Share

Chapter 6 - Hasutan Bayu!

“Mmh—” 

Erangan serta tangan Kaira yang berusaha mendorongnya dengan kuat seketika membuat Dipta tersadar apa yang baru saja dilakukannya. Pria itu pun dengan cepat melepaskan ciuman dalamnya. 

“Ehm, mm— maaf, Kaira. Aku—” ucap Dipta terbata-bata, merasa panik sehingga pria itu tak tahu apa yang harus dilakukannya.

Kaira pun merasakan hal yang sama. Malu, dan panik bercampur menjadi satu. Pasalnya, sejak pernikahan mendadak keduanya dari beberapa hari yang lalu, itu adalah sentuhan pertama yang diinisiasikan oleh Dipta. Dan anehnya, Kaira tidak merasa keberatan. 

Namun, hal yang paling tak bisa Dipta lupakan adalah semburat merah di wajah istrinya. Pria itu mengakui, bahwa Kaira memang cantik sejak pertama kali keduanya bertemu. Namun, malam itu, wajah Kaira terlihat lebih … sempurna. 

“Heh! Sopir!” 

Teriakan dengan nada yang familier memecahkan lamunan Dipta yang baru saja tiba di kantornya. 

Pria itu sengaja datang lebih pagi dari biasanya demi menemui Bayu, namun, siapa sangka justru laki-laki itu sendiri yang datang menemuinya?

Mendengar nada mengejek dari Bayu, Dipta dengan sengaja menghiraukan panggilan pria yang tengah merendahkan profesinya sebagai sopir. Seolah tak menganggapnya ada, Dipta hanya terus berjalan santai menuju lift karyawan.

“Heh, kamu budek ya!?” bentak Bayu, mulai tersulut emosinya karena diabaikan oleh Dipta. “Bener-bener cari mati nih orang!” lanjut Bayu menggerutu.

“Oh, bapak panggil saya, kah?” tanya Dipta sesampainya di lift sembari menyeringai.  Hal itu justru membuat kedua netra Bayu melotot karena merasa dipermainkan oleh seorang dengan jabatan yang lebih rendah darinya. 

Merasa emosi dengan perlakuan Dipta, Bayu pun mendekat, mengancang-ancang dengan tangannya yang terangkat untuk memberi “pelajaran” untuk karyawan rendahan di depannya. Tepat saat itu, sebuah tangan menahan pintu lift yang akan tertutup. 

Kedatangan Wisnu, CEO dari Archery Group mengejutkan Bayu. Dia pun dengan cepat menghentikan perbuatannya dan menyapa pria dengan jabatan tertinggi di perusahaannya itu dengan senyuman terbaiknya. “Selamat pagi, Pak Wisnu,” 

“Hmm.” 

Dalam hati, Bayu merasa kesal karena sapaannya hanya dibalas dengan gumaman. Tapi, apa boleh buat? Dia hanya bisa berdiam diri. Namun, emosinya semakin memuncah melihat ekspresi sang CEO yang tersenyum lebar ketika melihat Dipta yang berdiri di sampingnya.

“Dipta! Tumben kamu berangkat pagi-pagi sekali?” tanya Wisnu, tangannya menepuk-nepuk pundak Dipta seolah keduanya adalah kerabat dekat.

Perlakuan sang CEO kepada Dipta membuat Bayu penasaran. Mengapa bisa seorang karyawan rendahan yang hanya seorang sopir disapa dengan riang oleh pejabat paling tinggi di perusahaan? 

Ting!

Suara dentingan lift menghentikan Bayu dari lamunannya. Tak punya pilihan lain, pria itu pun terpaksa keluar, meninggalkan rasa penasarannya, sementara dua pria di dalam lift tetap berbincang seolah tak menganggap Bayu ada. 

**

“Saya ingin sopir bernama Dipta itu segera dipecat!” Teriak Bayu di ruangan HR, pria itu bertekad untuk membuat Dipta tak lagi muncul di hadapannya. 

Jika pria itu sudah berhasil memecat Kaira dari pekerjaannya, seharusnya memecat Dipta pun akan sangat mudah bukan? Terlebih Dipta hanya seorang sopir yang tidak memiliki kontribusi penting di kantor.

“Maaf, Pak Bayu, kami tidak bisa memecat karyawan seenaknya. Harus ada alasan yang jelas,” jelas Kepala tim Sumber Daya, membalas tudingan Bayu dengan profesional. 

Melihat ekspresi tidak percaya dari Kepala SDM membuat Bayu harus ekstra bekerja keras untuk menyakinkannya sekali lagi.

“Dia itu kurang kompeten dalam menyetir! Bahkan kemarin dia membawa mobil begitu ngebut di jalan. Pokoknya begitu ugal-ugalan. Bukankah hal ini sangat membahayakan atasan kita?” Bayu mulai mengeluarkan jurus kompor meleduknya supaya nama Dipta jelek di kantor dan segera dipecat.

“Beliau itu supir pribadi Pak Wisnu, Pak. Dan selama ini, saya tidak pernah mendengar komplain dari Pak Wisnu sendiri.”

Ucapan dari Kepala SDM semakin membuat Bayu tak habis pikir. Baru saja pria itu ingin membual lebih jauh, sosok di depannya itu tiba-tiba memotong pembicaraannya. 

“Nah, itu dia Pak Wisnunya. Coba, saya konfirmasi langsung ke beliau ya, Pak.” 

Wanita yang mengurus SDM di perusahaannya itu pun menghampiri Wisnu yang kebetulan sedang berjalan menuju ruangan meeting. 

“Ada apa ini?” tanya Wisnu, menautkan alisnya, merasa terganggu karena perjalanannya harus terhambat.

“Ini Pak Wisnu, ada yang komplain terkait kinerja sopir bapak. Katanya sopir bapak menyetir ugal-ugalan sampai membahayakan penumpangnya.” 

“Maksud kamu Dipta? Siapa yang buat komplain itu?” Suara Wisnu seketika meninggi, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. 

“Itu Pak, Pak Bayu dari tim pemasaran.” 

Telunjuk si Kepala SDM yang mengarah kepadanya, serta tatapan nyalang dari Wisnu membuat Bayu seketika panik. Pasalnya, apa yang pria itu katakan hanyalah bualan semata. Pria itu bahkan belum pernah sekalipun duduk di kursi penumpang dari mobil yang disetiri oleh Dipta.

“Informasi dari mana itu kalau sopir saya ugal-ugalan?” tanya Wisnu, menatap Bayu dengan penuh intimidasi.

“Emm-- Anu, Pak, dua hari yang lalu saya dibawa Dipta untuk ketemu klien, dan dia menyetir dengan kecepatan tinggi. Hampir saja saya celaka …” jawab Bayu begitu gelagapan, kembali merangkai cerita yang tidak benar. 

Mendengar laporan tersebut, sang CEO tertawa kecil. Namun, dalam sesaat, tawa itu berubah menjadi ekspresi yang menakutkan. 

“Sekali lagi saya mendapati kamu berbohong, bukan Dipta, tapi kamu yang akan saya pecat. Kamu baru saja menyia-nyiakan sepuluh menit saya. Jelas-jelas dua hari yang lalu Dipta menemani saya ke luar kota.”

Teguran dari CEO perusahaannya seketika membuat wajah Bayu pucat pasi. Tidak pernah menyangka kalau Dipta akan menjadi sopir kesayangan orang nomor satu di kantornya. Baik Dipta dan Kaira, keduanya telah berhasil membuat Bayu merasa malu, sehingga dirinya semakin menyimpan dendam kepada pasangan itu. 

**

“Kamu sedang apa, Kaira?” tanya Dipta yang baru saja sampai di apartemen tempat tinggalnya. Pria itu merasa heran ketika melihat istrinya tengah sibuk menulis di beberapa kertas polio.

“Aku lagi buat lamaran kerja, Mas. Mulai besok kayaknya aku bakalan cari pekerjaan.”

“Kenapa gak istirahat dulu aja?” 

Kaira yang sedari tadi sibuk menulis kini menghentikan kegiatannya. Ia memutar kursi menghadap ke arah Dipta yang sejak tadi berdiri di belakangnya, menatap pria yang tengah melipat kedua tangan di depan dada.

“Kalau kelamaan istirahat nanti takutnya malas nyari kerja. Lagian hidup di kota itu butuh uang banyak,” jelas Kaira sambil tersenyum yang memperlihatkan sederetan giginya.

Seketika pria itu terdiam kagum mendengar ucapan Kaira yang masih berusaha cari kerja di saat kondisinya sedang terpuruk. Padahal jika dipikir-pikir, Kaira bisa memanfaatkan dirinya sebagai suami untuk membiayai hidupnya.

Kaira yang kembali fokus menulis membuat Dipta tersenyum tipis melihat semangat dari istrinya. Ada sebersit rasa kasihan jika istrinya harus keliling dari kantor satu ke lainnya.

“Memang besok mau naruh surat lamaran di mana?” tanya Dipta penasaran.

“Entah, Mas. Aku juga bingung.”

“Gimana kalau taruh lamaran di Golden Grup? Aku dengar-dengar perusahaan itu lagi buka lowongan.” usul Dipta memberikan saran kepada Kaira.

Mendengar nama kantor itu membuat Kaira mengerutkan kening. Pasalnya itu nama salah satu perusahaan yang termasuk ke dalam Big 3 Company di tempatnya. Mana mungkin wanita biasa sepertinya bisa masuk perusahaan mewah yang disebutkan sang suami?

“Gila kamu, Mas! Masa aku yang sebelumnya dari kantor biasa berani melamar ke tempat mewah seperti itu. Gak mungkin lolos, deh. Mungkin aku bakalan cari yang lebih mudah aja.” tolak Kaira dengan keras. Wanita itu jelas merasa tak percaya diri dengan pengalamannya.

Melihat ekspresi murung dari Kaira membuat Dipta menghela napas sembari memasang senyuman kecil di wajahnya. Pria itu paham, istri cantiknya itu sedang putus asa atas apa yang baru saja menimpanya. 

Dipta pun menghampiri Kaira, mengusap-usap pundak istrinya dengan halus, berusaha menghiburnya. “Gak ada salahnya mencoba, Kaira. Rezeki gak akan kemana.” 

Ucapan dari Dipta membuat Kaira tersenyum. Dia tak menyangka, betapa baik hatinya pria yang baru saja dikenal dan menikah dengannya beberapa hari yang lalu itu. Perbuatan suaminya yang sangat baik membuat Kaira sesekali berpikir bahwa Dipta seolah sudah mengenalnya selama berbulan-bulan. 

Tak ingin menganggu Kaira lebih lama, Dipta pamit pergi ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri. 

Pria itu melepaskan segala pakaian yang menutupi tubuhnya. Sembari mengaitkan handuk di pinggangnya, Dipta merogoh ponsel di dalam jasnya, dan sibuk menghubungi salah satu nomor yang ada di kontaknya. 

"Kalau ada pelamar kerja bernama Kaira Sifabella, langsung saja terima tanpa banyak persyaratan!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Suherni 123
bukan nya kaira itu guru honorer ya di sebelumnya kok bisa ngelamar kerjaan di kantor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status