendiri?  Pertanyaan terus menari di kepalaku, tapi aku tetap tidak menemukan jawabannya. Ah, lebih baik aku tanya ibu saja. 

[Memang ada apa Bagas ingin bertemu, Bu?] 

[Ibu juga enggak tau, Ratih. Bagas enggak ada bilang, katanya penting gitu] 

Aku menghela nafas, ibu tidak tau. Jadi aku mesti tanya langsung pada Bagas, tapi bagaimana aku sendiri tidak tau nomer HP nya. Ya sudahlah nanti saja kalo bertemu, semoga Mas Andre tidak mengetahuinya. Segera kuhapus semua pesan dari ibu agar tidak dibaca suamiku. 

Pesan selanjutnya dari asistenku Nova, dia kutugaskan mengawasi restoran. Ya diam-diam tanpa sepengetahuan Mas Andre, aku membuka usaha rumah makan. Walau baru jalan beberapa bulan tapi perkembangannya cukup pesat. 

Restoran ini awalnya berdiri setelah Mas Andre memangkas uang belanja. Jadi aku berpikir keras untuk mencari uang sendiri, berjaga kalo suatu saat rumah tanggaku terancam. 

Menyimpan uang dalam jumlah banyak di rumah itu juga kurang bagus, bila ketahuan Mas Andre dan keluarganya bisa-bisa habis diporoti mereka. 

Makanya walaupun Mas Andre berubah pelit, aku tetap bertahan karena berharap Mas Andre bisa berubah. Lagian kalaupun kami sering ribut karena aku tidak masak, tapi aku tetap bisa makan. 

[Nova, tolong seperti biasa kamu antar makanan ke rumah saya ya!] pesan kukirim pada Nova. 

[Baik, Bu. Apa saja lauk yang ibu inginkan?] balas Nova. 

Aku terdiam sebentar, ah tiba-tiba tadi aku teringat mama mertua ingin ayam goreng, pasti mereka makan di restoran tanpa mengajakku. Jadi aku ingin mereka terkejut, aku juga bisa makan, kekehku geli. 

[Hari ini, aku ingin ayam goreng, sambel terasi dan gulai nangka] ketikku. 

Diam-diam tanpa sepengetahuan Mas Andre juga Mama dan Mbak Rina, aku sering menghubungi Nova agar mengantarkan masakan dari restoran. Nova mengantarkan agak banyak, sebab untuk makan sore sekalian. Jadi bila malam perutku tetap kenyang, masa bodoh sama Mas Andre. Paling dia makan di luar, itupun bila pulang tidak mau membelikan untukku. 

[Baik, Bu. Apa mau sekarang saya antar?] 

Aku mengintip rumah mertua, untuk memeriksa apakah mereka sudah pergi. Sepi, kucoba keluar pura-pura mencabut rumput. Tidak lama terdengar suara tertawa mereka dari dalam, akhirnya mereka keluar. 

Aku mengerinyitkan dahi melihat penampilan mereka, gaya dandan Mbak Rina cetar membahana dan tidak ketinggalan mamanya juga sama. Aku tertawa geli. 

Melihatku sibuk mencabuti rumput, membuat Mbak Rina ingin membuatku iri. "Eh, Ratih. Kami pergi dulu ya! Jangan lupa sekalian rumput sini kamu bersihkan. Hahahaha ...." 

"Ogah, bersihkan sendiri! Memang kalian mau kemana?" tanyaku pura-pura tidak tau. 

"Kami mau makan di restoran, kenapa kamu mau ikut?" tanya Mama berkacak pinggang. 

"Ikut, kalo kalian mau bayari makanku," kataku merengek walaupun aku tau mereka pasti tidak mau mengajakku. 

"Enggak usah di ajak, Ma! Nanti duit kita habis, biar aja Ratih di rumah makan batu. Bukankah gara-gara dia enggak masak, makanya kita jadi keluar uang," desis Mbak Rina mencibir. 

"Bener juga yang kamu bilang, biar Ratih sekali-kali merasakan enggak bisa makan. Walaupun dia enggak masak tapi kita tetap bisa makan di luar, Andre enggak mungkin membiarkan kita kelaparan," sahut Mama bangga. 

"Kalo tau begitu, seharusnya Mbak Rina masak dong, Bu! Mulai sekarang kalian pikirkan sendiri urusan perut, aku ogah masak sebelum Mas Andre menambah jatah uang belanja," ucapku meninggi. 

"Dasar mantu tak tau di untung, sudah bersyukur anakku menikahimu. Kalo enggak kamu masih di kampung jadi gembel," ujar Mama mencela kembali. 

"Prok, prok, prok ... Hebat Ma, sebenarnya siapa yang enggak tau di untung disini, kalian atau aku?" kataku sambil menunjuk. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Pernikahan

    Hari Minggu pun tiba, dari pagi sudah sudah mulai terlihat kesibukan. Para tetangga yang rewang sudah banyak yang berdatangan, membantu memasak di dapur. Sedari malam aku luluran dan memakai inai, sengaja sebelum subuh aku mandi agar segar seharian saat menjadi pengantin. Walaupun sudah pernah menikah tapi perasaan gugup dan tegang itu masih ada. Perias pengantin yang mendandani aku juga tak makan waktu lama karena sudah profesional dan ahli. Hingga Mas Gun dan keluarga besar datang, dimulailah ijab qobul. Aku duduk di sebelah Mas Gun yang dipakaikan selendang putih di kepala. Dengan lancar Mas Gun mengucap ijab qobul, yang dijawab sah oleh penghulu dan hadirin. Acara berlanjut hingga temu pengantin sampai selesai lalu setelah duduk di pelaminan maka anggota perwiritan ibu-ibu yang mendapat giliran marhaban. Bunyi gendang yang ditabuh serta doa dan nyanyian pengantin mengiringi. "Tiara, kamu cantik sayang!" bisik Mas Gun setelah acara selesai. Kami berdua tinggal duduk saja meny

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Sebar undangan

    Akhirnya sampai juga di kampung, aku membangunkan Nova yang terlelap tidur. Aku tak bisa tidur sama sekali karena Mas Gun mengajak ngobrol dan tertawa. "Mas, kejadian penculikan ini jangan beritahu pada orang tuaku ya! Tiara nggak ingin mereka jadi khawatir," kataku sebelum turun dari mobil. Mas Gun mengangguk dan mengedipkan matanya. Nova juga sudah kuperingatkan, lalu turun membantu mengambil koper di bagasi. Ibu menyambut kedatangan kami dengan senyum. "Oh, udah sampai kamu Nak! Datangnya kok rame-rame gini?" "Iya, Bu! Tadi sebenarnya cuma Nova yang akan mengantar, tapi Mas Gun minta ikut, katanya kangen sama ibu. Iya kan, Mas!" ujarku terkekeh. Mas Gun gelagapan karena sandiwaraku lalu terpaksa mengangguk juga. Mas Gun pasti tak menyangka aku sampai berkata itu. "Ya udah, ayo masuk dulu. Kebetulan ibu udah siap masak, kita makan dulu. Kalian pasti udah lapar, kan !" ajak ibu. "Assiiaap, Bu!" kelakar Mas Gun. Kami semua tertawa melihatnya, Mas Gun pasti sudah ingin mencicip

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Penyelamatan

    "Jadi, kalian bersengkongkol untuk menculikku!" hardikku marah. "Andre, lepaskan aku! Apa kamu nggak takut ditangkap polisi, pikirkan ibumu," sergahku. "Hahahaha ... Kamu pikir Andre akan mendengarkanmu setelah apa yang kamu perbuat pada dirinya. Kamu sungguh licik, dasar wanita penggoda yang merampas kebahagiaan orang!" cemooh Mona mencibir sinis. "Merampas kebahagiaan siapa? Kebahagiaan kamu gitu? Cih, seharusnya kamu tau diri kalo Mas Gun nggak tertarik padamu sedikitpun. Dasar penguntit!" aku kembali mengejeknya. Plak! "Apa kamu bilang? Penguntit? Awalnya aku mengejar Gunawan dan akan mendapatkannya tapi kamu datang merusak semua usahaku. Jadi, kamu harus membayarnya," ucap Mona meninggi. Pipiku yang ditampar terasa sakit dan perih. Kulihat Andre cuma diam saja, aku celingukan mencari Nova. Kemana dia? Nova pasti di tempat lain. "Andre, mau kita apakan ini Ratih?" tanya Mona melirik Andre. Andre cuma diam memandangku, lalu memandang kedua kakiku yang sedikit terbuka hingga

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Diculik

    Hari pernikahan tinggal seminggu lagi, persiapan sudah delapan puluh persen. Tinggal menyebar undangan, untuk pesta di kampung memang tak banyak. Sekitar seribu undangan saja, karena kami pun tak banyak kenalan. Di kampung, ibu sudah menelepon memberitahukan persiapan pernikahan. Surat undangan sudah siap dicetak, tinggal menungguku datang untuk mengundang siapa saja. Ibu menyuruhku seminggu sebelum akad, sudah pulang. Aku pun mempersiapkan diri termasuk urusan restoran. Semua karyawan aku liburkan sehari pas pesta pernikahan. Mereka menyambut dengan gembira, setelah mendengar aku akan menikah. Mereka ingin menghadiri pernikahanku, aku bilang nanti saja saat pesta ke dua di gedung. Agar tidak terlalu jauh dari tempat tinggal, mereka pun menyetujuinya. Gegas aku masukkan baju ke koper, selama seminggu aku akan berada di kampung. Setelah seminggu pesta di kampung baru ngunduh temanten di gedung. Nova membantuku membawa koper, lalu memasukkan ke bagasi mobil. Sengaja meminta Nova ya

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Penguntit

    Mas Gun kembali mengajak ke Mall, membeli barang untuk hantaran nanti. Kali ini aku yang memilih karena aku yang tau ukurannya, seperti mukena set, sepatu, sampai BH dan CD hingga saat aku mengangkatnya Mas Gun memalingkan wajah karena malu. Aku pun tertawa terbahak-bahak. "Oh iya, Mas gimana ranjang dan lemari apa udah disiapkan juga?" tanyaku kepo. "Sudah disiapkan Mama jauh-jauh hari, udah ada di rumah. Apa Tiara mau melihat ke rumah?" tanya Mas Gun. "Boleh, Mas! Tiara juga ingin tau kan blom pernah ke rumah Mas, sekalian ketemu Mama Laras," jawabku. Tentu saja ke rumah Mas Gun juga bagus, barang-barang yang dibeli tadi juga di taruh di rumah Mas Gun dulu. Di bungkus yang cantik untuk hantaran nanti. Setibanya di depan gerbang rumah, lagi-lagi aku melongo. Ini kan bukan rumah tapi istana, indah dan besar. Bahkan halaman yang begitu luas membuat mobil agak masuk ke dalam lagi. Mas Gun memencet mobil, terlihat satpam tergopoh-gopoh membuka gerbang. Mas Gun melajukan mobilnya ma

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Membeli cincin

    Hari pernikahan dengan Mas Gun semakin dekat. Rencana setelah sidang cerai selesai, dalam dua minggu Mas Gun akan melamarku. Masa iddahku juga sudah selesai, kusambut dengan bahagia hari yang akan membawaku menuju pelaminan. Ibu sudah balik kampung duluan untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan aku masih di restoran mengurus segala tetebengeknya. Sesuai musyawarah, pesta pernikahan akan diadakan dua kali. Pertama di kampung dan kedua di gedung. Siang itu Mas Gun datang, seperti biasa akan makan siang. Kali ini dia datang sendiri, sekalian membicarakan pernikahan kami. "Tiara, Mas sungguh senang saat mendengar ceritamu tentang sidang itu. Apalagi Mama udah nggak sabar melihat kita menikah," kata Mas Gun cekikan. "Alhamdulillah, Mas! Sidang berjalan lancar. Gimana persiapan pernikahan kita Mas?" tanyaku menatap pria tampan di depanku. "Untuk mahar, Tiara mau yang mana? Oh iya siap makan kita akan mencari cincin nikah dulu, kamu mau kan?" "Baik, Mas! Kalo gitu Tiara siap-siap dul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status