"Tadi kira-kira jawabnya udah bener nggak, ya," gumam Kaira sambil terus berjalan keluar kantor Golden Grup.
Rasa pesimis mulai Kaira rasakan kembali, mengingat beberapa menit yang lalu kala proses wawancaranya dengan pihak Golden Group berlangsung. Pasalnya, meskipun dirinya telah berlatih sebaik mungkin, tetap saja Kaira merasa gugup sehingga beberapa kali dia menjawab pertanyaan dengan terbata-bata.
Merasa tak percaya diri, Kaira pun terpaksa menurunkan ekspektasinya. Dalam hatinya, wanita itu bahkan sudah merasa sangat bersyukur dengan kesempatan untuk bisa lolos sampai ke tahap interview di salah satu perusahaan bergengsi yang masuk ke dalam big three company tersebut. Bagi Kaira, ini merupakan pencapaian yang luar biasa untuknya.
Bruk!
Keresahannya membuat Kaira tak sengaja menabrak seseorang sehingga dirinya tersungkur. Meskipun dirinya yang terjatuh, wanita itu tetap merasa bersalah. Kaira berniat meminta maaf kepada orang itu, namun Kaira langsung mengurungkan niatnya ketika melihat seseorang yang tengah berdiri tegap di depannya.
"Kaira? Kamu sedang apa di sini?" tanya Bayu heran sambil memperhatikan Kaira dari ujung rambut hingga kaki. Pria itu pun tak menyangka akan kembali bertemu dengan Kaira.
"Bukan urusanmu, Mas."
"Cih. Sombong sekali kamu, Kaira. Memang bukan urusanku, tapi untuk apa perempuan rendahan macam kamu berada di perusahaan besar ini? Kalau aku jelas akan meeting sama klien, sedangkan kamu? Mencari pelanggan, kah?" tanya Bayu sembari tertawa kecil, tak peduli dengan Kaira yang baru saja tersungkur.
Hinaan dari Bayu, ditambah dengan netra hitam sang pria yang menatapnya rendah jelas membuat emosi Kaira tiba-tiba memuncah. Wanita itu pun melangkahkan kakinya, tak kuasa untuk segera mengayunkan tangannya ke wajah pria yang pernah mengkhianatinya. Namun, tepat saat Kaira mengangkat tangannya, lengkingan suara seorang wanita mengejutkannya.
"Mas Bayu! Tunggu aku!"
Kaira sangat mengenal suara nyaring itu. Suara sahabatnya, Melodi, wanita yang sudah tega berkhianat di belakangnya kini sedang berlari menuju lobby tempat dirinya dan Bayu berada.
Manik Melodi membulat sempurna saat melihat Kaira, tak menyangka bahwa dia akan bertemu dengan sahabat lama yang dia rebut kekasihnya.
"Kaira, mengapa kamu ada di sini?"
Nada bicara Melodi yang terdengar seolah wanita itu tak berbuat salah kepadanya membuat Kaira geram. Kaira mendecih kecil saat melihat kedua wajah yang membuat hidupnya seketika luluh lantak.
Tak ingin berbuat rusuh dan berurusan lebih jauh dengan mantan calon suami dan sahabatnya, Kaira memutuskan untuk pergi, menghiraukan pertanyaan Melodi. Tapi usahanya sia-sia karena tiba-tiba Bayu menahan pergelangan tangan Kaira kuat.
"Lepaskan."
"Nggak sopan sekali kamu. Jika tak ingin menjawab pertanyaanku, setidaknya kamu harus jawab pertanyaan Melodi, bukan?"
"Mas Bayu, sudahlah. Lepaskan saja dia," ujar Melodi yang merasa cemburu ketika melihat Bayu tengah memegang lengan Kaira.
Kaira melirik ke arah lengan miliknya yang ditahan oleh Bayu, namun netra cokelatnya tak sengaja melihat bagaimana Melodi berani menggamit lengan milik Bayu begitu posesif.
Kaira tersenyum miring ketika menyadari jika Melodi mulai berani secara terang-terangan menunjukkan sikap mesranya.
"Urusi saja selingkuhanmu itu, Mas!"
Tak terima dengan ucapan Kaira, Bayu semakin memperkuat cengkeramannya di lengan Kaira. Pria itu mulai menatap Kaira dengan seksama. Pria itu tersadar bahwa wanita di depannya menggunakan kemeja putih beserta rok hitam –pakaian pelamar kerja. Bayu mulai terbahak-bahak saat membaca nametag di depan dada milik Kaira.
"Kamu ke sini untuk melamar kerja?" Bayu masih tertawa puas ketika tahu jika Kaira, yang baru saja berhasil dipecat dari perusahaan lamanya karena perbuatan Bayu, datang ke perusahaan besar untuk mencari pekerjaan.
Tidak ingin terkonfrontasi, Kaira memilih pergi dari hadapan Bayu juga Melodi. Kaira bahkan masih mendengar suara Bayu yang terus menghinanya.
"Gak usah kepedean, Kaira. Orang kayak kamu nggak akan bisa keterima kerja di tempat seperti ini!"
***
"Bagaimana wawancaranya tadi, Kaira?"
Mendengar suara itu membuat Kaira terkejut sendiri. Ia melirik ke arah sofa di mana Dipta sedang duduk sambil menatap laptop.
"Entahlah, Mas. Aku tak yakin akan lolos tahap wawancara."
Kaira ikut bergabung duduk di samping Dipta, sedikit melirik ke arah laptop yang sedang menyala, menampilkan sebuah game yang tengah berjalan.
Tahu jika istrinya sangat lelah, Dipta langsung pamit pergi ke dapur untuk membuatkan minum.
Saat kembali dari dapur, Dipta ditatap Kaira penuh selidik. Paham jika istrinya sedang memikirkan sesuatu membuat Dipta langsung menanyakannya.
"Ada apa, Kaira?" Dipta menaruh gelas yang berisi jus stroberi di depan istrinya, kembali duduk di tempatnya yang semula.
"Mas kok jam segini ada di apartemen? Memangnya Mas nggak kerja?"
"Aku tadi izin sama Pak Bos."
"Izin? Untuk apa? Apa Mas sakit?" Kaira justru khawatir jika Dipta sedang sakit. Raut wajahnya yang cemas tidak bisa disembunyikan hingga membuat Dipta mengulum senyumnya.
"Aku izin karena mau menyambut kamu yang habis tes wawancara."
Kaira hanya bisa melongo mendengar penuturan dari Dipta. Selain karena tidak menyangka jika Dipta akan melakukan ini untuknya, pekerja mana yang izin tidak masuk kerja hanya karena ingin menyambut istrinya?
"Seandainya nanti aku tidak lolos, aku minta maaf banget sama kamu, Mas. Apalagi pekerjaan ini rekomendasi dari kamu. Aku pesimis, karena jawabanku yang terbata-bata."
Menyaksikan wajah istrinya yang terlihat murung, Dipta menggenggam telapak tangan Kaira erat, mengelus lembut dengan ibu jarinya.
"Kamu gak usah khawatir. Jika memang rejekinya pasti akan diterima. Aku juga dulu begitu saat melakukan wawancara. Ngomongnya belepotan," hibur Dipta mencoba menenangkan Kaira.
Ucapan dari Dipta membuat perasaan Kaira seketika membaik. Wanita itu tersenyum ketika Dipta menenangkannya dengan segelas jus buatannya.
Tidak hanya itu, Dipta dengan sukarela akan membuatkan makanan untuk sang istri. Di sini Kaira merasa tidak enak hati jika dirinya hanya duduk saja menonton Dipta memasak. Alhasil Kaira ikut membantu Dipta membuat makanan untuk diri mereka sendiri.
Selama di dapur, Dipta sedikit jahil kepada istrinya, mengolesi margarin ke pipi Kaira.
"Mas Dipta, ih!" protes Kaira tak terima jika pipinya kotor. Sedangkan Dipta hanya tertawa terbahak-bahak.
Merasa dijahili membuat Kaira mengatur balas dendam kepada suaminya, bersiap untuk mengolesi kecap ke wajah suaminya, namun suara deringan ponsel miliknya menghentikan aktifitasnya.
Keningnya mengerut saat melihat nomor tak dikenal. Kaira bahkan menatap ke arah dapur, seakan meminta pendapat dari Dipta untuk mengangkat telepon dari nomor asing atau tidak.
Mendapat anggukan dari Dipta, Kaira pun menggeser tombol hijau ke samping.
"Halo, selamat sore, dengan saudari Kaira Sifabella?"
"Sore, benar, saya sendiri."
"Selamat ya, Mbak. Mbak Kaira diterima di perusahaan kami, Golden Grup. Untuk informasi lebih lanjut, besok pagi Mbak bisa datang ke kantor untuk bertemu dengan kepala HR, ya."
Seketika kaki Kaira mendadak lemas. Setelah sambungan terputus, Kaira menoleh, menatap ke arah dapur, di mana Dipta tengah menatapnya sambil memberikan senyuman manisnya.
Tak kuasa menahan rasa bahagianya, Kaira langsung saja berlari menuju dapur dan memeluk Dipta dengan bahagia.
"Aku diterima, Mas!"
"Se– selamat, Kaira."
Saking senangnya, Kaira tidak menyadari jika pelukan yang dilakukannya sangat begitu erat.
Mendadak sadar apa yang telah dilakukannya, Kaira langsung melepaskan diri dari pelukan Dipta. Mereka berdua sama-sama tersipu malu, terutama Kaira, karena berani memeluk Dipta terlebih dahulu.
***
Sudah satu minggu Kaira bekerja di tempat baru. Banyak pengalaman baru yang membuat Kaira harus giat belajar kembali.
Jika dulu ia harus bekerja menatap komputer berjam-jam, saat ini dirinya harus selalu siap menemani bos pergi meeting kemanapun, apalagi jabatan Kaira sangat penting, sekretaris dari COO, Chief Operation Officer.
Dan, di sinilah Kaira berada. Sebuah kantor yang tak kalah mewah dan besar dari Golden Grup. Kaira sedang menemani bosnya meeting di Archery Grup.
"Sekretaris barumu?" tanya Wisnu menatap Kaira sekilas, namun kembali fokus menatap berkas di atas mejanya.
"Ya," jawab Bagas sambil melirik ke arah Kaira sekilas, bahkan tersenyum tipis ketika menatap Wisnu yang sibuk membaca berkas.
Cukup lama mendampingi Bagas –atasannya bertemu dengan CEO dari Archery Grup, membuat Kaira merasa lelah karena harus terus berdiri. Wanita itu pun meminta izin untuk pergi.
Saat sudah berada di luar ruang meeting, Kaira merasa bingung mencari keberadaan toilet. Wanita itu memutuskan terus berjalan sepanjang lorong kantor, hingga melihat sebuah tulisan 'departemen pemasaran' yang membuatnya terbengong di depan pintu kaca.
Terlalu fokus memperhatikan tulisan, Kaira tidak menyadari jika di belakangnya ada seseorang yang sejak tadi sudah berdeham kencang.
"Permisi, sedang mencari siapa, bisa saya bantu?"
Mendengar suara yang tidak asing, Kaira langsung saja berbalik badan yang membuat sesosok pria itu tercengang luar biasa.
"Ka-Kaira!?" ucap Bayu terbata-bata melihat mantan kekasihnya itu.
Kaira hanya diam tidak memberikan reaksi apapun. Berbanding terbalik dengan Bayu yang tidak menyangka bisa bertemu dengan Kaira di tempatnya bekerja.
"Sedang apa kamu di sini? Lagi ngelamar kerja lagi di sini?" ledek Bayu menghina Kaira, bahkan terkekeh kecil. "Pasti yang kemarin tidak diterima, 'kan? Lagian aku bilang juga apa, orang kayak kamu itu gak cocok kerja di perusahaan besar!"
"Jaga mulutmu, Mas Bayu! Aku memang gak kerja di sini, tapi yang jelas aku sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik!" balas Kaira tegas sambil menatap Bayu sengit.
"Hahaha, jangan halu kamu, Kaira! Mana mungkin perusahaan besar menerima kamu yang banyak kurangnya! Bisa-bisa perusahaan dibuat bangkrut!" ejek Bayu tidak percaya akan ucapan Kaira.
Tak tahan dengan cacian dari mantannya sendiri, Kaira pun merogoh kantung di dalam jasnya, mencari ID Card perusahaan. Namun, aktivitas wanita itu terhenti saat menyaksikan manik Bayu yang membulat sempurna. Saat itu, barulah Kaira tersadar bahwa Wisnu, CEO dari Archery Group menepuk pundaknya dengan lembut.
“Bu Kaira? Kenapa ada di sini? Pak Bagas menunggu di ruang meeting.”
"Oh! Maaf, Pak, saya akan segera ke sana." Kaira tersenyum manis sambil sedikit membungkukkan tubuhnya di depan Wisnu.Kaira memperhatikan Bayu yang berdiri di depannya kini terlihat pucat pasi, apalagi tatapan Wisnu terhadap pria itu sangat mengintimidasi. Ada kepuasan di hati Kaira melihat Bayu tak berkutik."Mari kita ke ruang meeting, Bu Kaira," ajak Wisnu mempersilakan Kaira untuk berjalan terlebih dahulu di depannya.Diperlakukan begitu baik oleh orang nomor satu di kantor Archery Grup membuat Kaira sangat bangga. Ia berjalan melewati Bayu yang masih menatap dengan ekspresi kebingungan.Bayu merasa jengkel ketika Pak Wisnu lebih perhatian kepada Kaira dibanding dirinya. Lagipula apa istimewanya wanita itu? Apa jangan-jangan mantan kekasihnya sekarang menjadi simpanan Pak Wisnu? Jika memang benar, ia harus segera melaporkan hal ini kepada istri Pak Wisnu.Melihat kebaikan bosnya kepada Kaira membuat Bayu merasa gusar. Ingin rasa
“Suka?” Kaira mengerutkan kening bingung saat mendapatkan pertanyaan random seperti ini. Kenapa bisa Dipta berpikir seperti itu.“Ya, suka sama Bagas. Soalnya kamu ngebahas dia terus.”Kaira menahan tawanya ketika sikap Dipta sangat aneh. Entah kenapa kedua pria ini sikapnya aneh-aneh.Dipta bahkan mendengkus kasar saat melirik ke arah Kaira yang tengah menahan tawanya. Ia kesal ketika Kaira tidak peka sama sekali terhadap dirinya.Sampai akhirnya perjalanan mereka pun sampai di apartemen. Dipta yang tengah cemburu langsung saja keluar mobil dan berjalan terlebih dahulu tanpa menunggu Kaira yang masih tertinggal di dalam mobil dengan tatapan bingungnya.“Mas Dipta, tunggu!” seru Kaira saat Dipta menutup pintu mobil cukup kencang. Buru-buru Kaira menyusul keluar dan berdiri di samping suaminya. “Mas Dipta kenapa, sih?” tanya Kaira dengan wajah polosnya.“Gapapa, aku cuma laper,” jawa
“Ka-kalian siapa!?” teriak Bayu ketika melihat banyak orang berpakaian serba hitam keluar dari dalam pagar rumahnya.Tidak mendapat sahutan, Bayu memukul salah satu dari mereka dengan brutal yang justru mengakibatkan keributan kembali. Bayu yang kalah jumlah langsung dipegang kedua tangannya oleh mereka.“Bajingan! Siapa yang menyuruh kalian, ha!?” tanya Bayu sambil menatap tajam, bahkan meludahi orang di depannya meski tidak kena sama sekali.Belum sampai memberikan pukulan kepada Bayu, mendadak Widya keluar sambil berteriak kencang meminta tolong yang membuat para orang berpakaian hitam segera melepaskan Bayu dan segera pergi dari sana.Bayu yang sudah bebas dari cekalan orang tak dikenal, langsung berjalan menghampiri Widya yang terlihat acak-acakan.“Bu, mereka siapa!?”Widya hanya bisa menggeleng saja sebagai jawaban. “Tidak tahu, kayaknya orang suruhan Kaira,” ceplos Widya ngasal.
“Siapa yang dipecat? Saya tidak memecat kamu, Kaira.” Bagas buru-buru berdiri dari kursi kebesarannya, berjalan menuju ke arah Kaira yang masih terisak pelan. Bagas takut kalau 'pria itu' akan kembali mengomelinya lagi jika tahu. Bagas sedikit ragu ketika akan memegang kedua bahu milik Kaira. Akan tetapi dia merasa iba melihat wanita menangis. “Ta—tapi kenapa ada orang lain yang duduk di kursi kerja saya, Pak?” tanya Kaira sambil mendongak ke atas, menatap wajah Bagas yang tengah berdiri tepat di depannya. Bingung ingin menjawab apa membuat Bagas berdeham kecil yang justru menyadarkan posisi berdirinya yang terlalu dekat. Bagas bahkan melepaskan kedua telapak tangannya yang sejak tadi berada di atas bahu milik Kaira. Tidak mau dicap pengkhianat oleh sahabatnya sendiri, Bagas kini berjalan menuju ke arah sofa, duduk dengan posisi kaki menyilang. “Dia akan membantu pekerjaan kamu nantinya. Sepertinya saya butuh dua sekretaris karena kamu
“Kamu benar-benar gila, Mas!”“Ya! Aku gila karenamu, Kaira!” balas Bayu dengan suara yang tak kalah kencangnya, bahkan terkesan begitu membentak.Air mata yang sudah Kaira tahan sejak tadi kini mulai luruh melewati pipi mulusnya. Bayu yang memang fokus menyetir menyempatkan melirik sekilas ke arah Kaira.“Gak usah sok sedih gitu, lagian aku nggak bakal kasihan juga sama kamu!” komentar Bayu ketika tidak suka melihat Kaira menangis. “Muka aja sok polos tapi ternyata hatimu jahat!” lanjutnya menyalahkan Kaira.Kaira tidak menanggapi ucapan Bayu yang terus saja berkomentar jahat tentang dirinya. Sampai akhirnya ponsel milik Kaira yang berada di dalam tas berdering hebat yang membuat wanita itu segera mengambilnya.Saat baru melihat layar ponselnya, hape itu sudah direbut paksa oleh Bayu. Kaira melirik dan mendengkus kasar.“Kembalikan ponselku, Mas!” pinta Kaira sambil terus mencoba m
“Jangan lakukan itu kepadaku!” teriak Kaira lantang ketika Bayu ingin mencumbunya paksa, namun suara ponsel Bayu menghentikan aksi bejatnya itu.Melihat nama yang menelepon membuat Bayu sedikit menunda keinginannya untuk menodai Kaira, karena sudah pasti ada berita penting jika ‘orang itu’ menelepon.“Ya, halo.”“Kasus korupsimu sedang diselidik oleh direktur keuangan, sebaiknya kau cepat ke sini!”Bayu menggeram kesal karena rencana untuk meniduri Kaira harus ditunda. Pria itu melirik Kaira yang sudah tak berdaya di depannya akibat tamparan bertubi-tubinya barusan.Tahu jika Kaira tidak akan kabur, Bayu kini berjalan menjauh untuk membicarakan hal penting ini.Lain hal dengan Kaira yang melihat kesempatan seperti ini justru digunakan untuk segera melarikan diri, namun aksinya diketahui oleh Bayu.“Mau lari ke mana, ha!?” teriak Bayu menggeram kesal.***“Apa!? Sudah pulang sejak pukul empat sore!?”Dipta terkejut kala mendapat kabar jika Kaira sudah pulang sejak sore tadi. Ia memijat
“Rekaman CCTV dekat kantor Golden Grup menunjukkan jika Ibu Kaira dibawa pergi oleh Bayu, Pak,” lapor Adit yang sudah melacak seluruh CCTV dalam kota.Mendapat titik terang soal keberadaan Kaira membuat Dipta sedikit lega. Pria itu menghela napas panjang saat sambungan telepon dengan Adit sudah terputus.Entah kenapa ketika Kaira tidak ada berada di dekatnya, Dipta merasakan jika perasaannya begitu kosong, seperti ada yang kurang, meski ia dan Kaira belum lama kenal tetapi seakan mereka sudah saling mengenal lama.“Gimana? Udah ketemu?” tanya Bagas yang penasaran kala melihat Dipta selalu menghela napas terus menerus.“Udah,” jawab Dipta singkat bahkan terkesan malas menjawab.“Jadi bener yang nyulik itu mantannya!?”Dipta mengangguk sebagai jawaban, sampai akhirnya ponsel miliknya bergetar yang menunjukkan notifikasi pesan dari Adit. Dipta membaca sekilas, yang membuatnya bergegas pergi dari kediaman Bagas.Melihat Dipta yang buru-buru pergi, Bagas langsung mengekori di belakangnya t
“Sebaiknya kita istirahat,” ucap Dipta setelah melepaskan pagutannya. Tak lupa pria itu bahkan melepaskan telapak tangan miliknya yang tengah mengusapi area sensitive milik istrinya itu.Dipta menghentikan cumbuannya saat merasa hanya bermain sendiri tanpa adanya balasan dari Kaira. Tak lupa ia mengusapi bibir bagian bawah milik Kaira yang basah akibat ulahnya.Malu jika yang menginginkan hanya dirinya, Dipta pamit pergi ke dalam kamarnya untuk istirahat. Lain hal dengan Kaira yang masih terdiam bengong menatap langit-langit sambil memikirkan kenapa Dipta menghentikan ciumannya tadi.“Apa tadi Mas Dipta hanya khilaf? Atau dia menyesal menciumku makanya berhenti? Apa rasa bibirku tidak enak?” batin Kaira menduga-duga alasan Dipta tiba-tiba menghentikan cumbuannya.Jujur saja Kaira tidak masalah jika memang pria itu ingin mengambil haknya sebagai suami, karena bagaimanapun Mas Dipta sudah resmi dan sah menjadi suaminya. Bahkan ketika Dipta menghentikan itu, Kaira merasa ada kehilangan s