Share

6. Mengobrol

Malam semakin larut, kini di dalam kamar Fara, Kenan tampak rebahan di sofa. Sedangkan si empunya kamar duduk selonjoran di atas ranjang, bersandar pada sandaran kepala ranjang sambil memainkan ponselnya.

Meskipun terkesan dingin dan cuek, Kenan sebenarnya memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Ia sangat sadar tentang keadaan hubungannya dengan Fara saat ini. Yakni, dua orang asing yang terpaksa terikat pernikahan tanpa didasari cinta. Jadi, ia memilih untuk tidur terpisah dengan Fara. Fara di ranjang dan dirinya di sofa.

Sudah cukup lama Kenan dalam posisi rebahan nya, namun matanya seakan enggan terpejam. Ia masih terinang-inang dengan petuah yang di berikan Farzan beberapa saat yang lalu. Ia akui petuah itu memang sangat benar adanya. Namun sisi perfeksionisnya dengan tegas menyangkal hal itu. Menurutnya tugas utama seorang dokter adalah menyembuhkan pasiennya. Dan jika sang dokter tidak dapat melakukan itu, maka mereka tidak pantas disebut dokter. Itulah gagasan yang ia pegang selama ini sejak meniti karir di dunia medis.

"Hufh..." sadar tidak sadar Kenan menghembuskan nafas gusar merasa dilema.

Sementara di atas ranjang, Fara yang sejak tadi sesekali mencuri pandang pada suaminya itu, menatap Kenan dengan tatapan rumit. Ia tahu bahwa sang suami tengah di landa keresahan. Dan ia juga tahu perihal keresahan tersebut. Sebenarnya, tadi ia sempat menguping pembicaraan Kenan dan Farzan, termasuk petuah yang diberikan Farzan pada Kenan. Dengan itu, ia sedikit mengetahui tentang kepribadian sang suami yang terkesan perfeksionis. Bagi Fara yang sejatinya pribadi yang supel, kasus Kenan amatlah rumit. Jadi, ia tak tahu bagaimana cara menanggapinya. Selain itu, ia pun segan untuk terlibat di dalamnya.

"Hufh..." Fara ikut menghembuskan nafas gusar seolah tertular keresahan Kenan.

Kenan yang memiliki indera pendengaran yang sangat tajam, cukup jelas mendengar hembusan nafas Fara di dalam keheningan kamar itu. Refleks pria itu berpaling ke sumber suara sembari tetap mempertahankan posisi rebahan nya "Tidak bisa tidur?" tanyanya polos kemudian.

Yang ditanya sontak mendongak dan bertemu tatap dengan Kenan "I-iya." jawab Fara singkat sedikit terbata.

Perlahan Kenan bangkit dari rebahan nya dan duduk tegap sembari menghadap pada Fara "Sepertinya kamu juga sedang keresahan. Ya, wajar sih. Masih kepikiran dengan kegagalan pernikahanmu?" tebaknya sok tahu.

'Kegeglan pernikahan apaan? Aku bahkan sudah lupa tentang itu jika tidak kamu ingatkan. Tidak tahukah Aku resah karena memikirkan mu?' ingin sekali Fara menjawab demikian, sayangnya hanya bisa ia lakukan dalam hati. Sembari memaksakan senyum di sudut bibirnya, Fara mengangguk kaku "Be-begitulah." lagi, jawabnya singkat nan ambigu.

Namun Kenan tidak dapat menangkap keambiguan nya. Dengan polosnya pria itu tersenyum ramah "Mau mengobrol sebelum tidur?" usulnya kemudian.

Sejenak Fara menimbang, sebenarnya ia enggan menerima karena masih merasa canggung terhadap Kenan. Namun pada akhirnya ia mengangguk "Boleh."

Senyuman Kenan semakin lebar "Hmm... Tapi sebelum itu, tidakkah sebaiknya kamu bergabung duduk denganku di sini. Biar lebih nyaman ngobrolnya, tidak berjauhan seperti ini." menjeda sejenak "Atau aku yang ke sana?" lanjutnya sambil menaik turunkan sebelah alisnya menggoda.

Sontak Fara sedikit salah tingkah "Bi-biar saya yang ke sana." jawabnya gelagapan sebelum dengan cepat beranjak.

Kenan terkekeh pelan, merasa sedikit terhibur melihat tingkah istrinya itu yang terkesan imut nan menggemaskan. "Sepertinya kamu sangat bersemangat mengobrol denganku." godanya lagi ketika Fara baru saja mendaratkan bokongnya di sofa seberang saling berhadapan dengan dirinya.

Dan lagi Fara salah tingkah dibuatnya. Tiba-tiba wajahnya terasa panas yang ia yakini, pasti tengah memerah seperti kulit apel matang. Digigitnya sedikit keras bibir bawahnya "Siapa bilang?"

"Hmmm...?" Kenan sedikit menaikan dagunya sembari menahan senyum "Buktinya, begitu cepat kamu tiba di sini."

"Itu agar kau tidak menghampiri ku." sanggahnya cepat sesuai isi pikirannya.

"Memangnya kenapa jika aku yang ke sana? Apa bedanya dengan kamu yang ke sini? Bedanya hanya, jika aku yang menghampirimu, maka kita akan mengobrol di ranjang. Dan jika kamu yang menghampiriku, maka kita akan mengobrol di sofa, seperti ini. Tapi, bukankah tujuannya sama-sama mengobrol?" tutur Kenan panjang lebar sok polos. Ya, kali ini sok polos. Ia hanya ingin menggoda Fara, yang rasanya sangat seru dan menghibur.

Benar saja, wajah Fara yang tadinya memerah seperti kulit apel matang, kini seperti kepiting rebus. 'Oh s*it!' umpatnya dalam hati. Ia baru tersadar bahwa Kenan sedang menggodanya. Dan betapa bodohnya ia sampai melupakan keahlian Kenan yang sangat ilahi memainkan kata-katanya. Dan hasilnya ya, Kenan benar-benar sukses mencapai tujuannya. Kini Fara tidak tahu lagi harus berkata apa, ia pun memilih bungkam. Ia yakin, apapun yang diucapkannya, hasilnya tetap sama. Ia hanya akan menjadi bahan bulan-bulanan Kenan. Dan sialnya, ia tidak bisa protes apalagi marah. Segala bentuk senyuman yang sejak tadi terukir di bibir Kenan seakan menjadi penawar saat emosinya hendak meledak. Ingin rasanya Fara menangis. Ia yakin, kini bukan wajahnya saja yang memerah, tapi juga matanya yang terasa pedih menahan tangis, saking malunya.

Dan benar saja, hal itu tak luput dari pandangan Kenan. Mendapati kondisi sang istri yang terkesan menyedihkan, Kenan sedikit merasa kasihan dan juga bersalah. Sepertinya ia sudah kelewatan menggoda gadis itu, pikirnya. Iapun memutuskan berhenti "Ehem... Sepertinya basa basi nya sudah cukup. Tapi, sebelum mulai mengobrol, bisakah kamu menggunakan bahasa santai saat kita berbicara?"

'What? Anda menyebut itu basa basi? Anda memang sangat pandai bermain kata-kata, tuan.' maki Fara kesal dalam hati. Namun ia tetap mengangguk mengiyakan "Hm." sahutnya malas, singkat, padat dan jelas.

Kenan hanya tersenyum menyadari kekesalan sang istri. Alih-alih meminta maaf atau mengaku telah menggoda gadis itu, ia malah memilih untuk memulai obrolan "Jadi, apa yang akan obrolkan? Apakah kamu punya topik?"

Fara hanya menggeleng masih enggan membuka suara.

Lagi Kenan mengabaikan kekesalan sang istri. Pria itu malah terdiam sembari memikirkan topik apa yang akan mereka obrolkan. Beberapa saat kemudian, ekspresinya tiba-tiba berubah serius seolah baru saja mendapatkan topik yang sangat krusial. "Berapa umurmu?"

"Hah?" sontak Fara termangu, pertanyaan itu benar-benar di luar ekspetasinya. Ia sudah harap-harap cemas memikirkan bagaimana harus menjawab jika Kenan menanyakan sesuatu yang teramat krusial seperti, hubungannya dengan Bagus selama mereka menjalin kasih, misalnya. Intinya pertanyaan-pertanyaan yang akan membuat suasana diantara dirinya dan Kenan menjadi canggung. Namun apa? Suaminya ini memang beda dan sangat sulit di baca.

"Hallo, Nis? Apakah kamu mendengarkan ku?" Kenan melambai-lambaikan tangan tepat di depan wajah Fara, hingga gadis itu tersadar dari lamunannya.

"I-iya, aku dengar." jawab Fara sedikit terbata "Eh, Nis? Apa kamu baru saja memanggil aku, Nis?" tanyanya kemudian sedikit speechless.

Kenan mengangguk "Hm. Tidak boleh? Maaf kalau aku terkesan terlalu akrab. Aku hanya ingin berbeda dari yang lain, sebagai suamimu."

Fara terdiam sesaat. Tiba-tiba hatinya menghangat dan merasa senang, saat Kenan mengucapkan kata 'suamimu'. Ia merasa diakui. Jujur saja, sebelumnya ia tidak berharap banyak pada Kenan yang sejatinya sosok yang sangat sensasional. Ia sadar bahwa dirinya dan Kenan bagaikan dua insan yang sangat berbeda. Jika dirinya bumi, maka Kenan adalah langit. Perbedaan yang sangat jauh, bukan? "Te-tentu saja boleh. Silahkan panggil aku sesukamu." jawabnya kemudian. Tanpa sadar gadis itu menyunggingkan senyum di bibirnya.

Senyuman yang sangat manis menurut Kenan hingga membuatnya terpesona sesaat. Ya, hanya sesaat. Pria itu memang sangat ilahi dalam mengontrol emosinya. "Baguslah." tanggapnya santai seadanya "Jadi, bisakah kamu menjawab pertanyaan ku yang pertama?"

Lain Kenan lain Fara. Jika Kenan sangat pandai mengontrol emosinya, maka Fara sebaliknya. Seperti saat ini, senyumnya yang tadinya manis, tiba-tiba berubah kikuk menyadari dirinya telah terbawa suasana. "Ma-maksud kamu, umurku?"

Kenan hanya mengangguk membenarkan.

"24 menuju 25 tahun." ungkap Fara jujur.

Sesaat Kenan terdiam membandingkan usia mereka "Ternyata kumayan jauh. Kamu tahu berapa umurku kan?"

Tanpa ragu Fara mengangguk. Tentu saja ia sangat tahu. Selain sosok sensasional, Kenan juga merupakan pemilik rumah sakit tempatnya bekerja, NK Hospital, rumah sakit terbesar dan termaju di Indonesia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status