Share

Bab 5. Perjanjian

Penulis: Anggrek Bulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-06 15:27:50

Raka menerima amplop dari tangan Citra dengan alis terangkat. Dia membuka amplop dan membaca isinya.

Citra mencoba memperhatikan raut wajah Raka ketika membaca surat kontrak tersebut.

“Kalau Mas mau menambahkan poin lainnya atau ada keberatan, kita bisa diskusikan kembali,” suara Citra terdengar lemah. Dalam benaknya, ia merasa khawatir apabila Raka menolak perjanjian itu.

“Apa ada alasan kenapa kamu mengajukan ini?”

Citra ragu untuk mengatakan alasan sebenarnya. Setelah menimbang beberapa saat, Citra akhirnya berkata, “Uhmm, aku hanya merasa ini akan menguntungkan kita berdua. Kita sama-sama terpaksa menerima pernikahan ini. Dan, aku juga tahu bahwa Mas Raka memiliki aseksual, jadi…”

Ucapan Citra terhenti begitu melihat wajah Raka yang kelihatan tidak senang setelah mendengar aib-nya dibuka begitu saja.

Citra menggigit bibirnya, merasa telah salah berbicara dan takut menyinggung Raka.

“Aseksual?” Raka mendengus geli. Ia kemudian kembali menatap Citra, “Baiklah kalau begitu, aku setuju dengan perjanjian ini.”

Mata Citra menjadi berbinar, ia kemudian tersenyum senang dan menyerahkan pulpen pada Raka agar pria itu dapat menandatangani surat kontrak dan menyerahkan surat kembali kepada Citra.

Raka kemudian menyerahkan sebuah kartu ATM pada Citra, “Mengenai uang kuliah dan uang bulanan, kamu bisa mengambilnya di sini.”

"Apa? Tidak perlu!" Citra langsung menolak dengan panik. "Lagi pula dari mana Mas akan mendapatkan uang sebanyak itu?"

Raka menatapnya tajam, lalu dengan nada sarkastik dia berkata, "Kamu menolak karena masih berharap untuk kembali pada Arga, dan lebih suka dibiayai olehnya?"

Citra mendesah, merasa frustasi dengan tuduhan Raka yang tak berdasar. "Aku tidak pernah berpikir seperti itu," ujarnya tegas, tetapi dia tidak ingin memperpanjang perdebatan ini. "Kalau itu keinginan Mas, aku akan menerimanya, tapi aku tidak akan bergantung sepenuhnya pada, Mas. Aku akan bekerja paruh waktu untuk membantu."

Citra kemudian menambahkan, "Aku juga akan membantu dalam pekerjaan rumah sebagai gantinya."

Raka tersenyum tipis mendengar tawaran Citra. "Kamu tidak perlu melakukan itu. Aku tidak menikahimu untuk menjadikanmu pembantu. Tapi, jika itu membuatmu merasa lebih baik, silakan saja."

Citra mengangguk lagi, merasa sedikit lega bahwa setidaknya mereka berdua bisa berbicara dengan baik-baik meski pernikahan ini dimulai dengan aneh.

“Lalu, karena sekarang kamu harus pergi kuliah lebih jauh karena ikut pindah ke Namba. Kalau kamu mau, aku bisa membelikan kendaraan lain untukmu."

Citra menggeleng cepat. "Tidak perlu, Mas. Aku bisa naik kereta saja."

Raka menatap Citra beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, kalau itu yang kamu mau."

Citra menduga bahwa semua ini adalah pasti dari pemberian Kakek Bramantyo.

Pasti sebelumnya Raka diminta berbicara berdua saja dengan Kakek, karena mau memberikan kartu ATM dan kendaraan sebagai hadiah pernikahan. Namun, juga dengan tujuan agar dirinya tidak memandang rendah Raka yang tidak memiliki apa pun.

Meski demikian, Citra tidak mau memanfaatkan kebaikan Kakek, dan akan tetap berusaha mengandalkan dirinya sendiri.

“Oh ya, Mas. Kita tidak mungkin tidur bersama, kan? Jadi kamar mana yang bisa aku pakai?” Citra menunjuk antara dua kamar yang bersebelahan.

Raka tampak menimbang beberapa saat. Sebetulnya, ia tidak mengira bahwa mereka akan tidur terpisah. Namun, mengingat dirinya juga sudah menandatangani surat perjanjian, maka ia akan menepatinya.

“Kamu bisa pakai kamar di sebelah kanan. Aku akan memindahkan barangmu ke sana dan mengambil barangku untuk pindah ke kamar sebelah.”

Mengetahui akan menempati kamar di sebelah kanan, Citra merasa bersyukur. Karena kamar itu memiliki kamar mandi dalam dan pemandangan dari jendelanya menghadap taman.

Suara nada dering di ponsel Citra, memecah keheningan. Citra menatap layar ponselnya di meja dan melihat nama ‘Arga’ disertai emoticon hati disampingnya. Dia baru tersadar bahwa belum sempat mengganti nama kontak Arga, dan akan segera menggantinya malam ini sekaligus memblokir nomor pria itu.

Melihat Citra yang terus menatap layar ponselnya. Apa lagi karena melihat nama kontak Arga yang masih disimpan di ponsel Citra, membuat Raka makin yakin bahwa Citra sebenarnya masih menyimpan perasaan pada adik sepupunya itu. Itu juga sebabnya, Citra mengajukan kontrak pernikahan padanya.

“Tidurlah, ini sudah malam.” Raka kemudian meninggalkan Citra yang masih terduduk di sofa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Emisusanti Damanik
lumayan sejauh ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Awal dari Kebahagiaan

    Awal dari Kebahagiaan"Mama, kapan adik bayinya lahir?" suara Aidan terdengar riang di ruang keluarga.Citra tersenyum, mengelus perutnya yang sudah besar. "Sebentar lagi, Sayang. Mungkin beberapa minggu lagi."Aidan mengangguk, lalu menoleh ke Raka yang sedang menyiapkan makanan ringan di dapur. "Papa, kalau adik bayi lahir, aku boleh main sama dia tiap hari?"Raka tertawa kecil, berjalan mendekati putranya. "Tentu saja, tapi kamu harus hati-hati. Adik bayi masih kecil dan butuh banyak istirahat."Citra menatap dua lelaki kesayangannya dengan perasaan penuh syukur. Setelah semua yang mereka lalui—pengkhianatan, konflik keluarga, ancaman, bahkan kehilangan—akhirnya mereka bisa sampai di titik ini. Kehidupan mereka kini jauh lebih damai.Pernikahan Sederhana NadyaDi tempat lain, Nadya berdiri di depan cermin, mengenakan kebaya putih sederhana. Matanya berbinar, campuran gugup dan bahagia."Kamu cantik sekali, Nadya," puji Citra yang berdiri di belakangnya.Nadya tersenyum malu. "Kak,

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 128 . Awal Baru

    Bab 128: Awal Baru"Nadya, aku di sini," ujar Raka lembut sambil menepuk pundak adik iparnya. Suaranya tenang, namun penuh kekhawatiran.Nadya duduk di kursi belakang mobil dengan tubuh gemetar. Ia memandang Raka dengan mata yang basah. "Terima kasih, Raka... kalau bukan karena kamu, aku mungkin..." Suaranya terputus oleh isak tangis."Sudah, jangan pikirkan itu lagi," potong Raka. "Yang penting sekarang kamu selamat. Kita akan bawa kamu pulang.""Aku nggak tahu apa aku bisa kembali," kata Nadya pelan. "Semua ini terlalu berat. Aku malu...""Nggak ada yang perlu kamu malu, Nadya," sahut Raka tegas. "Apa yang terjadi ini bukan salahmu. Kamu adalah korban."Di kursi depan, salah satu anggota tim keamanan berbalik. "Pak Raka, kita sebaiknya menuju tempat aman dulu sebelum membawa dia pulang. Gudang tadi mungkin masih diawasi anak buah Fajar."Raka mengangguk. "Benar. Kita ke tempat yang sudah disiapkan. Nadya butuh istirahat.""Aku... aku nggak ingin merepotkan," kata Nadya, suaranya ham

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 127. Misi Penyelamatan

    Bab 127: Misi Penyelamatan"Mas, aku harus ikut," tegas Citra sambil menatap suaminya. Ia berdiri dengan tangan terlipat, menunjukkan bahwa ia tidak akan menyerah begitu saja.Raka menghela napas panjang, meletakkan ponselnya di meja. "Citra, ini bukan ide yang bagus. Tempat itu berbahaya, dan kamu sedang hamil. Aku nggak akan ambil risiko.""Bahaya atau tidak, Nadya tetap keluargaku!" balas Citra dengan nada penuh emosi. "Aku nggak bisa duduk diam di rumah sementara kalian di luar sana mencarinya."Raka mendekat, menggenggam kedua tangan Citra. "Aku mengerti perasaanmu, tapi pikirkan bayi kita. Kamu sendiri bilang dia adalah prioritas utama. Kalau sesuatu terjadi padamu, aku nggak akan pernah bisa memaafkan diriku."Citra menggeleng, air mata mulai menggenang di matanya. "Tapi Mas ... aku nggak bisa tenang. Aku nggak tahu apa yang akan dilakukan Fajar pada Nadya. Aku takut dia dalam bahaya.""Itulah kenapa aku harus pergi. Bukan kamu," ujar Raka dengan lembut, mencoba menenangkan ist

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 126. Makin Memanas

    "Bu, aku ingin bicara!" suara Citra terdengar lantang dari ruang tamu, memecah keheningan malam itu.Anita, yang tengah duduk santai di sofa sambil menonton televisi, menoleh dengan ekspresi datar. "Oh, kamu akhirnya punya nyali, Citra?" balasnya sinis.Citra melangkah masuk, wajahnya tegang. Raka berdiri di belakangnya, mencoba memberi dukungan meskipun ia tahu ini bukan posisinya untuk ikut campur."Aku nggak tahan lagi dengan semua omonganmu tentang ibuku," Citra langsung memulai, tanpa basa-basi. "Kalau kamu punya sesuatu untuk disampaikan, katakan sekarang, di depanku."Anita menatap Citra dengan tatapan dingin. Ia mematikan televisi dan meletakkan remote di meja. "Baiklah," katanya sambil menyilangkan tangan di dada. "Kamu mau tahu kebenaran, kan? Kebenaran yang selalu kamu anggap sebagai kebohongan karena kamu nggak bisa terima kenyataan?""Kebenaran apa? Bahwa kamu yang menghancurkan keluarga kami?" sergah Citra dengan nada tajam.Anita tertawa kecil, getir. "Lucu sekali. Kamu

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   125: Perangkap yang Membelenggu

    "Fajar, aku nggak mau ikut campur urusan ini lagi," suara Nadya terdengar putus asa. Ia berdiri di sudut ruangan sempit yang mereka sewa, memeluk tubuhnya sendiri.Fajar, seorang pria bertubuh tegap dengan tatapan tajam, hanya mendengus sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kayu. "Kamu pikir kamu punya pilihan, Nadya?" tanyanya dengan nada dingin.Nadya menggigit bibir, menahan air mata yang hampir jatuh. "Aku cuma mau hidup tenang, Fajar. Aku nggak pernah setuju untuk jadi bagian dari ini."Fajar mendekat, langkahnya pelan tapi penuh tekanan. "Dengar, Nadya. Kamu pikir aku juga mau hidup seperti ini? Kita sama-sama nggak punya pilihan. Uang dari pekerjaan ini yang bikin kita bisa bertahan. Kalau kamu nggak mau ikut, ya sudah. Tapi jangan salahkan aku kalau kamu nanti kelaparan."Nadya memalingkan wajahnya. "Aku lebih baik pergi daripada terus terlibat dalam ini.""Pergi ke mana? Ke adikmu, Citra?" tanya Fajar sambil terkekeh. "Kamu pikir dia bisa terima kamu begitu saja setelah semua

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 124: Ancaman yang Mengintai

    "Mas, ini tidak mungkin terjadi... Kenapa ada foto kita di rumah sakit?" Citra memandang ponselnya dengan tangan gemetar.Raka yang sedang duduk di sebelahnya segera menoleh. "Tunjukkan padaku," katanya tegas. Citra menyerahkan ponselnya, dan Raka segera membaca pesan itu.Di layar, sebuah pesan teks anonim berbunyi:"Berhenti mencari, atau kalian akan menyesal."Di bawah pesan itu ada foto Citra dan Raka di depan rumah sakit tadi siang, jelas diambil dari jarak dekat."Sialan," gumam Raka, wajahnya langsung tegang. "Ini bukan ancaman biasa. Seseorang mengikuti kita.""Apa maksudnya berhenti mencari? Apakah ini ada hubungannya dengan Nadya?" tanya Citra, suaranya terdengar cemas.Raka menatapnya tajam. "Tentu saja ini tentang Nadya. Orang yang mengancam kita pasti tahu kita sedang mencoba menemukannya.""Tapi kenapa mereka mengincar kita? Apa salah kita, Mas?" Citra mulai terisak.Raka menarik napas panjang dan meraih tangan Citra. "Dengar, ini bukan salahmu. Kita cuma mencoba membant

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status