Ryana melepaskan pelukannya dari Bu Rusli. Memutuskan membatalkan pernikahannya dengan Aldi bukan berarti memutuskan tali silaturahim dengan kedua orangtua Aldi. Tetapi Ryana tidak mungkin sanggup hidup bersama lelaki yang sudah mengkhianati dirinya.
"Ryana minta maaf, Bu, Pak. Maafkan Ryana membatalkan pernikahan ini. Hati Ryana sudah terlanjur sakit. Ryana tidak bisa meneruskan untuk bersama Mas Aldi," kata Ryana lagi.Emosi yang dirasakan Pak Rusli bercampur aduk rasanya. Pria tua itu tidak dapat menghalangi keputusan Ryana. Ryana masih muda dan jalan hidupnya masih panjang."Pergilah, Nak Ryana. Kejar kebahagiaanmu meski tidak bersama dengan Aldi. Kamu berhak bahagia, Nak," balas Pak Rusli kemudian.Ryana menganggukkan kepalanya. Kemudian ia menggamit lengan adiknya tanpa menatap Aldi dan kedua orangtuanya."Kalau begitu saya pamit. Maaf dan makasih untuk semuanya," imbuh Ryana lagi.Aldi dan kedua orangtuanya hanya diam, seolah mereka tidak punya daya dan upaya lagi untuk menahan kepergian Ryana. Sekarang Ryana sudah berubah status menjadi bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.Ryana dan Rayyan membalikkan tubuh mereka. Berjalan keluar rumah keluarga Aldi dengan sejuta perasaan sedih di hatinya."Ryana, tunggu!" pekik Aldi yang masih tak rela atas kepergian kekasihnya. Ia merasa sangat menderita karena Ryana telah membatalkan pernikahan mereka secara sepihak.Aldi yang dari tadi hanya diam dan tertunduk mencoba mengejar kepergian Ryana. Namun ayahnya menghalanginya dengan menahan tubuh anaknya. Pak Rusli memang tidak mau membuat Ryana lebih sakit lagi.Langkah Ryana sempat terhenti. Hal ini tentu saja membuat Rayyan sebal. Di pikiran pria itu memang kakaknya masih agak berat melepas sang kekasih."Aku minta jangan menoleh ke belakang, Mbak. Nanti langkahmu bisa goyah kembali karena menatap mantan kekasihmu yang brengs3k itu," bisik Rayyan kesal.Ryana hanya diam. Kemudian mereka menaiki motor Rayyan dan Rayyan membawa motornya dengan ngebut membelah keheningan malam.* *Aldi begitu kecewa karena Ryana tidak merespon panggilannya. Ryana yang sekarang tentu saja berbeda dengan Ryana yang ia kenal dulu. Ryana yang dulu begitu polos dan kalem, sedangkan yang sekarang adalah Ryana yang berani dan tidak takut akan hari esok."Arrgghhh si4l!" pekik Aldi sambil meremas rambutnya setelah kepergian Ryana. Impiannya bersanding dengan sang kekasih yang cantik jelita itu pupus begitu saja.Pak Rusli menatap putranya dengan tatapan mata tajam. Pria tua itu tidak habis pikir rasanya dengan putranya. Putra semata wayang yang ia dan istrinya besarkan dengan penuh kasih sayang tetapi malah menorehkan kotoran di wajah mereka berdua."Uh, siapa sih yang tega menyebarkan video itu dan mengirimkannya pada Ryana?" gumam Aldi bersungut-sungut kesal. Kalimat yang diucapkan Aldi itu terdengar ke telinga Bapaknya."Ehmm!" Pak Rusli berdeham dengan suara yang cukup keras dan berhasil membuat Aldi terkejut.Sementara Bu Rusli hanya pasrah. Ia memilih untuk masuk ke kamarnya. Nyeri yang ia rasakan di kepalanya semakin berdenyut dengan hebat. Wanita tua itu merasakan tensi darahnya naik. Maka dari itu, ia memilih untuk beristirahat saja di kamarnya daripada meluapkan kemarahan kepada putranya.Aldi terdiam. Raut wajah murka terpancar dari wajahnya. Beberapa detik kemudian, ia memilih keluar untuk mengejar kepergian Ryana."Aldi! Tunggu! Bapak mau bicara!" teriak Pak Rusli namun tidak dihiraukan Aldi. Pria itu tau kalau ayahnya pasti akan memarahi dirinya.Aldi mencoba mengejar kepergian Ryana. Namun sia-sia. Ryana dan adiknya sudah tidak ada. Mereka sudah pergi meninggalkan kediaman Aldi."Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Ryana sudah pergi, dia membatalkan pernikahan kami secara sepihak," gumam Aldi mengusap wajahnya kasar.Lutut Aldi lemas. Hancur harapannya bersanding dengan sang kekasih. Impian itu hanya tinggal angan kosong."Ryana!" teriak Aldi sambil menangis sesenggukan. Menyesali semua kesalahan yang pernah ia lakukan. Ingin rasanya ia tidak melakukan kesalahan fatal yang menghancurkan semua ini. Namun nasi telah menjadi bubur.Andai saja waktu itu Aldi tidak termakan bujuk rayu Ezra untuk bersenang-senang. Mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Aldi masih bingung Ryana tau darimana tentang semua ini."Ah, Ezra! Iya, Ezra. Kenapa aku jadi tidak ingat dengan Ezra? Aku yakin kalau semua ini ulahnya Ezra," gumam Aldi seorang diri yang tiba-tiba teringat dengan sahabatnya itu. Masalahnya selama ini hanya Ezra yang tau dengan sepak terjangnya selama ini.* * *Ryana dan Rayyan akhirnya tiba di rumah dengan perasaan lega. Walaupun akhirnya besok ia tidak jadi menikah dengan Aldi, namun ia mengucapkan rasa syukur yang luar biasa kepada Allah. Meski begitu, acara besok tetap akan berjalan mau tidak mau.Di ruang tamu rupanya Pak Iman dan Bu Erin sudah menunggu kedatangan anak-anak mereka. Jelas saja mereka tidak bisa tertidur sebelum anak-anak mereka pulang.Ryana dan Rayyan baru saja masuk ke dalam rumah. Mereka terkejut ketika melihat orangtua mereka duduk di sofa. Kedua anak muda itu memeluk kedua orangtuanya dengan penuh rasa haru. Pak Iman dan Bu Erin bersyukur, anak-anak mereka pulang dalam keadaan selamat tanpa kekurangan suatu apapun."Alhamdulillah, Nak. Kalian sudah pulang. Ibu dan Bapak khawatir sekali dengan keadaan kalian. Takut terjadi apa-apa," kata Bu Erin lirih."Alhamdulillah, Bu. Ini semua berkat doa Ibu dan Bapak," sahut Ryana dengan mata berkaca-kaca.Bu Erin mengusap air mata yang berlinang di pipi anaknya. Rayyan melepas pelukan Bapaknya dan kini duduk di seberang."Jadi bagaimana acara besok, Nak? Apakah tetap jalan?" tanya Pak Iman hati-hati.Pak Iman dan Bu Erin sudah menduga pasti ada yang terjadi di antara Ryana dan calon menantu mereka. Mereka juga berfirasat kalau putri mereka membatalkan acara pernikahannya.Kalau pun acara besok dibatalkan jelas akan rugi. Siapa yang akan memakan makanan yang begitu banyak dan sudah dimasak."Acara besok lanjut saja, Pak. Tetapi tidak ada acara akad nikah dan resepsi pernikahan. Lebih baik gimana kalau kita mengundang anak yatim saja," jawab Ryana yang kini sudah tidak menangis lagi."Wah, ide yang bagus itu, Nak. Sekaligus kita bisa beramal dan bersedekah." Bu Erin menimpali."Maafkan Ryana, Bu, Pak. Ryana membatalkan pernikahan ini. Ryana tidak sanggup meneruskan pernikahan Ryana dengan Aldi. Ryana lebih baik memilih mundur," sahut Ryana menjelaskan kepada orangtuanya."Iya, Bu, Pak. Mas Aldi diam-diam telah mempunyai kekasih lain," balas Rayyan membantu menjelaskan penyebab kenapa Ryana membatalkan pernikahannya."Astaghfirullah," jawab kedua orangtua mereka hampir serempak.Pak Iman dan Bu Erin belum menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada putrinya. Mereka takut kalau akan melukai hati Ryana dan membuatnya trauma. Lebih baik mereka menunda sampai Ryana yang mau bercerita sendiri.Ryana menganggukkan kepalanya. Rayyan tersenyum melihat kakaknya sudah tidak lagi menangis dan terlihat lebih tegar menghadapi apa yang sudah menjadi kenyataan ini.Karena sudah dini hari, mereka berempat memutuskan untuk beristirahat. Mereka sudah siap menghadapi hari esok. Apapun yang akan terjadi mereka sudah memasrahkan semuanya kepada Sang Pencipta yang telah mengatur segalanya.Hari ini langit begitu cerah, sang mentari menampakkan sinarnya yang hangat. Namun cerahnya sinar mentari tidak secerah sinar yang ada di wajah Ryana. Meski pernikahannya dengan Aldi batal. Namun Ryana tetap dirias oleh seorang MUA (Make Up Artist). Ryana yang rencananya memakai kebaya, kini memilih pakaian gamis putih berpayet dan hijab putih segiempat panjang menutup dada. Gadis itu meminta dirias sederhana saja, tanpa bulu mata palsu maupun lensa mata. Tetap saja Ryana tidak bisa menahan kesedihannya. Air mata berlinang jatuh ke pipi mulusnya yang tidak dapat dibendung lagi. Berkali-kali Mbak Susi--MUA-- dan Mbak Putri asistennya menenangkan hati Ryana. Mereka perlahan menghapus air mata di pipi gadis itu. Hingga proses make up yang memakan waktu satu jam itu selesai. Ryana berusaha untuk mengikhlaskan apa yang terjadi pada Sang Ilahi. Semua skenario yang kita jalani sudah menjadi kehendakNya. Kita sebagai seorang insan yang beriman, hanya bisa pasrah dengan ketetapanNya. .Bu E
Bu Erin terperangah dengan ucapan Hasfi. Ia dan suaminya itu sudah mengenal Hasfi semenjak SMA. Memang selama ini, Rayyan ada bercerita kalau Hasfi kuliah sambil bekerja karena ia berasal dari keluarga yang ekonominya menengah ke bawah. Hasfi hanya tinggal bersama dengan ibunya saja karena ayah dan ibunya sudah lama bercerai. Untuk mencukupi kebutuhannya, Hasfi bekerja sebagai afiliator di sebuah aplikasi sosial media yang kini digandrungi anak muda. Memang tidak mudah dirinya membagi waktu antara bekerja dan kuliah. Sebelum memutuskan menjadi afiliator, pria berusia dua puluh satu tahun itu menjadi penulis novel online. Menjadi penulis novel online pada awalnya adalah sebuah pekerjaan yang cukup menjanjikan bagi seorang mahasiswa seperti Hasfi. Ia bisa menulis kapan pun ia mau dan ada waktu senggang. Namun lama kelamaan persaingan di dunia menulis pun cukup meningkat. Semakin banyak orang yang terjun di dunia kepenulisan, hal ini membuat Hasfi kewalahan menghadapi banyaknya pesaing
Siapa yang tidak terbakar api cemburu ketika melihat kekasihnya bersanding dengan pria lain di pelaminan. Rasa marah, kesal, dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. Mengaduk-aduk perasaan Aldi yang tidak terima dengan apa yang dilihatnya di live akun Rayyan. Ryana nampak cantik dengan riasan wajah natural, ia terlihat menyalami para tamu undangan yang seolah tidak ada habisnya. Di samping Ryana, berdiri seorang pemuda yang gagah dan berani melamar Ryana di usianya yang terbilang masih sangat muda bagi seorang pria. Justru Aldi merasa dikhianati oleh Ryana. Padahal ia duluan yang bermain api. Lantas saat ini berbalik dia lah yang merasakan cemburu luar biasa. "Ini enggak bisa dibiarkan, aku harus segera ke sana! Aku ingin membuat perhitungan. Aku enggak mau melihat Ryana bahagia. Enak aja dia enak-enakan bahagia. Sedangkan aku di sini malah terpuruk!" Aldi segera mengambil jaketnya dan mengambil kunci motor gedenya. Aldi berjalan melewati ruang tamu. Di sana ibunya sedang menjahit be
Suasana yang tadinya mencekam, kini perlahan kembali menjadi tenang. Dua satpam tersebut sudah membawa dan mengusir Aldi dari komplek. Pak Iman juga ikut serta dalam pengusiran tersebut. Ia memperingatkan Aldi agar jangan pernah lagi mengganggu putrinya. Kalau tidak, lelaki paruh baya itu tidak akan segan-segan melaporkan Aldi ke kantor polisi. "Pergi kamu! Jangan pernah lagi kembali ke sini. Aku sudah muak melihat wajahmu. Jangan tampakkan wajahmu lagi dihadapanku atau putriku lagi," cerca Pak Iman marah besar. Dirinya tak terima pesta pernikahan putrinya malah mau dihancurkan oleh kedatangan mantan calon menantunya itu. Kedua mata Aldi menatap Pak Iman dengan tatapan mata tajam. Dendam yang membara di hatinya kini berkobar kembali. Ia merasa Ryana sudah memutuskan dirinya secara sepihak. Ia tidak bisa menerima keputusan Ryana dan sampai saat ini masih menyalahkannya. "Kalian semua kepar*t! Egois! Belum pernah aku menemui orang-orang egois seperti kalian yang maunya hanya menang s
Acara pernikahan Ryana dan Hasfi sudah selesai dilaksanakan. Para tamu mulai sepi, ibu-ibu yang rewang juga sudah mulai pulang. Mbak Susi dan Mbak Putri merapikan alat makeup dan baju pengantin yang dipakai oleh Ryana dan Hasfi. Tukang dekorasi dan tenda juga merapikan dekorasi. Sofi dan Gladis sibuk mengangkat kado-kado dan kotak tempat amplop uang untuk pengantin. Ryana dan Hasfi berganti pakaian kimono mandi yang berbahan handuk karena mereka siap-siap ingin membersihkan diri karena seharian badan terasa lengket. "Lho kok pengantin baru malah mandinya sendiri-sendiri?" tanya Gladis yang menggoda pengantin baru. Ryana memilih mandi di kamar mandi yang ada di kamarnya. Memang setiap kamar di rumah keluarga Pak Iman ada kamar mandinya walau hanya kamar mandi kecil dengan shower dan toilet jongkok. Hanya kamar tamu saja yang tidak ada kamar mandinya. Sedangkan Hasfi berjalan meninggalkan ruangan, ia memilih mandi di kamar mandi belakang. Lagipula orang-orang yang membantu masak dan k
Ryana begitu terkejut sekaligus kagum dengan Hasfi. Ia merasa lega dan tidak salah memilih suami. Meskipun pernikahan ini pernikahan dadakan, namun ia merasa tidak menyesal menikah dengan Hasfi. Hanya saja yang masih mengganjal di hatinya adalah dirinya belum menunaikan kewajiban utamanya sebagai seorang istri, yaitu melayani suami di ranjang. Wajar saja belum siap. Kedekatan Ryana dengan Hasfi tidak seintens dengan Aldi. Jadinya saat ini mereka masih dalam tahap mengenal satu sama lain. Namun sudah dalam ikatan pernikahan yang sah. "Mbak, tenang aja. Aku akan bekerja dan memberikan nafkah selayaknya. Tapi aku enggak bisa menjanjikan apa-apa sama Mbak. Enggak selamanya juga kontenku akan laris. Aku hanya ingin Mbak Ryana selalu ada di sisiku dan mendukungku," kata Hasfi sungguh-sungguh. Pemuda itu kini menatap kedua mata Ryana dan memegang tangan halus gadis itu. Sungguh baru kali ini Ryana merasakan tubuhnya berdesir karena sentuhan seorang pria. Ya, pria halal yang mau mengikrarka
Mentari pagi menyapa dengan sinarnya masuk melalui celah-celah jendela kaca ketika Ryana membuka gorden jendelanya. Tadi Ryana dan Hasfi sholat subuh berjamaah dan dilanjutkan dengan mengaji Al-Qur'an. Malam pertama pengantin mereka sudah mereka lalui walau hanya tidur bersama. Di pagi yang cerah ini, Ryana sudah memantapkan hatinya untuk menerima Hasfi sebagai suaminya dan belajar mencintai pemuda itu. "Aku bantu Ibu di dapur dulu ya," kata Ryana kepada pria yang baru saja menjadi suaminya itu. Hasfi yang mengecek ponselnya pun menoleh ke arah Ryana dan menganggukkan kepalanya. Hari ini ia izin tidak masuk kuliah karena akan mengantarkan istrinya membeli cincin dan seserahan seperti janjinya tadi malam. Padahal ada dua mata kuliah hari ini. Sedangkan Ryana karena izin cuti menikah, ia libur seminggu ke depan. Sekalian hari ini mereka juga mau mampir ke KUA setempat untuk menyerahkan berkas dan dokumen nikah mereka. Ryana berjalan menuju dapur. Di sana Ibunya sudah selesai memasak
Hasfi dan Ryana kini berada di parkiran. Hasfi tadi juga sempat merapikan rambutnya yang lepek karena pakai helm dengan berkaca di spion sepeda motornya. Sepeda motor milik Hasfi sudah berumur tiga tahun. Namun karena ia apik merawat barang miliknya, sepeda motornya masih terlihat seperti baru. "Kita enggak belinya di pasar aja, Bang? Beli di sini apa enggak mahal tuh," jawab Ryana ragu. Ingin rasanya Ryana putar balik. Dari tadi ia manut saja ketika pria itu mengajaknya ke Mall ini. "Lho, ngapain kita beli di pasar, Mbak? Kan kita sudah sampai sini. Ayo, kira buruan masuk." "Tapi, Bang..." "Tapi kenapa, Mbak Sayang?" "Aku hanya takut kalau uangmu habis karena membelanjakan aku di sini." Ryana akhirnya mengatakan kekhawatirannya. Pemuda itu tersenyum kepada istrinya. Lesung pipit yang ada di pipi pria itu menambah manis wajahnya. Membuat Ryana meleleh ketika memandang wajah suaminya itu. Hasfi sudah menduga kalau Ryana pasti akan berkata begitu. "Enggak papa, Mbak. Insya Allah,