Share

8. Dejavu

Akhirnya setelah melalui drama menggoda Fara di pagi hari yang cukup menghibur dirinya, kini Kenan sudah siap dan rapi dengan setelan tuxedonya yang membuat pria itu tampak semakin tampan. Sedangkan Fara, sejak Kenan kembali ke kamar mandi untuk memakai pakaian, gadis itu kembali termenung hingga saat ini, bahkan setelah Kenan keluar dari kamar mandi.

Perlahan Kenan mengayunkan langkahnya menghampiri sang istri di sofa sebelumnya. "Jika kamu ingin menangis, menangis lah. Tidak baik memendam kesedihan, namun tidak baik pula berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harap ketika aku kembali nanti, kamu sudah tidak bersedih lagi." ucapnya begitu tiba di sisi Fara. Pikirnya saat ini sang istri tengah bersedih setelah menyaksikan berita pernikahan mantan calon suaminya dengan wanita lain. Namun karena adanya dirinya, gadis itu enggan meluapkan kesedihannya. "Maaf, saat ini aku tidak bisa meminjamkan bahuku untukmu bersandar." lanjutnya sembari merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan dari sana. Lalu sapu tangan tersebut ia letakan di atas meja di hadapan Fara "Sebagai gantinya, aku akan meminjamkan itu." lantas Kenan berlalu keluar dari kamar tanpa mempedulikan reaksi Fara atas semua ucapan dan perlakuannya barusan.

So cool. Ya, menurut Fara tindakan suaminya itu sangat keren. Ia hanya dapat terpaku menyaksikan Kenan berlalu hingga sosok pria itu hilang di ambang pintu.

Setelah itu Fara kembali melanjutkan lamunannya yang sempat buyar oleh tindakan sang suami. Sebenarnya tebakan Kenan tidak sepenuhnya salah. Ia memang termenung memikirkan berita pernikahan Bagus dan Sherina. Namun ia tidaklah sedih, melainkan penasaran tentang kronologi terjadinya pernikahan itu.

Selama ini Fara memang tahu bahwa Sherina sangat mendambakan Bagus. Selama dirinya dan Bagus menjalin kasih, Sherina bukan hanya satu, dua kali mencoba memisahkan mereka. Tapi sering kali. Namun, selama itu pula Bagus tidak pernah menunjukan ketertarikannya pada Sherina. Lalu sekarang apa? Secepat itukah hati bagus berbalik? Perasaan dimalam hari menjelang pernikahan, tatapan penuh cinta Bagus masih tertuju pada Fara ketika mereka melakukan video call? Lantas bagaimana bisa keesokan harinya Bagus malah membatalkan pernikahan mereka dan malah menikahi Sherina? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Aaarghhh..." Fara mengeram frustasi memikirkannya. Iapun memutuskan untuk menepis jauh-jauh rasa penasarannya. Lebih baik mengantar kepergian Kenan, pikirnya.

Kemudian Fara bangkit dan hendak beranjak. Namun niatnya diurungkan ketika pandangannya tidak sengaja jatuh pada sapu tangan yang ditinggalkan oleh Kenan tadi. Tiba-tiba sekelebat dejavu terlintas di benaknya.

Dengan cepat Fara menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum kecut "Tidak mungkin." gumamnya lirih. Namun tak urung, tangannya sadar tak sadar terulur meraih sapu tangan tersebut. Sedikit harap-harap cemas, iapun membentangkan sapu tangan itu ingin memeriksa sesuatu di sana.

Deg...

Dan hasilnya, betapa terkejutnya Fara saat menemukan suatu pola sulaman yang sangat ia kenali. "Ti-tidak mungkin. I-ini pasti hanya kebetulan." suaranya bergetar akibat shock cukup berat. Pikirannya mencoba menyangkal, tapi hatinya dengan tegas membenarkan tebakannya.

Flashback on!

Sehari paska kematian mendiang sang ibu. Dalam kamarnya, Fara yang masih berusia 13 tahun dan baru menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), masih belum juga berhenti menangis sejak kemarin.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, disusul masuknya dua sosok pria berbeda generasi. Fara sempat melirik sekilas pada kedua sosok itu, sebelum kembali membenamkan wajahnya kedalam selimut.

Kedua sosok tersebut, salah satunya adalah Farzan, sang ayah, dan satunya lagi diketahui Fara sebagai anak didik Farzan. Kedatangan sang ayah beserta anak didiknya tidak lain untuk memeriksa keadaan Fara.

"Hufh..." terdengar Farzan menghembuskan nafas berat "Nak, Ayah mohon berhentilah menangis! Ikhlaskan Ibu di sana, ibu sudah tenang di sana. Jika ibu melihatmu seperti ini, ibu pasti akan sangat sedih."

Fara tidak bergeming dan mengabaikan Farzan yang terus mencoba menenangkannya. Hingga akhirnya Farzan menyerah dan memilih meninggalkan Fara diikuti anak didiknya yang terus mengekor di sisi Farzan. Namun sebelum keluar, Farzan sempat berpesan agar Fara memakan makanan yang dibawanya tadi.

Meskipun Fara mengabaikan semua ucapan Farzan, ia tetap menuruti pesan yang satu ini. Selain untuk menghargai usaha sang ayah yang terus berusaha menenangkannya, ia juga memang sudah lapar. Setelah Farzan serta anak didiknya benar-benar telah meninggalkan Fara, gadis itu pun bangkit dan menghampiri makanan yang diletakan Farzan di atas nakas.

Usai makan, Fara hendak kembali meletakan wadah makanan yang telah tandas ke tempatnya semula. Sejenak gerakannya terhenti saat tatapannya jatuh pada sebuah sapu tangan yang ternyata sejak tadi terletak di samping wadah makanan, namun terhalang oleh wadah tersebut sehingga Fara tidak melihatnya.

Melanjutkan niatnya, Fara meletakan wadah makanan digantikan dengan mengambil sapu tangan itu. Tak lupa diminumnya segelas air yang juga berada di sana, sebelum kembali berbaring membawa serta sapu tangan tersebut.

Sebelum menggunakannya untuk menyeka air mata yang membasahi pipinya, Fara terlebih dahulu memperhatikan motif sapu tangan itu. Hanya dengan sekilas pandang, Fara dapat mengetahui bahwa sapu tangan itu terbuat dari bahan berkualitas rendah yang sering diobral di pasaran.

Fara pun mengernyit. Pikirnya, sapu tangan ini pasti bukan dari sang ayah. Jika itu dari sang ayah, pasti kualitasnya akan lebih baik. Jadi, iapun menebak bahwa sapu tangan itu dari anak didik Farzan. Awalnya Fara yang dulunya berjiwa materialistis, hendak membuang sapu tangan tersebut. Namun diurungkannya saat sebuah ide usil nan sedikit jahat terlintas di benaknya. Alih-alih menggunakannya untuk menyeka air mata, Fara malah menggunakannya untuk menyeka ingus. Jahat memang. Tapi mau bagaimana lagi, seperti itulah sifat Fara dulunya akibat salah bergaul dengan orang-orang berjiwa materialistis dan tidak menghargai pemberian orang lain jika itu bukan sesuatu yang layak menurut mereka. Namun meskipun begitu, Fara yang sejatinya mempunyai hati yang baik, bukannya langsung membuang sapu tangan itu ke dalam tempat sampah, melainkan kembali meletakan nya di atas nakas. Setelah itu, iapun kembali membenamkan diri kedalam selimut dan terlelap ke alam mimpi.

Keesokan harinya, Farzan dan anak didiknya kembali menghampiri Fara di kamarnya hampir pada waktu yang sama seperti hari sebelumnya. Mereka meninggalkan Fara juga hampir dengan keadaan yang sama, yakni meninggalkan makanan dan sebuah sapu tangan. Dan Fara masih menanggapi peninggalan mereka dengan tanggapan yang sama pula, seperti kemarin.

Hari berikutnya juga begitu. Sampai pada hari ke lima, tanggapan Fara terhadap peninggalan Farzan dan anak didiknya sedikit berbeda. Fara tidak lagi menggunakan sapu tangan dari anak didik sang ayah sebagi penyeka ingus. Kali ini ia gunakan dengan lebih baik sebagaimana mestinya. Di situ ia juga baru menyadari bahwa dari ke lima sapu tangan anak didik Farzan yang diberikan padanya mempunyai sesuatu yang identik. Bukan dari segi motif ataupun warna, melainkan sebuah pola sulaman inisial 'NK' yang terdapat pada salah satu sudut setiap sapu tangan.

Hari ke enam, Farzan beserta anak didiknya kembali menghampiri Fara. Kali ini ia tidak lagi membenamkan diri di dalam selimut saat menyambut kedatangan mereka. Dan kali ini pula, akhirnya Fara dapat melihat rupa anak didik Farzan dengan lebih jelas. Sangat tampan. Kedua kata itu menegaskan penilaian Fara terhadap rupa pria itu. Dari sinilah awal ketertarikan Fara pada pria itu, sekaligus kali pertamanya merasa tertarik pada seorang pria.

Hari ke tujuh. Seperti yang sudah-sudah, Farzan dan anak didiknya kembali menghampiri Fara. Namun kali ini, anak didiknya tidak ikut serta bersama Farzan meninggalkan Fara. Sehingga tinggallah Fara dan pria itu, hanya berdua di dalam kamar.

Hening...

Cukup lama keduanya sama-sama terdiam dalam suasana canggung menurut Fara, sebelum pria itu tiba-tiba menyodorkan sekotak tisu bermerk pasaran berukuran sedang yang sejak tadi dipegangnya. "Ini." ucapnya datar.

Sadar tidak sadar Fara mengulurkan tangan dan menerima kotak tisu tersebut tanpa berucap.

"Gunakan itu untuk menyeka semua air matamu agar Ayahmu tidak melihatmu meneteskan air mata. Sedih boleh, tapi jangan tunjukan itu pada Ayahmu. Karena bukan kamu saja yang sedih dengan meninggalnya Ibumu, Ayahmu pun begitu. Jadi, jika Ayahmu melihatmu bersedih, maka dia akan semakin sedih." Lanjut pria itu sebelum keluar mengikuti jejak Farzan, meninggalkan Fara.

Flashback off!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status