Share

Suami Pengganti untuk Adara
Suami Pengganti untuk Adara
Penulis: Cacavip

1). Nikahi Aku, Danendra

"Nikahin aku, Dan."

Dengan degupan jantung yang tak menentu, ucapan tersebut meluncur dari mulut Adara yang kini duduk berhadapan dengan Danendra, sang sahabat.

Barusaja mendapat musibah, Adara memang mengajak Danendra untuk bertemu dan karena merasa tak punya banyak waktu, to the point pun dia lakukan—membuat raut wajah pria di depannya tersebut seketika berubah.

"Lusa nanti, tolong nikahin aku."

"Kenapa, Ra?" tanya Danendra dengan suara tercekat, setelah sebelumnya diam selama beberapa detik.

Syok, mungkin itulah yang Danendra rasakan karena setelah sekian lama memendam rasa, diajak menikah secara dadakan oleh gadis yang dia cintai, bukanlah hal sepele.

"Rafly, Dan. Di-dia ...." Adara menjeda ucapannya ketika rasa sesak melanda. "Dia hilang."

"Hilang?!" Lagi, untuk yang kedua kalinya, Danendra dibuat terkejut dengan ucapan Adara. "Hilang gimana maksud kamu?"

Adara menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Danendra.

Tepat empat hari sebelum pernikahan, Adara mendapat kabar buruk tentang Rafly—calon suaminya yang mengalami kecelakaan di daerah tempat tinggalnya.

Kemarin, pria itu memang berpamitan pergi ke Majalengka untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya.

Mobil yang dikendarai Rafly masuk jurang dan sampai sekarang, pria itu belum ditemukan.

Adara ingin menunda saja pernikahannya dengan Rafly.

Namun, semua itu ditolak Ginanjar—sang papa yang tentu saja tak mau nama keluarga besarnya tercoreng jika pernikahan putrinya yang akan digelar dua hari lagi batal.

Tanpa memedulikan perasaan Adara, Ginanjar menuntut putrinya untuk segera mencari pengganti Rafly, dan pilihan Adara jatuh pada Danendra.

"Rafly kemarin pulang ke Majalengka, Dan. Dia kecelakaan, dan mobilnya masuk jurang," ungkap Adara tercekat.

"Dan sampai sekarang Rafly belum ditemuin."

"Ya ampun." Danendra berucap pelan lalu meletakkan telapak tangannya di dagu. "Aku turut berduka, Ra. Sabar ya."

"Jadi gimana, Dan?" tanya Adara—mengabaikan ucapan bela sungkawa Danendra. "Kamu mau, kan, nikahin aku?"

Danendra yang semula duduk sedikit condong, kini kembali duduk tegap.

"Kenapa pernikahannya enggak ditunda sampai Rafly ketemu, Ra?" tanya Danendra.

Sejak dulu Danendra mencintai Adara, tapi mendapat ajakkan menikah secara dadakan seperti ini, dia pun bingung.

Terlebih lagi, yang saat ini Danendra tahu alasan Adara mengajak dia menikah hanya karena Rafly kecelakaan dan hilang.

Bukankah terlalu sepele jika hanya karena itu, Adara sampai ingin mengajaknya menikah dan membatalkan pernikahan dia dengan Rafly?

"Enggak bisa, Dan. Situasi enggak memungkinkan buat nunggu Rafly."

"Aku punya pacar, Ra," ucap Danendra kemudian. "Gimana nasib pacar aku kalau aku nikahin kamu?"

"Danendra." Adara mendesah, sementara kedua matanya mulai berkaca-kaca.

Sungguh, jika bukan Danendra kepada siapa lagi Adara minta tolong?

Ginanjar mengancam akan mengeluarkannya dari kartu keluarga kalau pernikahan tak jadi dilangsungkan dan Adara tentu saja tak siap dengan semua itu.

"Selain sama kamu, aku enggak tau harus minta tolong sama siapa lagi," lirih Adara. "Tolongin aku, Dan. Please."

Adara mengulurkan kedua tangannya lalu menggenggam tangan Danendra yang kebetulan berada di atas meja.

"Aku punya Felicya, Ra. Aku udah enggak sendiri," kata Danendra. "Kalau aku nikahin kamu, Felycia pasti enggak akan terima."

"Dan, ya ampun. Dan." Bukan lagi berkaca-kaca, Adara mulai terisak. "Bantuin aku, Dan. Please. Kamu cuman perlu nikahin aku. Setelah itu, mau kamu ceraikan aku lagi atau apa pun, terserah kamu. Aku butuh kamu besok lusa."

"Pernikahan bukan untuk dipermainkan, Ra," ucap Danendra yang jujur saja sudah merasa sangat tidak tega melihat Adara menangis.

Meskipun dia sudah menjalin hubungan dengan Felicya, sejauh ini perasaan cintanya pada Adara masih ada.

"Pernikahan itu sesuatu yang sakral, kamu tahu itu, kan?"

"Yes, i know, Dan," ucap Adara. "Tapi aku enggak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Papa ancam mau keluarin aku dari kartu keluarga kalau pernikahan ini sampai batal."

"Serius?" tanya Danendra tak percaya, dan Adara mengangguk sebagai jawaban.

"Iya. Papa bilang keluarga besarnya akan malu kalau pernikahan aku batal. Kamu tahu sendiri kan, seberapa penting nama baik buat Papa aku?" tanya Adara.

"Mau gimana hidup aku kalau tanpa keluarga, Dan?"

Danendra terdiam. Di satu sisi, dia mau membantu Adara dan menikahi gadis itu, karena selain rasa cintanya, Danendra juga tak tega jika Adara sampai dikeluarkan dari keluarganya.

Namun, di lain sisi, bagaimana Felicya—gadis pilihan mamanya yang sudah menjalin hubungan sebulan lebih dengan Danendra?

Felicya pasti akan sangat marah jika pulang dari luar negeri nanti mendapati Danendra sudah menikah dengan orang lain.

Ah, Danendra bingung! Dia dilema dan tak tahu harus melakukan apa.

Ya Tuhan, jalan apa yang harus Danendra ambil?

"Danendra kamu mau kan, Dan?" tanya Adara memastikan.

"Ra, aku-"

Ucapan Danendra terhenti ketika Adara beranjak dari kursi yang diduduknya lalu setelah itu dia duduk bersimpuh di samping kursi Danendra.

"Kalau perlu, aku sujud di kaki kamu supaya kamu mau bantu aku."

"Ra, jangan gini, Ra," kata Danendra sambil membungkukan badannya. "Kamu enggak usah ngelakuin ini. Ayo bangun."

"Nikahin aku, Danendra. Please." Setelah bersimpuh, Adara menyatukan kedua telapak tangannya.

Memohon.

Adara mengabaikan harga diri juga rasa malu akan tatapan para pengunjung restoran yang memerhatikannya.

Bukan hanya tak siap miskin tanpa fasilitas sang Papa, Adara juga takut jika kacaunya pernikahan dia akan berimbas pada sang mama yang selalu menjadi pelampiasan amarah Ginanjar.

"Adara bangun, Ra. Orang-orang lihatin kita," pinta Danendra sambil meraih kedua tangan Adara agar gadis itu beranjak.

Namun, Adara tetap pada posisinya. Sebelum Danendra mengiakan permintaannya, Adara tak akan bangun dan jika perlu, dia akan benar-benar bersujud di kaki sahabatnya itu.

"Enggak, Danendra. Sebelum kamu iyain apa yang aku minta, aku enggak akan bangun," tolak Adara.

"Adara," panggil Danendra.

Demi apapun—melihat Adara seperti ini, hati Danendra rasanya makin teriris.

Danendra tak bisa membiarkan air mata Adara keluar lebih banyak lagi, tapi dia pun masih bingung dengan status hubungannya dengan Felicya nanti.

"Enggak ada yang bisa aku mintai tolong selain kamu, Dan," kata Adara—masih dengan isakkan tangisnya. "Kamu harapan aku satu-satunya."

Danendra diam. Tak menjawab ucapan Adara, dia memilih untuk memikirkan semuanya dengan matang.

"Ra," panggil Danendra setelah hampir satu menit dia berpikir. "Bangun."

"Gimana, Dan?" tanya Adara.

"Bangun dulu," pinta Danendra sambil membantu Adara beranjak, dan untuk kali ini perempuan itu menurut.

Adara berdiri lalu kembali duduk di kursinya semula dan yang dia lakukan adalah; menatap Danendra dengan kedua matanya yang sembab.

"Aku udah ambil keputusan," kata Danendra—membalas tatapan Adara, sementara kedua tangannya berada di atas meja.

Kedua mata Adara sedikit berbinar. Secercah harapan muncul di hati—bersamaan dengan lengkukan tipis yang refleks terbentuk di bibir merah mudanya.

"Apa yang kamu putuskan, Dan?" tanya Adara penuh harap.

"Ra, aku ...."

"Mau, kan, kamu nikahin aku, Danendra?"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
yuk dan nikahin dara
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
takut ya kmu danen di buat kecewa udah di tolongin
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
danen baik banget dia GK tegaan lihat adara nangis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status