Share

6). Kabar Bahagia

***

"Lagi ngerjain apa, Dan?"

Baru keluar dari kamar mandi, Adara langsung melayangkan pertanyaan tersebut ketika melihat Danendra duduk di depan laptop yang disimpan di meja kerjanya.

Memiliki ukuran yang cukup luas, kamar tersebut memang diisi beberapa furniture. Selain sofa, di kamar Danendra juga terdapat meja kerja, meja rias juga lainnya.

"Laporan keuangan," jawab Danendra. Dia kemudian menoleh—memandang Adara yang masih memakai bathrobes berwarna putih juga handuk yang melilit rambut basahnya. "Udah selesai mandinya?"

"Udah," jawab Adara. "Kenapa?"

"Mau ajak kamu makan," kata Danendra. "Aku udah pesen makanannya tadi. Udah datang juga."

"Oh oke, aku pake baju dulu," kata Adara. Setelah itu dia berjalan menuju lemari lalu mengeluarkan setelan piyama satin berwarna merah muda dari sana. "Dan."

"Ya?"

"Aku males ke kamar mandi," ucap Adara. "Kamu bisa keluar dulu, enggak? Aku mau pake baju."

"Oh oke," kata Danendra. Tak banyak bicara, dia langsung meng-shut down laptopnya lalu menyimpan benda pipih besar itu di atas meja.

Beranjak, Danendra berjalan menuju pintu untuk keluar. Namun, sebelum tangannya meraih handle, dia menoleh lalu memandang Adara yang masih terdiam di tempatnya.

"Ra."

"Ya?"

"Aku siapin makanan dulu ya."

"Iya, Dan. Makasih," kata Adara.

"Hm."

Danendra pergi, Adara segera memakai piyama tidurnya lalu mengeringkan rambut memakai hairdryer yang sengaja dia bawa.

Dua puluh menit berlalu, semuanya selesai. Tak mau membuat Danendra menunggu terlalu lama, Danendrs bergegas keluar. Namun, langkahnya terhenti ketika ponsel yang dia simpan di atas meja berbunyi.

Bukan panggilan, bunyi tersebut adalah bunyi notifokasi pesan karena memang sekarang sebuah pesan masuk ke ponselnya.

[Sepupu Rafly: Kak Dara, Mas Rafly udah ditemuin. Besok ke sini bisa?]

Senyuman terbit di bibir Adara bersamaan dengan kedua matanya yang tiba-tiba saja berkaca-kaca, bahkan tanpa sadar tangan Adara yang memegang ponsel pun bergetar.

"Raf," lirih Adara. "Akhirnya kamu ketemu."

Tanpa membalas pesan yang dia dapat, Adara menyimpan ponselnya begitu saja di atas meja lalu berjalan tergesa-gesa keluar dari kamar untuk menghampiri Danendra yang kini sibuk menata makanan di atas meja.

"Dan!" seru Adara yang langsung membuat Danendra mendongak.

"Ya, Ra. Kenapa?"

"Aku baru aja dapat kabar bahagia," ungkap Dara tanpa melunturkan senyumannya sedikit pun.

Danendra tersenyum. Meskipun belum tahu kabar apa yang di dapat Adara, mendengar kata 'bahagia' dilontarkan gadis itu, rasanya dia merasa jika kabar yang dimaksud Adara adalah kabar bagus.

"Kabar apa, Ra?" tanya Danendra—masih dengan senyumannya. Namun, dalam hitungan detik senyuman itu luntur saat Adara mengungkapkan kabar bahagia yang dia maksud.

"Rafly ketemu, Dan!" seru Adara antusias. Berjalan mengitari meja yang semula menjadi pembatas dia dan Danendra, Adara kini berdiri persis di dekat sang suami yang langsung membalikkan badan untuk menghadap ke arahnha. "Di Majalengka, Rafly kan punya sepupuh, nah aku punya nomor dia dan aku minta sama sepupunya ini buat hubungin aku kalau ada perkembangan dan kamu tau? Barusan dia chat aku terus bilang Rafly ketemu!"

"Aku senang, Dan! Ya ampun!"

"Seriously?" Danendra yang semula sempat melunturkan senyumannya, kini mau tak mau memasang wajah bahagia atas kabar yang baru saja diucapkan Adara.

"Serius dong!" Adara mengangguk antusias. "Demi apapun, Dan! Aku enggak nyangka!"

"Bagus kalau gitu," ucap Danendra. "Aku ikut senang."

Masih dengan senyumannya, Adara memandang Danendra. "Dan," ucapnya.

"Ya?"

"Boleh peluk kamu, enggak?"

"Peluk?" Danendra tiba-tiba saja kikuk.

Adara mengangguk. "Yeah! Boleh enggak?" tanyanya.

"Sure," jawab Danendra singkat. Setelahnya dia langsung merentangkan tangannya dan di detik itu, Adara langsung menabrakkan tubuhnya.

Melingkarkan kedua tangannya di pinggang Danendra, Adara menenggelamkan kepalanya di dada bidang sang suami tanpa menghilangkan setitik senyum di bibirnya.

"Aku enggak nyangka Rafly akhirnya ketemu, Dan," kata Adara.

Danendra yang membalas pelukan Adara hanya mengukir senyum tipis. "Keajaiban, Ra," ucapnya. "Mungkin kamu sama Rafly ditakdirkan berjodoh, makanya dia masih dikasih keselamatan."

"Iya ya, Dan," ucap Adara tanpa melepaskan pelukannya. "Pengen nangis aku, Dan. Aku enggak tahu harus berkata apalagi."

"Jangan nangis dong, kan bahagia. Masa nangis?" tanya Danendra. Setelahnya dia mengurai pelukan dengan Adara lalu memandang gadis itu dengan seksama.

Kedua mata Adara berkaca-kaca sebagai tanda bahwa dia memang benar-benar bahagia karena kabar Rafly, tanpa sadar jika kebahagiaannya ini—sekali lagi, menggoreskan luka di hati Danendra.

Ini baru hari kedua setelah pernikahan mereka kemarin, tapi Danendra sepertinya harus bersiap-siap untuk kehilangan Adara lagi karena seperti yang diucapkannya tadi siang, Adara akan menggugat cerai Danendra jika Rafly ditemukan.

Karena pada hakikatnya, Danendra memang hanya 'pengganti' yang memiliki sifat sementara.

Sial. Danendra kini merutuki hatinya sendiri yang sempat berharap Rafly tak diketemukan agar Adara tetap bersamanya.

Egois. Ternyata Tuhan tak mendengarkan doa buruk Danendra. Tentu saja. Mana mungkin doa buruk dikabulkan Sang Pencipta.

"Senang banget ya, Ra?" tanya Danendra yang langsung dijawab anggukkan tanpa ragu dari Adara.

"Banget, Dan. Aku ngerasa ini kaya mimpi," ucap Adara. "A-aku-"

Adara menghentikan ucapannya ketika kedua ibu jari Danendra tiba-tiba saja mendarat di kedua pipinya—menghapus air mata yang sempat jatuh di sana.

"Kalau bahagia, jangan nangis," ucap Danendra. "Wajah cantik kamu keganggu kalau nangis."

"Dan," kata Adara.

"Sekarang makan dulu, oke?" tanya Danendra. "Terakhir makan itu kan tadi siang, kamu pasti lapar. Kebetulan aku beli ayam bakar."

Adara mengalihkan perhatiannya ke meja makan dan benar saja, di sana sudah tersaji ayam bakar lengkap dengan nasi bahkan lalapan juga sambal.

Semuanya makanan yang paling Adara suka.

"Gimana, kamu suka?" tanya Danendra.

"Suka," jawab Adara. "Semuanya makanan yang paling aku suka. Kamu masih ingat?"

"Masih," jawab Danendra. Setelah itu, dia menarik kursi di sampingnya untuk Adara. "Duduk. Makan dulu, habis itu istirahat. Besok kamu mau langsung ke sana, kan?"

"Iya," jawab Adara. "Nanti aku mau izin dulu sama Papa."

"Ya udah," kata Danendra.

Duduk berdampingan di meja makan, Adara dan Danendra memulai makan malam mereka dan tentunya mereka makan tanpa menggunakan sendok maupun garpu.

"Ra," panggil Danendra di sela-sela kegiatan makan mereka.

"Ya, Dan?"

"Kamu mau sama siapa ke Majalengka?" tanya Danendra.

"Hm, sendiri kayanya, Dan. Kenapa memangnya?" tanya Adara.

Danendra terdiam sejenak—cukup ragu untuk mengungkapkan niatnya, tapi dia pun khawatir membiarkan Adara pergi sendiri menempuh perjalanan yang tak dekat.

"Dan?" tanya Adara ketika Danendra tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Kenapa?"

"Hm." Danendra berguman pelan sambil menatap Adara. "Kalau aku ikut buat anterin kamu, boleh enggak?"

"Anterin aku?"

"Yaps," kata Danendra. "Perjalanan Jakarta-Majalengka kan cukup jauh, aku cuman khawatir ada apa-apa aja sama kamu di jalan. Aku takut kamu kecapean nyetir juga."

Adara terdiam tanpa mengalihkan perhatiannya dari Danendra—mencoba untuk menimang tawarang suaminya itu.

"Gimana? Mau enggak aku temenin ke sana?" tanya Danendra. "Biar aku aja yang nyetir supaya kamu enggak kecapean."

"Kamu harus kerja, kan?" tanya Adara.

"Kalau itu enggak masalah," ujar Danendra. "Jatah cutiku sebenarnya masih beberapa hari lagi."

"Ya udah," ucap Adara yang akhirnya menyetujui ide Danendra. "Kamu boleh ikut."

"Beneran?"

Adara mengangguk. "Iya," jawabnya. "Tapi aku boleh minta sesuatu enggak sama kamu?"

"Apa? Bilang aja," kata Danendra tanpa menghilangkan senyumannya. Namun, untuk yang kesekian kalinya Adara dengan mudah menghilangkan senyuman Danendra dengan sebuah ucapan;

"Kalau kondisi Rafly belum baik, kamu jangan bilang dulu ke dia kalau kita nikah ya, Dan?"

Mga Comments (11)
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
ya ampun dara kok gitu sih kamu
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
seneng ya Ra Rafly ketemu
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
duh gimana rasa hati Danendra ya nano nano pasti
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status