Dimitri dan Marc segera mengambil penerbangan tercepat malam itu. Mereka segera ke California untuk menemukan Ellen dan Raynand. Namun sialnya mereka bertemu dengan Erica."Sedang apa kau di tempat ini?" tanya Dimitri terkejut. Pria itu berusaha memberikan ekspresi biasa saja. Dia tidak ingin Erica merasa curiga. "Aku sedang ada urusan pekerjaan. Untuk kali pertama semenjak aku menghilang, mereka memintaku datang kemari. Akan akan ambil projek Paris Fashion Week," kata Erica tersenyum."Kalau begitu semoga berhasil," ujar Dimitri tersenyum lali berjalan melewati Erica begitu saja. "Kau mau kemana?" tanya Erica. Dimitri berhenti bersama Marc yang juga ikut berhenti. Keduanya pun mulai kebingungan. Erica tak mungkin melepaskan mereka begitu saja. "Tidakkah kalian seharusnya membantuku untuk acara ini?" tanya Erica. "Kita bisa sekalian berlibur. Dimitri, tidakkah kau ingin liburan bersamaku?"Marc berbalik dan menatap Erica ragu. "Maafkan kami, Tuan Dimitri sedang ada pekerjaan lain.
Dimitri masih tertunduk penuh penesalan. Mia seolah menatapnya penuh kebencian. Wanita itu tahu betul bagaimana Ellen sangat terluka karena perbuatan pria yang saat ini berada di hadapannya. "Lagipula hari sudah semakin larut. Kami tidak bisa menerima kalian di tempat ini. Jadi sebaiknya kalian sewa hotel saja," kata Mia berbalik. "Tunggu, Mia!" seru Marc. "Nyonya Ellen tidak akan pernah mau bertemu kalian. Jadi untuk apa kalian berada di sini?" omel Mia. "Aku perlu bicara pada Ellen," kata Dimitri lirih. "Untuk apa, Tuan? Apakah kau berniat untuk menidurinya lagi?" tanya Mia kesal. "Mia, jaga cara bicaramu!" bentak Marc kesal. "Aku mengatakan kebenarannya. Bukankah setelah semua yang terjadi pada nyonya Ellen, seharusnya Tuan Muda Dimitri Pyordova yang terhormat ini merasa puas? Ataukah masih ada yang ingin di lakukan pada nyonya untuk membuatnya lebih menderita lagi?" sindir Mia kesal."Mia, kau bahkan tak tahu apa pun. Tuan memiliki alasan yang jelas," ujar Marc."Kalau begi
Suasana bandara terlihat masih sangat ramai meskioun Dimitri mengambil penerbangan di malam hari ketika tiba di Paris. Pria itu berjalan bersama Marc. Tanpa sadar mereka berpapasan dengan Ellen dan Raynand. Namun mereka tak menyadarinya dan saling berlalu. Beberapa langkah usai saling menjauh, Dimitri dan Ellen berhenti. Pun dengan Marc dan Raynand yang kebingungan ikut berhenti. "Apa yang terjadi, Tuan?" tanya Marc pada Dimitri. "Jantungku berdetak sangat kencang," jawab Dimitri pelan. "Apakah kita perlu ke rumah sakit terlebih dahulu, Tuan?" tanya Marc sedikit cemas. "Tidak perlu," kata Dimitri lau berjalan lagi. Sementara itu, Ellen yang berhenti, berbalik dan melihat beberapa orang lalu lalang. Seolah tengah mencari seseorang, wanita itu mengedarkan pandangannya. Namun tak menemukan siapa pun. Karena Dimitri dan Marc sudah menghilang di kerumunan. "Ada apa, Ellen?" tanya Raynand bingung."Jantungkun berdepar sangat kencang," jawab Ellen dengan kedua mata masih mencari."Apa
Dimitri kembali ke apartemen nya dan mendapati Erica sedang mengenakan gaun tidur milik Ellen. Pria itu tersenyum bahagia melihat wanita itu. Dia pun segera berlari dan memeluk wanita itu. Untuk sesaat dia terdiam. Lalu menciumi rambut wanita itu. Sesaat kemudian dia mendorong wanita itu ke lantai. Di tatapnya Erica penuh kebencian. Tanpa berkata-kata, dia berbalik. Erica segera mencegahnya pergi. "Dimitri, kau mau kemana?" tanya Erica. "Lepaskan gaun tidur itu," kata Dimitri datar."Kau ingin melakukannya di tempat ini kah? Kenapa jadi tidak sabaran seperti ini?" tanya Erica senang sembari mulai melepaskan gaun tidurnya."Kau bukan Ellen!" bentak Dimitri penuh amarah. "Apa yang kau katakan?" tanyanya dengan wajah polos."Kau bukan Ellen, kenapa kau memakai bajunya?" tanya Dimitri tanpa berbalik. Dia tahu saat ini Erica sudah menanggalkan gaun tidurnya. "Maafkan aku. Gaun tidurku tertinggal di menara itu. Aku juga belum sempat membelinya lagi. Jadi ku pikir kenapa tidak memakai m
Dimitri sedang berada di sebuah bar. Dia menenggak minuman keras entah sudah berapa botol. Tempat itu bahkan sudah hampir tutup. "Tuan, mau ku pesankan taxi kah?" tanya si bartender. Seorang pria berusia kisaran 20 tahunan akhir."Tidak perlu. Aku bisa jalan kaki," jaqab Dimitri tersenyum lalu tertawa. "Siapa tahu istriku juga sedang berjalan kaki.""Tuan, kau sudah mabuk parah. Sementara kami sudah mau tutup," kata si bartender."Ya sudah. Tutup saja. Aku akan berjaga di tempat ini," ujar Dimitri dengan nada suara meninggi. "Apakah aku perlu menelepon istrimu, Tuan?" tanyanya perlahan. "Istriku sangat cantik. Jika dia datang kemari maka kau pasti akan terpesona akan parasnya yang rupawan," kata Dimitri tertawa kecil."Tuan, sebaiknya kau hubungi istrimu segera. Maafkan kami," kata pria itu lalu membungkuk dan pergi meninggalkan Dimitri seirang diri. Berharap Dimitri segera menghubungi istrinya dan pergi dari tempat itu.Namun selang satu jam lamanya dan hanya tersisa Dimitri seora
Ellen menangis dan berteriak di dalam pesawat. Sementara Mia hanya bisa menepuk lembut punggung Ellen. Wanita itu akan terus menahan diri untuk tidak memaki. Karena Ellen benar-benar hancur sekarang. "Sudahlah. Kita akan sampai di Paris. Kau jangan menangis terus. Tidak baik untuk kedua matamu," kata Mia. "Di bandara nanti pasti banyak penggemar yang menantikan kedatanganmu.""Aku bahkan sudah berjuang begitu lama. Tapi apa ini? Dia memintaku untuk tidur dengannya. Kami melakukannya berulang kali malam itu. Dan setelahnya aku di buang begitu saja," oceh Ellen dengan kondisi sudah mabuk berat. "Kita bahkan berada di atas awan dan kau minum sebanyak itu. Selain jetlag masih ada lagi mabuk karena terlalu banyak minum," gerutu Mia menahan amarahnya. Ellen menatap sejenak wajah Mia. Lalu kembali menangis keras dengan botol wine di tangannya. "Kenapa semua menjadi seperti ini? Seolah kejadian di masa lalu kembali terulang," celetuk Ellen sambil menangis. "Bersamamu seperti itu termasuk