🌷🌷🌷🌷🌷
#Pov Humaira
Setelah seminggu berada di rumah Om Burhan aku pun pulang ke kampung halamanku di Bandung, diantar oleh Angga dan Rani, sesampainya di rumah, Mamah sangat kaget mengetahui putrinya tiba-tiba pulang bersama orang lain pula.
Aku pun menceritakan perihal kehidupan rumah tanggaku kepada Mamah, tanpa ada yang ku tutup-tutupi, Mamah sangat sedih dan terpukul mengetahui anaknya menderita, beliau lalu memelukku, menguatkanku, dari keterpurukan.
Berhari-hari aku dirumah, selama itu juga aku tak pernah keluar rumah, apalagi sejak menerima surat panggilan gugatan cerai dari pengadilan agama, aku nencoba menata hati, menguatkan diri dengan semakin mendekatkan diri ini pada-Nya.-
Aku sengaja tak menghadiri sidang perceraianku, biar prosesnya lancar, barulah pada sidang yang ketiga aku menghadiri nya untuk mendengar kan ikrar talak dari Bang Imron.
Selama sidang, Ia terus saja mencuri pandang terhadapku, namun aku tak peduli, aku hanya fokus mendengarkan jalannya persidangan.
Aku tak menuntut harta apapun, seandainya diberi pun aku tak akan menerimanya, aku sama sekali tak mau lagi berurusan dengan Bang Imron, yang sebentar lagi menjadi mantan suamiku, biarlah aku mandiri, tanpa dibayang-bayangi harta Bang Imron.
Setelah hakim menjelaskan secara terperinci tadi, barulah aku tau, ternyata selama ini Bang Imron telah membohongiku yang dulu hanya mengaku sebagai karyawan biasa dengan gaji yang kecil, padahal sudah naik pangkat menjadi manager keuangan, entah apa tujuannya sehingga ia tega membohongiku. Pantas saja ia selalu berpakain rapi dan berdasi, beda dengan dulu yang hanya memakai baju karyawan biasa, tiap kali ditanya dia selalu marah, jadi malas mau bertanya lagi.
Selesai persidangan, aku pun melenggang pergi tanpa mempedulikan tatapannya yang, entahlah. Aku segera berjalan cepat menuju parkiran dan segera menaiki mobil.
Sayangnya Mamah dan Teh Hilma tak bisa ikut karena sedang sibuk menerima pesanan catering.
Sekilas kulihat Bang Imron berada tak jauh di belakangku, rupanya ia mengejarku. Setelah dalam mobil, barulah aku berani memandang nya lewat kaca jendela mobil. kulihat ia hendak melambaikan tangannya dan akan mengucapkan sesuatu, tapi sayangnya mobil segera meluncur meninggalkan tempat ini, ya disinilah tempat pertemuan terakhir kami, tanpa suara tanpa kata-kata.
Kini predikat janda kusandang, entah bagaimana kehidupanku kedepannya dengan status baruku ini, bagiku bisa lepas dari Bang Imron adalah hal yang terbaik, seolah aku baru keluar dari penjara dan sekarang tengah menghirup udara kebebasan.
Persidangan sebenarnya dilakukan di Bandung, namun adikku Haikal memaksa untuk merental mobil avanza milik temannya, biar nyaman katanya.
"Gimana Teh, lancar? tanya Haikal yang duduk didepan disamping temannya itu yang fokus mengendarai mobil.
"Lumayanlah. Coba tadi temenin Teteh. Tadi Teteh agak sedikit grogi," ucapku.
"Ih gak mau ah, males harus ketemu sama suami Teteh mah, takut emosi nanti aku," ucap adikku menolak.
"Ah dasar penakut," ucap Adit temannya Haikal, lalu kami pun tertawa.
"Alhamdulilah sampai juga" ucapku, sambil menyodorkan sejumlah uang kepada Adit.
"Makasih Teh." Ucapnya sambil menganggukkan kepala.
Mamah menyambut kami di depan pintu, akupun memeluk ibu sambil berurai air mata tanpa sanggup berkata-kata lagi walaupun aku terlihat kuat di mata Bang Imron, namun hatiku sesungguhnya rapuh.
"Yang udah ya udah Neng, jangan ditangisi pria kayak gitu, mudah-mudahan nanti tergantikan dengan yang lebih baik," ucap Mamah
" Iya Mah." Ucapku menuruti perkataan Mamah sambil melepaskan pelukan dan menghapus airmata.
" Mumpung masih muda, jalan masih panjang jangan sia-siakan hidup, harus bisa bangkit mulai dari sekarang," ucapnya lagi.
***Hari-hariku disibukkan dengan membantu usaha catering mamah, semenjak bapak meninggal, mamahlah yang menjadi tulang punggung keluarga, gaji pensiun bapak, sebagian disisihkan untuk membuka warung nasi kecil-kecilan didepan rumah, terkadang membuat kue dan gorengan untuk dijual.
Perlahan namun pasti warung nasi mamah mulai berkembang, ada juga yang memesan catering, karena masakan mamah yang enak dan cocok dilidah, harga pun terjangkau.
Awal mulanya mamah menolak dengan alasan kurang modal tapi para pelanggan bersikukuh dan mau membayar di awal.
Semenjak itu pesanan catering pun mulai berdatangan, usaha mamah semakin lancar.
Aku pun ikut mempromosikan di media sosial, begitu pun Teh Hilma dan Haikal kami sekeluarga bahu membahu membesarkan usaha mamah.
Aku menyibukkan diriku sendiri, sehingga aku pun mulai melupakan kesedihanku, tak ada gunanya rasanya jika terus menerus meratapi kegagalan nasib rumah tanggaku.
"Mah, yang pesan donat nanti aku yang ngerjakan ya? Nanti Haikal nu nganterin." Ucapku sambil menatap layar hp membaca pesanan yang masuk lewat aplikasi W******p.
HP pintar yang tidak terlalu mahal yang dibelikan mamah beberapa bulan yang lalu, namun sangat berguna untuk kemajuan bisnis kami.
kalo Bang Imron boro-boro mau belikan hp, tak ada satu pun pemberian nya selain mas kawin dulu itu seperangkat alat sholat dan emas 5 gram, itu pun emasnya diambil lagi, butuh uang alasannya, dan aku hanya diberi seratus ribu buat gantinya.
Selain bisnis kuliner aku pun mencoba berbisnis onlen bidang pakaian jadi dan kosmetik, dari keuntungan nya kugunakan untuk modal usaha kuliner kami, karena memang modal kami terbatas, sekecil apapun pemasukan dan pengeluaran kami akan kami catat.
Haikal yang masih sekolah di kelas 2 SMKN jurusan Akuntansi bertugas mencatat siklus keuangannya, ini pun idenya dia.
Sementara Teh Hilma sudah berumahtangga dan memiliki dua orang anak yang pertama Hilya kelas 5 sd dan yang kedua Zahwa kelas tiga sd, bertugas menjadi asisten mamah sebagai juru masak, suaminya Kang Hadi menjadi kurir, sebelum di PHK pihak perusahaan karena ada pengurangan karyawan akibat virus corona.
***
Hai teman-teman, terimakasih sudah mampir di ceritaku ya,
Ditunggu like dan komentar serta kritik dan sarannya ya teman-teman,
Dukung terus karya-karya Othor ya? biar Othor semangat lagi up nya,
Jangan-jangan lupa juga untuk subscribe dan juga follow akun Othor ya,
Terimakasih
"Kenapa, Kal? Bolak-balik aja," ucap Hadi,"Mendingan makan dulu, keburu dingin nanti!" imbuhnya lagi."Ini Teh Huma, belum nyampe juga jam segini, aku kan jadi khawatir, Kang" jawab Haikal."Telepon juga nggak aktif," imbuhnya lagi."Coba telepon Laura, handphone Huma paling lowbat." Kang Hadi menambah porsi makannya."Ayo makan dulu, biar bisa berfikir jernih," ucap Hadi."Iya deh." Haikal bergabung bersama Kang Hadi di meja makan.Keesokan harinya, Imron dan keluarga sudah bersiap-siap untuk
# Beberapa hari kemudianSuasana pagi hari di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta cukup ramai, Haikal, Hadi dan keluarga Bang Togar, berjalan beriringan menaiki kapal KM Kelud yang berkapasitas dua ribu orang penumpang, yang tidak lama lagi akan berangkat.Mereka hendak berlayar menuju ke pelabuhan Belawan Medan Sumatera Utara, namun harus transit di beberapa titik sebelum sampai di tujuan akhir, mereka akan berlayar selama tiga hari dua malam.Haikal dan Kang Hadi sangat menikmati perjalanan panjang mereka, ini merupakan pengalaman mereka yang pertama menaiki kapal laut, karena selama ini belum pernah bepergian jauh keluar dari pulau Jawa.Humaira dan beberapa orang yang lainnya akan terbang menaiki pesawat dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Bandara Kualanamu kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara tiga hari kemudian.Saat ini ia sedang bersiap-siap m
"Mungkin Laras sama Laura mau ikut." Humaira menoleh ke arah Laras dan Laura.Laras dan Laura saling berpandangan, kemudian mereka menjawab hampir bersamaan."Tengok saja nanti," jawab mereka."Nanti kalau mau pergi, sama-sama kita ya?" ucap Togar.Ketika sedang asyik berbincang, tiba-tiba gawai milik Togar berbunyi, ia pun segera mengangkat telepon."Kebetulan sekali, si Imron video call, kuangkat dulu ya,"ucapnya.["Assalamualaikum Imron apa kabar? "] Togar melambaikan tangannya ke arah layar handphonenya.["Horas bah! Macam mana kabar di sana, kawan?"] balas Imron.["Kamipun sehat-sehat semua di sini,"] jawab Togar.["Bagaimana Togar sudah kau bilang sama keluarga Humaira tentang acara pernikahanku itu?"] tanya Imron.["Sudah, tengok ini! Kami lagi ngumpul di rumah Haikal."] Togar mem
Laras berubah menjadi pendiam dan selalu mengurung diri di dalam kamar, kejadian beberapa hari yang lalu membuatnya menjadi sadar, ia menyesali perbuatannya selama ini."Ayuk! Dipanggil sama mamah Yati, disuruh makan." Laura masuk ke dalam kamar, ia kasihan melihat kakaknya selalu termenung dan menyendiri di dalam kamar."Ayuk nggak lapar," jawabnya singkat.Laura duduk di tepi ranjang, ia menatap Laras yang semakin kusut, rambut dibiarkannya tergerai berantakan, seolah tidak ada lagi semangat hidup."Ayuk pegang apa itu?" Laura melihat Laras menggenggam sesuatu.Laras membuka genggaman di tangannya. kemudian memperlihatkanny
Alex mengambil sesuatu dari saku celananya, kemudian ia hendak menyumpal mulut Laura dengan saputangan yang sudah ia olesi dengan obat bius.Laura mundur beberapa langkah, sehingga Alex yang posisinya masih berada di dalam mobil, sedikit kesulitan untuk melakukan aksinya."Sudah aku duga, kau akan memakai cara-cara licik seperti ini, seperti waktu itu saat kau menjebakku."Laura menatap Alex dengan penuh kebencian."Gara-gara ulahmu itu terpaksa aku menerima lamaranmu," imbuhnya lagi."Bagaimanakah kau bisa mengenaliku, Sayang?" tanya Alex, dengan suaranya yang tidak lagi dibuat-buat."Walaupun kau merubah penampilanmu, tapi a
"Seandainya saja tadi Ayuk aku bisa kita ajak kerjasama untuk menemukan Alex dan komplotannya," ucap Laura."Aku mewakili kakakku, mohon maaf kepada keluarga di sini, atas kelakuannya itu," ucap Laura."Iya, sudah kami maafkan kok, jangan khawatir Laura." balas Humaira."Kamu benar Laura, kakak kamu itu bisa kita ajak kerjasama."Haikal menatap Laura."Laura, tolong ambilkan laptop-ku di kamar," imbuhnya lagi.Laura bangkit dari duduknya, lalu bergegas menuju kamar Haikal, tidak lama kemudian ia pun sudah kembali membawa laptop berwarna hitam dengan layar 14 inci.Haikal mulai membuka laptopnya, ia melihat rekaman CCTV, kini semua orang yang berada di ruang tamu fokus melihat ke arah benda segi empat tersebut."Sepertinya aku kenal dengan pria itu," ucap Laura, ketika melihat Laras turun dari mobil diikuti oleh Hen