Share

Pertengkaran

Mutiara Rezeki, begitulah nama restoran yang kumiliki. Pasti Mbak Rina dan mama tidak menyangka aku bisa membeli makanan di restoran itu. 

"Darimana kamu punya uang untuk beli ini?" tanya Mama kepo. 

Aku cuma senyum-senyum tanpa menjawab pertanyaan Mama. "Oh, jadi tadi kalian makan di restoran Mutiara ya!" 

"Maaf aku enggak tau, Ma. Kalo tau tadi aku pasti ikut gabung kalian, sayangnya aku cuma pesan online." Wajah sengaja kubuat sedih. 

"Jawab Mama, dari mana kamu punya uang untuk beli makanan ini, hah?" hardik Mama. 

"Ya uangku lah, jadi darimana lagi," jawabku pura-pura takut. 

"Kamu sudah membohongi kami, kalo tau kamu ada uang bagusnya tadi masak dong! Jadi kami enggak usah perlu keluar uang untuk makan," kata Mama sewot. 

"Iya, Ma. Kita sudah dibohongi, uang Andre dipakai makan sendiri. Ntar kita lapor saja nanti sama Andre biar kapok!" ujar Mbak Rina menimpali. 

"Silahkan lapor, lagian ini pakai uangku bukan uang Andre. Apa kalian tak ingat sudah berapa bulan Andre cuma ngasih jatah belanja lima puluh ribu. Jangankan sisa, bahkan kekurangan itu sudah numpuk jadi hutang di warung. Jadi mana mungkin itu uang Andre," desisku meninggi. 

"Enggak usah bohong kamu, pasti diam-diam kamu enggak masak karena menyimpan uang belanja 'kan! Dan itu sebabnya kamu jadi berhutang di warung, manalagi dua juta. Pasti uang simpananmu sudah sampai jutaan," kata Mama dengan suara keras. 

"Terserah Mama mau bilang apa, pokoknya ini uangku bukan uang Andre dan Andre enggak ada hak untuk menyentuh uangku. Sudahlah, aku ngantuk karena kekenyangan. Sore nanti kalian pikir saja sendiri mau makan apa," ucapku sambil berlalu dan masuk kerumah. 

"Dasar mantu tak tau diri, huh nyesel aku sudah nikahi kamu dengan Andre!" teriak Mama. 

"Sudah Ma, ebggak usah diladeni lagi. Ntar di dengar tetangga 'kan kita jadi malu, kita masuk ke rumah saja istirahat," bujuk Rina pada Mama. 

Aku yang mengintip mereka dari balik jendela hanya menghela nafas. 'Aku pun nyesel Ma, punya suami yang selalu menuruti kata Mama. Apa kalian pikir aku enggak tau bahwa kalian yang sudah menghasut Mas Andre. Karena itu aku masih coba menunggu, semoga saja anak Mama itu berubah kalo tidak terpaksa aku tinggalkan' gumamku dalam hati. 

***

Sorenya saat aku baru siap mandi dan berganti baju di kamar terdengar teriakan Mas Andre di luar. Tanpa mengucap salam, Mas Andre langsung melabrakku di kamar. 

"Ratih ... Apa yang kamu perbuat pada Mama dan Mbak Rina? Dasar mantu durhaka kamu!" teriakan Mas Andre menggelegar di seluruh kamar. 

"Memangnya apa yang kulakukan, Mas? Aku tidak berbuat apapun pada Mama atau Mbak Rina," jawabku masih santai. 

"Kalo enggak berbuat apa-apa, kenapa mereka berdua nangis, hah? Apa kamu marahi mereka?" tanya Mas Andre dengan kasar. 

Jadi mereka mengadu pada Mas Andre dan mengatakan yang bukan-bukan. Sungguh tidak bisa terus dibiarkan, aku menatap mata suamiku terlihat kebencian padaku di sana. Apakah kamu tidak menyayangiku lagi, Mas? Di mana perasaan cinta yang selalu kamu ucapkan itu. 

"Jawab Ratih! Mereka bilang kamu enggak masak, hingga mereka kelaparan. Tapi malah kamu pesan makanan sendiri dan enggak mau membelikan mereka. Gitu 'kan hah!" 

"Mas, mereka bohong! Justru mereka yang makan di restoran, mereka juga enggak mau mengajakku. Jadi, aku pesan sendiri pakai uangku," jawabku jujur. 

"Jadi, benar kamu pesan sendiri 'kan! Kamu tega buat mereka kelaparan, istri macam apa kamu. Dibiarkan malah ngelunjak, mau di hajar kamu!" bentak Mas Andre mengangkat tangannya. 

"Apa Mas mau menamparku? Ayo tampar kalo berani," kataku emosi sambil mendekatkan wajahku. 

Mas Andre menurunkan tangannya, sepertinya tidak menyangka aku semakin berani. Ya kini aku tidak mau lagi mengalah, sekali dia menamparku aku akan pulang kerumah orang tuaku. 

"Ratih, bisa enggak kamu sedikit menurut? Cuma mereka keluarga yang kumiliki, kalo enggak menyayangi mereka lantas siapa lagi." Kali ini suara Mas Andre melunak. 

"Aku tau, Mas. Tapi bukan gini caranya, selama ini Mas enggak mau mendengarkanku. Tanpa bertanya padaku, Mas memangkas uang belanja jadi lima puluh ribu seminggu. Aku jadi terpaksa hutang di warung Wak Narti, kalo Mas enggak percaya tanyakan saja sama Wak Narti," kataku sedikit terisak. 

"Mama bilang tadi kamu punya uang untuk beli makanan mahal di restoran. Jadi karena itu kamu enggak masak dan menyimpan uang belanja untuk keperluanmu sendiri. Sungguh licik kamu." Mas Andre kembali emosi. 

"Uang kamu Mas? Kamu enggak ingat atau perlu kuingatkan, sejak kapan uang kamu? Uang belanja yang Mas kasih sedikitpun enggak bersisa, jadi darimana aku nyimpan?" sungutku kesal. 

"Jadi, darimana kamu ada uang kalo bukan uang yang kukasih? Apa jangan-jangan kamu mencuri uang di dompetku, iya kan!" 

Plak !! 

Aku menampar pipi Mas Andre, dia terkejut dan wajahnya merah menahan amarah. 

"Jangan fitnah kamu, Mas. Apa selama ini kamu ada kehilangan uang? Tidak 'kan, aku bahkan enggak pernah menyentuh sedikitpun uang Mas, malah Mas royal memberi pada Mama dan Mbak Rina. Sedangkan aku, sebagai istri sudah enggak Mas beri nafkah lagi." 

"Selama ini aku sudah bersabar menerima perlakuan kalian semua, aku diam bukan berarti mengalah. Aku hanya ingin Mas berubah seperti dulu, nyatanya semakin lama Mas semakin membuat aku menderita. Mas lebih menuruti kata Mama dibanding aku, kalo begitu ceraikan aku!" ancamku. 

"Apa?" Mas Andre terkejut. 

Sepertinya dia tidak menyangka kata cerai itu keluar dari mulutku. Aku juga tidak main-main dengan keputusanku, kalo dia bisa bersikap tegas padaku, aku pun sebaliknya. 

Aku pun tau sebagai istri haram meminta cerai, karena tidak akan mencium bau surga. Akan tetapi, kalo suami model begini bukan lagi haram tapi suatu yang wajar. 

Aku tidak mungkin diam saja kalo dipukul atau dianiaya, aku masih muda tidak mau mati konyol di tangan suamiku. Aku hanya ingin memberi dia kesempatan, kalo dia mau berubah Alhamdulillah, kalo tidak ya sudah aku mundur. 

"Katakan sekali lagi, Ratih!" teriak Mas Andre. 

"Ceraikan aku Mas! Kembalikan aku baik-baik pada orang tuaku seperti dulu Mas meminta aku jadi istrimu," kataku tajam. 

Plak !!

Tiba-tiba Mas Andre menamparku, aku sedikit terhuyung karena tamparannya yang kuat. Aku tersentak, ternyata suamiku tega melakukan itu. Aku tidak habis pikir. 

"Ratih, maafkan Mas ya! Mas enggak bermaksud menyakitimu," sesalnya sambil memegang tanganku. 

Kutepis tangannya kasar, dengan berurai air mata aku mengambil koper lalu memasukkan semua bajuku kedalamnya. 

"Ratih, apa yang kamu lakukan? Hendak kemana kamu?" Mas Andre terus mengguncang tanganku. 

"Lepaskan aku, Mas! Aku mau pulang kerumah orang tuaku, enggak sudi lagi berada disini. Mas sudah menamparku, aku anggap itu kekerasan yang kamu lakukan untukku," kataku emosi. 

"Enggak Ratih, kamu enggak boleh pergi. Kamu masih istriku, kamu harus patuh padaku. Aku ini suamimu, durhaka kamu kalo melawan suami," ucap Mas Andre mencengkeram tanganku yang hendak pergi. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sel Lena
sangat menarik
goodnovel comment avatar
Wahyu Sudaryanti
km jg nampar suamimu Ratih itu jg kdrt loh bukan hanya suami pd istri, istri yg kasar pd suami jg kdrt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status