Share

Ipar rese

Aku yang mendengarnya terkejut, kenapa malah jadi gosip.

"Maaf, ibu-ibu kalo enggak tau jangan sembarang ngomong ya! Selain Mas Andre, Mama dan Mbak Rina juga numpang makan di rumahku," kataku tegas. 

"Itu bukan numpang, tapi sudah sewajarnya seorang ibu makan di rumah anaknya. Apalagi Andre anak laki-laki memang seharusnya dia yang mengurus mamanya," timpal Bu Ratna.   

Aku malas menjawabnya lagi, buat apa? Lagian aku belanja banyak juga untuk makan mertua dan kakak ipar. Dulu sewaktu baru menikah memang untuk makan berdua saja. Namun, mereka mulai beralasan masakanku enak dan tidak ada uang untuk masak. 

Mas Andre juga masih memberiku uang belanja lima ratus seminggu. Jadi aku bisa mengatur untuk semuanya, tapi sejak menjadi gosip Mas Andre segera memangkas uang belanja menjadi lima puluh ribu seminggu. Saat itulah pertengkaran dimulai sampe sekarang. 

"Eh, Ratih sudah sana masak! Mama mau makan ayam goreng, jangan lupa beli yang banyak untuk cucuku," titah Mama. 

"Kalo Mama mau makan ayam goreng, suruh saja Mbak Rina masak. Cucu Mama 'kan anaknya Mbak Rina, juga kalian lagi banyak uang!" sungutku kesal. 

"Enak saja, aku nanti mau pergi nyalon. Memasak itu tugasmu, ingat nanti aku adukan sama Andre kalo kamu enggak mau masak," ancam Mbak Rina.

"Terserah, aku juga enggak ada uang. Apa kalian mau makan batu?" ejekku menaikan bahu. 

"Mantu jahat kamu, menyuruh kami makan batu. Ntar biar Andre menghajarmu baru tau rasa!" Mama ikut mengancam. 

"Silahkan kalo berani, biar aku laporkan ke polisi. Biar anak Mama itu masuk penjara dan kalian enggak bisa pegang uang lagi. Hahahaha ..." Aku tertawa puas. 

"Dasar gila, sudah yuk Ma! Kita makan di restoran aja, enggak usah ngajak Ratih. Biar dia sendiri yang makan batu," kata Mbak Rina melengos pergi ke dalam rumah. 

Mama mencibirkan bibirnya sebelum pergi mengikuti Mbak Rina. Aku hanya menggeleng kepala melihat kelakuan dua mahkluk rese itu. Dikiranya aku tidak bisa makan, tanpa mereka ketahui aku mempunyai simpanan yang banyak di bank. 

Sebelum menikah, aku memang mempunyai tabungan. Hasil jual tanah orang tua di kampung, bapak dan ibu menyuruhku menyimpan uangnya. Mas Andre tidak mengetahui karena aku sengaja tidak memberitahu. 

Ingin melihat sejauh mana perhatian Mas Andre padaku, nyatanya masih setahun Mas Andre sudah menampakan sifat aslinya. Aku beruntung sungguh beruntung, kekehku setelah di dalam rumah. 

Selesai pekerjaan, aku merebahkan tubuh di kursi sambil memainkan ponsel. Membuka aplikasi hijau gagang telepon, ada banyak pesan masuk. Kucoba membaca pesan dari ibu. 

[Assalamualaikum, Ratih. Kamu sehatkan, Nak? Sudah lama kamu enggak pulang, ibu dan bapak rindu] dengan emoticon sedih. 

Segera kuketik balasan untuk ibu. 

[Alhamdulillah, Ratih sehat. Insya Allah, Ratih pulang Bu. Ratih izin dulu sama suami, ibu dan bapak sehatkan?] kukirim. 

Ting! 

[Alhamdulillah, ibu dan bapak sehat. Oh ya, kemarin Nak Bagas datang ke rumah. Katanya dia ingin ketemu kamu, kalo kamu pulang ibu disuruh ngabari] 

Aku terkejut, Bagas? Ada apa lelaki itu ingin bertemu? Apa dia belum bisa melupakanku, apa dia masih sendiri?  Pertanyaan terus menari di kepalaku, tapi aku tetap tidak menemukan jawabannya. Ah, lebih baik aku tanya ibu saja. 

[Memang ada apa Bagas ingin bertemu, Bu?] 

[Ibu juga enggak tau, Ratih. Bagas enggak ada bilang, katanya penting gitu] 

Aku menghela nafas, ibu tidak tau. Jadi aku mesti tanya langsung pada Bagas, tapi bagaimana aku sendiri tidak tau nomer HP nya. Ya sudahlah nanti saja kalo bertemu, semoga Mas Andre tidak mengetahuinya. Segera kuhapus semua pesan dari ibu agar tidak dibaca suamiku. 

Pesan selanjutnya dari asistenku Nova, dia kutugaskan mengawasi restoran. Ya diam-diam tanpa sepengetahuan Mas Andre, aku membuka usaha rumah makan. Walau baru jalan beberapa bulan tapi perkembangannya cukup pesat. 

Restoran ini awalnya berdiri setelah Mas Andre memangkas uang belanja. Jadi aku berpikir keras untuk mencari uang sendiri, berjaga kalo suatu saat rumah tanggaku terancam. 

Menyimpan uang dalam jumlah banyak di rumah itu juga kurang bagus, bila ketahuan Mas Andre dan keluarganya bisa-bisa habis diporoti mereka. 

Makanya walaupun Mas Andre berubah pelit, aku tetap bertahan karena berharap Mas Andre bisa berubah. Lagian kalaupun kami sering ribut karena aku tidak masak, tapi aku tetap bisa makan. 

[Nova, tolong seperti biasa kamu antar makanan ke rumah saya ya!] pesan kukirim pada Nova. 

[Baik, Bu. Apa saja lauk yang ibu inginkan?] balas Nova. 

Aku terdiam sebentar, ah tiba-tiba tadi aku teringat mama mertua ingin ayam goreng, pasti mereka makan di restoran tanpa mengajakku. Jadi aku ingin mereka terkejut, aku juga bisa makan, kekehku geli. 

[Hari ini, aku ingin ayam goreng, sambel terasi dan gulai nangka] ketikku. 

Diam-diam tanpa sepengetahuan Mas Andre juga Mama dan Mbak Rina, aku sering menghubungi Nova agar mengantarkan masakan dari restoran. Nova mengantarkan agak banyak, sebab untuk makan sore sekalian. Jadi bila malam perutku tetap kenyang, masa bodoh sama Mas Andre. Paling dia makan di luar, itupun bila pulang tidak mau membelikan untukku. 

[Baik, Bu. Apa mau sekarang saya antar?] 

Aku mengintip rumah mertua, untuk memeriksa apakah mereka sudah pergi. Sepi, kucoba keluar pura-pura mencabut rumput. Tidak lama terdengar suara tertawa mereka dari dalam, akhirnya mereka keluar. 

Aku mengerinyitkan dahi melihat penampilan mereka, gaya dandan Mbak Rina cetar membahana dan tidak ketinggalan mamanya juga sama. Aku tertawa geli. 

Melihatku sibuk mencabuti rumput, membuat Mbak Rina ingin membuatku iri. "Eh, Ratih. Kami pergi dulu ya! Jangan lupa sekalian rumput sini kamu bersihkan. Hahahaha ...." 

"Ogah, bersihkan sendiri! Memang kalian mau kemana?" tanyaku pura-pura tidak tau. 

"Kami mau makan di restoran, kenapa kamu mau ikut?" tanya Mama berkacak pinggang. 

"Ikut, kalo kalian mau bayari makanku," kataku merengek walaupun aku tau mereka pasti tidak mau mengajakku. 

"Enggak usah di ajak, Ma! Nanti duit kita habis, biar aja Ratih di rumah makan batu. Bukankah gara-gara dia enggak masak, makanya kita jadi keluar uang," desis Mbak Rina mencibir. 

"Bener juga yang kamu bilang, biar Ratih sekali-kali merasakan enggak bisa makan. Walaupun dia enggak masak tapi kita tetap bisa makan di luar, Andre enggak mungkin membiarkan kita kelaparan," sahut Mama bangga. 

"Kalo tau begitu, seharusnya Mbak Rina masak dong, Bu! Mulai sekarang kalian pikirkan sendiri urusan perut, aku ogah masak sebelum Mas Andre menambah jatah uang belanja," ucapku meninggi. 

"Dasar mantu tak tau di untung, sudah bersyukur anakku menikahimu. Kalo enggak kamu masih di kampung jadi gembel," ujar Mama mencela kembali. 

"Prok, prok, prok ... Hebat Ma, sebenarnya siapa yang enggak tau di untung disini, kalian atau aku?" kataku sambil menunjuk. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status