Home / Romansa / Suami Pengganti untuk Adara / 7). Perihal Nama Kontak

Share

7). Perihal Nama Kontak

Author: Cacavip
last update Last Updated: 2024-02-01 14:15:51

***

"Dan, bangun. Udah pagi. Kamu mau ikut ke Majalengka, kan?"

Adara yang sudah rapi dengan pakaiannya lantas duduk di pinggir kasur sebelah kanan untuk membangunkan Danendra yang masih tertidur pulas.

Tak ada respon, Adara yabg semula duduk di kasur kini berpindah tepat. Dia berjongkok di depan wajah Danendra dan sial, jantungnya seolah berhenti berdetak ketika dia melihat wajah polos sang suami ketika tidur.

Menggemaskan seperti bayi. Entah kenapa tiga kata itu langsung terbersit di pikiran Adara ketika pupil matanya tak kunjung beralih dari Danendra.

"Enggak, Ra. Kamu enggak boleh cinta sama Danendra," gumam Adara—segera menyadarkan dirinya dari lamunan. "Ada Rafly. Dia udah kembali, Ra. Sadar."

Adara menarik napas pelan lalu fokus pada tujuan awalnya berjongkok di depan Danendra. Pelan, dia mengulurkan tangan lalu menepuk bahu pria itu. "Danendra bangun, Dan. Udah jam tujuh," kata Adara lagi dan kali ini Danendra merespon.

Membuka matanya perlahan, Danendra mengerjap ketika persis di depan wajahnya dia melihat Adara.

"Ra," panggil Danendra dengan suara yang parau, lalu di detik berikutnya dia terbangun. Mengumpulkan nyawa, Danendra duduk bersila sambil mengerjapkan matanya beberapa kali, sementara Adara kembali berpindah tempat—duduk persis di depan Danendra. "Ini jam berapa ya ampun? Aku kesiangan ya?"

"Jam tujuh," jawab Adara. "Ya kalau ngantor, iya. Kamu kesiangan."

Danendra melirik jam di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh menit lalu kembali pada Adara. "Maaf ya," ucapnya. "Semalam aku tidur jam dua belas."

"Ngapain?" tanya Adara. "Aku pikir setelah aku tidur duluan, kamu nyusul."

"Beresin laporan keuangan," jawab Danendra. "Hari ini kan aku libur, jadi semalam aku beresin semuanya. Harus diserahin ke Papa besok soalnya."

"Owalah, aku enggak tau," kata Adara.

"Kamu udah rapi," ucap Danendra—memandang Adara yang kini memang sudah cantik dengan penampilan casualnya. Skinny jeans yang dikombinasikan dengan atasan berlengan panjang membuat perempuan itu terlihat puar biasa seperti biasanya. "Sekali lagi maaf ya, aku menghambat."

"Enggak apa-apa, Dan. Sekarang kamu mandi aja," ucap Adara. "Biar aku beresin kasurnya."

"Bisa?" tanya Danendra.

"Aku enggak se-noob itu kali, Dan. Masak emang enggak bisa, tapi kalau beresin kamar aku bisa," ucap Adara.

"Ya udah, aku mandi dulu," kata Danendra.

Adara tersenyum lalu mengulurkan tangannya—mengusap rambut coklat Danendra yang terlihat cukup berantakan. "Lucu juga rambut kamu kalau bangun tidur," ucapnya.

Apa yang dilakukan Adara mungkin terkesan sederhana, tapi nyatanya efek luar biasa dirasakan Danendra sekarang karena ketika tangan Adara mengusap bahkan menyugar rambur coklatnya ke belakang, detakkan jantung Danendra jadi tak menentu bahkan dia merasa jantungnya mungkin sebentar lagi akan melompat dari tempatnya.

"Ra, cukup," kata Danendra yang langsung meraih pergelangan tangan Adara—membuat perempuan itu berhenti melakukan aktifitasnya. "Kamu bisa buat aku gila pagi-pagi."

"Hah?"

"Aku mandi dulu," kata Danendra. Tak mau Adara menyadari dirinya yang gugup, Danendra langsung beranjak lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, sementara Adara memandang punggung suaminya dengan kedua alis terpaut—masih tak paham dengan apa yang diucapkan Danendra.

Karena jika ada penghargaan dengan kategori perempuan paling tidak peka, Adara sudah pasti memenangkannya.

"Danendra kenapa sih?" gumam Adara.

Tersenyum singkat, dia beranjak lalu mulai melakukan tugasnya membereskan tempat tidur sementara bunyi shower mulai terdengar dari kamar mandi—tanda bahwa Danendra sudah memulai kegiatan mandinya.

Adara membereskan seprei sambil bersenandung, hingga bunyi notifikasi pesan membuat perhatiannya teralihkan.

Bukan bunyi ponselnya, dering yang baru saja dia dengar berasal dari ponsel Danendra.

"Siapa ya?"

Menyelesaikan kegiatannya, Adara berjalan menuju meja kerja milik Danendra di sisi kanan kasur. Menoleh ke kamar mandi sejenak, dia memberanikan diri untuk mengambil benda pipih berwarna hitam yang kini tergeletak di sana.

"Felicya," gumam Adara ketika dia melihat pesan masuk di ponsel Danendra yang ternyata berasal dari Felicya. Tak berani membuka pesan, Adara hanya mengukir senyum melihat nama kontak Felicya di ponsel suaminya

Felicya dengan emoticon hati berwarna biru setelah namanya.

Ah, kenapa Adara terganggu dengan nama itu? Bukankah itu wajar? Felicya kekasih Danendra dan tentu saja mereka saling mencintai. Bukankah wajar menyimpan nama orang yang dicinta dengan emoticon hati di depannya.

Adara tidak. Dia hanya menyimpan kontak Rafly dengan 'By' tanpa emoticon hati. Ya Tuhan, Adara. Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu cemburu hanya karena nama kontak?

"Katanya Danendra cinta aku, tapi ...." Adara menjeda ucapannya. "Aish, Adara! Apa sih? Enggak usah genit. Kamu ada Rafly. Lagian mungkin perasaan Danendra itu udah enggak ada kali."

"Ra."

Sial. Adara tersentak dan refleks menjatuhkan ponsel Danendra dengan kasar di atas meja ketika panggilan dia dapatkan dari pria itu yang kini berdiri di depan kamar mandi dengan penampilan seksinya seperti biasa—hanya handuk putih yang melingkar di pinggang juga kaos singlet yang melekat di tubuhnya.

"Eh, Dan. Udah mandinya?" tanya Adara—berusaha setenang mungkin, tapi gagal. Wajahnya terlihat sekali kaget.

"Udah," jawab Danendra. "Kamu lagi apa?"

"Hm, anu itu aduh euh ... apa ya?" Adara ngeblank bahkan semakin kelabakan ketika Danendra menghampirinya.

"Apa?" tanya Danendra sambil mengukir senyum melihat wajah kikuk Adara.

"Ah itu, tadi hp kamu bunyi. Aku pikir ada apa. Ternyata pesan," ucap Adara.

"Pesan?" Danendra menaikkan sebelah alisnya. Dia kemudian mencondongkan badan lalu mengambil ponselnya. Senyuman tipis terbit ketika dia melihat nama Felicya di sana. "Feli."

"Masih komunikasi sama Feli ya?" tanya Adara.

Danendra yang baru saja selesai membaca pesan dari Feli lantas mendongak. "Masih," jawabnya. "Enggak apa-apa, kan?"

"Kenapa tanya aku?" tanya Adara. "Ya enggak apa-apalah, dia kan pacar kamu."

"Dan kamu istri aku," ucap Danendra.

"Oh itu, enggak apa-apa, Dan," ucap Adara. "Dia udah tahu?"

"Kita nikah?" tanya Danendra yang dijawab anggukkan dari Adara. "Belum. Aku belum kasih tahu dia. Enggak enak kalau lewat telepon, lebih enak langsung."

"Oh oke," jawab Adara. Dia kemudian berniat melangkah untuk pergi ke tempat lain di kamar. Namun, Danendra tiba-tiba saja menghalanginya.

"Enggak mau tanya gitu Felicya chat apa?" tanya Danendra.

"Itu privasi kamu," ucap Adara.

"Tapi aku lagi mau berbagi privasi aku ke kamu," ucap Danendra. "Mau tau enggak?"

"Apa?" tanya Adara pada akhirnya, karena jujur saja dia penasaran. "Felicya kirim chat apa?"

Danendra menunjukkan pesan di layar ponselnya pada Adara. "Morning," ucapnya. "Dia cuman ngucapin selamat pagi."

"Oh," jawab Adara singkat. "Sering?"

"Setiap pagi," jawab Danendra.

"Romantis," jawab Adara. Meskipun wajahnya terlihat biasa saja, tapi hatinya tak tahu kenapa merasa tak suka.

"Dia emang gitu," ucap Danendra. "Care."

"Bagus," jawab Adara singkat. Baru saja berniat melanjutkan ucapannya, atensi Adara teralihkan dengan bunyi bel di depan.

"Ada tamu," kata Danendra. "Bisa bukain pintu, Ra?"

"Boleh," jawab Adara. "Sebentar ya."

"Siap."

Adara melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan tentu saja yang dia tuju sekarang adalah pintu utama apartemen.

Sebelum membuka pintu, pandangan Adara tertuju pada intercom yang terletak persis di samping dan tentunya raut wajah dia berubah seketika—bersamaan dengan tubuhnya yang tiba-tiba saja menegang ketika di layar berukuran 8 inch tersebut, Adara melihat seorang perempuan berdiri di depan pintu.

"Ra, udah buka pintunya? Ada siapa?"

Adara menoleh lalu menjawab dengan nada bicara yang bergetar. "Be-bentar, Dan! Belum aku buka."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
siapa yg datang mukak Adara jadi tegang
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
dia rela bagi privasi sama kamu,,dan mau putus sama fekycia demi kamu,,coba kamu juga berkorban dong jgn balikan lagi ma Rafly adara
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
danen jujur dia dan danen angap kamu lebih berharga dari pada pacarnya danen
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Pengganti untuk Adara   316). Extra Chapter 14

    *** "Onty, Reano mana. Kok enggak kelihatan dari tadi?" Adara yang sedang menyapa para tamu seketika menoleh saat sebuah pertanyaan diucapkan seorang laki-laki muda yang malam ini tampan dengan kemeja navy bluenya. Danial. Yang baru saja bertanya pada Adara adalah Danial. "Eh, Nial. Rean kayanya masih di jalan." "Lho, enggak bareng?" "Mana maulah bareng sama Onty," kata Adara. "Dia kan jemput pacarnya." "Masih sama Lula?" "Masih." Danial tersenyum. "Awet juga ya, enggak kaya kakaknya." "Haha iya." "Ya udah, Nial gabung dulu sama yang lain ya Onty." "Iya, Nial." Malam ini adalah malam yang cukup membahagiakan bagi keluarga besar Alexander—khususnya keluarga Adam karena sebuah pesta tengah digelar di ballroom hotel berbintang di kota Jakarta. Bukan pertunangan atau pernikahan, pesta yang dirancang oleh anak-anak juga para menantu Adam itu adalah sebuah perayaan aniversary pernikahan Adam dan Teresa yang ke lima puluh delapan tahun. Cukup lama Adam menjalin

  • Suami Pengganti untuk Adara   315). Extra Chapter 13

    ***"Duh siapa sih?"Masih dengan kedua mata terpejam, Alula mengulurkan tangannya—meraba-raba meja nakas di samping kasur untuk mencari ponsel yang saat ini berdering cukup nyaring.Entah siala yang menelepon, yang jelas Alula merasa sangat terganggu oleh bunyi dering ponselnya tersebut."Ketemu," gumam Alula ketika akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya.Mengambil ponsel tersebut, perlahan Alula membuka matanya dan yang dia temukan di layar adalah nama Reano."Reano. Ngapain sih?"Beringsut, Alula mengubah posisinya menjadi duduk sebelum akhirnya menjawab panggilan dari Reano."Halo, Rean. Kenapa?" tanya Alula parau."Baru bangun?""Iya.""Dih, belum sholat dong?" tanya Reano."Emang ini jam berapa?" tanya Alula yang memang belum sempat melihat jam baik itu di ponsel mau pun di dinding kamar."Jam lima pagi," kata Reano. "Ke air gih sana, cuci muka, wudhu, terus sholat.""Iya.""Nanti jam enam aku ke kamar kamu," ungkap Reano—membuat Alula seketika mengerutkan keningnya."Mau nga

  • Suami Pengganti untuk Adara   314). Extra Chapter 12

    ***"Jaga diri baik-baik di sana, awas jangan macam-macam.""Iya, Ma. Siap."Pukul delapan pagi, Reano sudah siap dengan penampilannya yang bisa dibilang cukup rapi. Membawa koper berwarna hitam berisi pakaian ganti, remaja yang satu bulan lalu baru saja genap delapan pelas tahun itu sudah tiba di bandara, diantar Adara juga Danendra.Tujuannya? Tentu saja Jerman. Memanfaatkan libur panjang sebelum masuk kuliah, Reano memang meminta izin pada kedua orang tuanya untuk pergi ke Jerman menemui Nara.Tak sendiri, Reano pergi bersama Alula yang memang ingin menghabiskan waktu liburan di luar negeri.Berhubung kedua orang tuanya sibuk, Alula memutuskan untuk ikut bersama Reano yang sejauh ini bisa dipercaya menjaga putri bungsu seorang Arkananta itu."Jangan macam-macam kalian di sana. Ingat, pisah kamar," kata Aludra memperingatkan."Iya, Mama. Masa satu kamar?" tanya Alula. "Lagian uncle Danen kan udah pesenin dua kamar buat aku sama Reano.""Tenang aja, Ra. Aku udah pesenin kamar yang be

  • Suami Pengganti untuk Adara   313). Extra Chapter 11

    ***'Hati-hati di jalan.'Elara yang baru saja memasukkan beberapa baju ke dalam tas seketika mengukir senyumannya ketika sebuah pesan yang bisa dibilang cukup romantis masuk ke ponselnya—membuat dia terbang ke angkasa dengan perasaan yang berbunga-bunga.Bukan dari orang sembarangan, pesan tersebut berasal dari Regan yang memberikan peringatan pada Elara karena sore ini gadis itu akan berangkat menuju Bandung untuk menginap di rumah Aksa selama dua malam.Alasannya? Tentu saja Elara ingin menemui Regan yang satu minggu lalu resmi menjadi pacarnya.Dicomblangkan oleh Respati lalu saling mengenal via virtual selama sebulan lebih, Elara dan Regan sepertinya memiliki banyak kecocokan lalu pada akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan setelah Regan menyatakan cintanya lebih dulu seminggu yang lalu.Regan memang jarang bicara bahkan terkesan dingin, tapi di dekat orang yang membuatnya nyaman, Regan kadang berubah seratus delapan puluh derajat dan bagi Elara, Regan ternyata cukup menyena

  • Suami Pengganti untuk Adara   312). Extra Chapter 10

    ***"Oke, istirahat dulu aja ya.""Siap, Kak!"Menyimpan semua peralatan yang ada, para siswa juga siswi yang siang ini memakai pakaian olahraga lantas membubarkan diri lalu berjalan ke pinggir lapangan pun dengan siswi yang kini melangkah untuk menghampiri seseorang di bangku pinggir lapangan."Kamu kalau bosen, pulang aja."Istirahat dari latihannya, Alula langsung menghampiri Reano yang sejak tadi setia menunggu sambil bersandar pada tembok.Sejak masuk di SMA yang sama Alula dan Reano bisa dibilang cukup dekat—lebih tepatnya sengaja didekatkan oleh Adara yang memang menginginkan Reano lupa dengan perasaannya pada Nara.Setiap pagi juga siang setelah pulang sekolah, Reano diwajibkan menjemput dan mengantar Alula ke rumahnya bersama supir karena memang usia yang belum tujuh belas tahun membuat Reano belum diizinkan memakai kendaraan sendiri.Reano sebenarnya sudah beberapa kali menolak karena memang didekatkan paksa seperti ini membuatnya tak nyaman.Namun, sederet ancaman penyitaan

  • Suami Pengganti untuk Adara   311). Extra Chapter 9

    ***"Reres, kamu ngapain ke sini?"Keluar dari pintu gerbang sekolah, Elara mengerutkan kening ketika mendapati seorang siswa laki-laki dengan seragam yang berbeda dengannya tengah berdiri sambil mengukir senyuman.Respati.Bukan pacar atau gebetan, siswa laki-laki yang kini tengah bersandar di pintu mobil sedan hitam adalah sepupu Elara—anak dari saudara Danendra."Hai, Kak El," sapa Respati sambil mengangkat telapak tangannya. "Apa kabar?""Baik," kata Elara apa adanya. "Kamu apa kabar?""Baik juga," ucap Respati."Kamu ngapain ke sekolahan aku? Ada urusan apa gimana?" tanya Elara."Iya ada urusan sama Kak El," ucap Respati—membuat Elara seketika mengerutkan keningnya."Urusan apa?""Hm." Respati bergumam pelan, sementara wajahnya terlihat menunjukkan sebuah keraguan. "Mau minta bantuan sih, Kak?""Bantuan apa?"Respati menggaruk tengkuknya yang bahkan tak gatal sama sekali."Res?""Ah iya, Kak. Bantuan apa sih?" tanya Elara. "Ngomong aja. Enggak usah ragu.""Hm, nanti malam Kakak s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status