Beberapa hari sebelum pernikahan, Citra menyaksikan tunangannya bergumul panas dengan Kakak tirinya sendiri di kamar hotel yang seharunya menjadi tempat malam pertama mereka. Namun, di saat ingin membatalkan pernikahan, dirinya justru diminta menikah dengan Raka, cucu terbuang yang tak pernah hadir di pertemuan keluarga dan dikenal sebagai pengangguran juga pria aseksual! Lantas bagaimana Citra menjalani pernikahannya dengan suami pengganti?
View MoreSaat mereka berjalan kembali menuju kamar setelah sarapan, seorang staff hotel menghampiri mereka dengan senyum ramah, "Permisi, Bu Citra. Saat ini sedang ada kelas yoga di taman belakang, mungkin Bu Citra tertarik untuk mengikutinya?" Citra berhenti sejenak dan menatap Raka, seakan meminta persetujuan dari pria itu. Raka tersenyum tipis dan mengangguk kecil. "Baiklah, saya ikut." Citra akhirnya setuju untuk ikut kelas yoga, dan mengikuti langkah staff menuju taman belakang. Namun, tak disangka, saat tiba di kelas yoga, dia melihat sosok yang tidak diharapkan—Nadya.“Citra?” Nadya melirik ke arahnya dengan tatapan sinis. “Nggak nyangka kita ketemu di sini.”Citra tersenyum kaku. “Ya, siapa yang nyangka.”Instruktur yoga datang dan menyambut mereka berdua dengan ramah, “Selamat datang di kelas yoga pagi ini. Hari ini kita akan fokus pada pasangan pose. Jadi, kalian berdua akan bekerja sama.”Citra menghela napas pelan, berharap semuanya berjalan lancar. Mereka memulai pose-pose yog
"Mas Raka, tidur di sofa semalaman?" Citra terbangun pagi itu dan mendapati Raka meringkuk di sofa dengan selimut tipis. Ia berjalan perlahan mendekat dan duduk di tepi sofa, menatap Raka dengan rasa bersalah.Raka tidak menjawab, masih tertidur lelap, napasnya teratur dan wajahnya tampak damai. Citra menghela napas pelan, lalu mengambil selimut tebal dari tempat tidur dan menyelimuti tubuh Raka yang tampak kedinginan.“Semua ini dibiayai oleh Kakek Bramantyo, tapi malah kamu yang harus tidak nyaman tidur di sofa,” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Setelah memastikan Raka tertutup rapat oleh selimut, Citra berdiri, mengambil handuk, dan menuju kamar mandi.*Setelah mandi, Citra memutuskan untuk keluar kamar lebih dulu. Udara pagi yang sejuk menyegarkan tubuhnya yang masih sedikit pegal. Ia memutuskan untuk pergi ke kolam renang, berharap bisa sedikit relaksasi dengan berenang. Tapi begitu sampai di sana, langkahnya langsung terhenti."Arga?" bisik Citra, wajahnya berubah
“Surprise!” seru Nadya dengan senyum lebar. “Kami juga ke sini buat bulan madu!”“Apa?” Citra hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Kalian juga menginap di sini?”Arga yang berdiri di sebelah Nadya hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tipis. “Ya, kita pikir ini bakal seru kalau kita semua di sini bareng-bareng.”Citra yang masih terkejut hanya bisa memandang Raka dengan kebingungan. Mencoba mencari penjelasan dari Raka, karena seingatnya Kakek juga tidak mengatakan perihal Arga dan Nadya yang akan bulan madu bersama. Sementara itu, Raka hanya menatap tak suka pada Arga, jelas merasa terganggu dengan kedatangan pasangan itu.Nadya tidak memperhatikan perubahan ekspresi di wajah Citra atau Raka. Dia justru masuk ke kamar mereka tanpa permisi, menatap sekeliling dengan penuh rasa ingin tahu. Sekaligus memastikan bahwa fasilitas yang diberikan pada Citra, juga harus dia nikmati. Arga tersenyum, "Kebetulan aja kami dapat izin juga. Jadi kami pikir, kenapa nggak bulan madu
“Kamu yakin kita enggak lupa bawa apa-apa, Mas?” Citra bertanya sambil melirik koper yang sudah rapi di dekat pintu. Dia sudah bangun sejak subuh untuk menyiapkan sarapan ringan bagi mereka berdua. Ini pertama kalinya dia merasa begitu bersemangat setelah sekian lama, terutama sejak kematian ibunya.“Sudah, tenang saja,” jawab Raka sambil tersenyum kecil. Dia bisa melihat rona semangat di wajah Citra. “Lagipula, kalau ada yang lupa, nanti bisa kita beli di sana.”Citra mengangguk sambil tersenyum tipis. “Iya, aku cuma nggak pengen ada yang ketinggalan, soalnya dulu, aku jarang bisa jalan-jalan kayak gini. Paling-paling cuma waktu study tour sekolah.”Raka tertawa kecil mendengar itu. “Pantas kamu kelihatan semangat.”“Iya, dulu aku cuma bisa jalan-jalan waktu study tour, itu pun cuma ke tempat-tempat biasa,” Citra terkekeh pelan sambil memasukkan beberapa kotak bekal kecil ke dalam tas. Raka tersenyum, senang melihat Citra begitu bersemangat. Keduanya kemudian masuk ke dalam mobil,
“Kakek serius, pesan kamar VVIP di hotel bintang lima?” Nadya menempelkan telinganya di pintu ruang kerja Bramantyo, menguping percakapan telepon kakeknya dengan asistennya. Wajahnya yang semula datar perlahan berubah geram. “Untuk Citra dan Raka?!” Dia mendengar Bramantyo tertawa kecil sebelum berkata, “Pastikan semua fasilitas terbaik disiapkan untuk mereka. Raka dan Citra harus mendapat layanan istimewa selama di sana. Aku tidak mau ada yang kurang.” Mendengar itu, darah Nadya mendidih. Tanpa berpikir panjang, dia langsung berlari kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar, Nadya duduk di tepi ranjang dan cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari sakunya. Tangannya gemetar saat mencari nama Arga di kontaknya. Setelah menemukannya, dia menekan tombol panggil dan menunggu. “Halo?” Suara Arga terdengar lemah di seberang sana, seakan-akan dia baru saja bangun tidur atau lebih tepatnya sedang tidak berminat menerima telepon. “Arga, kamu harus dengar ini.” Nadya berbicara dengan nada mend
"Mas ... Lihat ini deh," Citra menggumam sambil menatap layar ponselnya dengan mata masih setengah terbuka. Ia baru saja terbangun dari tidur yang tak begitu panjang. Ketika tangannya meraih ponsel di meja samping tempat tidur, sebuah pesan dari Bramantyo langsung menarik perhatiannya.Raka yang sedang berdiri di dapur, menoleh sebentar."Kakek kirim voucher hotel bintang lima di Bandung. Katanya buat bulan madu yang tertunda..." Citra mendesah panjang. Ia tahu benar sifat keras Kakek Bramantyo, dan menolak permintaan beliau bukanlah sesuatu yang mudah."Aku jadi nggak enak. Kayak... kok kakek harus repot-repot begini?" Citra melanjutkan masih dengan merasa tak enak."Kalau kamu merasa nggak enak, telepon aja kakek. Bilang terima kasih." Raka menatap Citra dengan ekspresi tenang."Ya, aku memang mau telepon Kakek," jawab Citra. Dia langsung mencari nomor Bramantyo. Tak butuh waktu lama sebelum suara ceria kakeknya terdengar di ujung sana."Halo, Citra! Kamu sudah lihat vouchernya, ‘ka
“Arga! Kamu ini gimana sih?!” suara Nadya terdengar tajam saat ia membanting pintu kamar mereka. Wajahnya memerah karena marah. Setelah acara makan malam, amarahnya tak tertahan lagi. Nadya melempar tasnya ke tempat tidur dengan kasar.Arga yang baru saja masuk kamar setelah menutup pintu, menghela napas berat. Ia tahu, masalah ini akan meledak. "Kamu kenapa lagi, sih?" tanya Arga dengan nada lelah. Ia tahu jawaban yang akan keluar, tapi tetap mencoba mendengar penjelasan dari istrinya.“Kamu nanya kenapa?” seru Nadya, matanya berkilat marah. “Citra lagi-lagi yang menang! Kakek jelas-jelas lebih membela dia daripada kita! Dan kamu? Kamu diem aja! Apa kamu nggak lihat tadi?!”Arga menatap Nadya dengan mata setengah tertutup, mencoba menahan emosinya yang juga sudah berada di ujung tanduk. “Aku diem bukan berarti aku nggak peduli, Nad. Kamu juga tahu Kakek itu nggak suka kalau kita bikin masalah di depan orang lain.”Nadya mendengus, melipat tangan di dadanya. “Oh, jadi kamu sekarang b
“Kakek benar-benar serius, ya,” kata Citra pelan kepada Raka setelah makan malam selesai dan mereka berdua sedang menuju rumah mereka.Raka menatapnya sejenak. “Kakek selalu serius dengan apa yang diinginkannya.”Citra menghela napas panjang. Ia tahu Kakek sangat menginginkan cucu dari mereka. Tetapi, situasinya tidak semudah itu, membuat Citra semakin tertekan dengan semua ini."Mas, kamu ada ide nggak gimana caranya kita bisa nolak permintaan Kakek?" Citra bertanya dengan suara lembut, mengalihkan pandangannya dari jendela mobil.Raka menoleh sekilas, tersenyum tipis melihat wajah istrinya yang tampak serius. "Tolak apa?" tanyanya, meski dia tahu pasti apa yang dimaksud Citra."Ya, soal bulan madu itu. Kakek pengen kita bulan madu kan, Mas. Aku nggak enak kalau kita bilang nggak bisa," jawab Citra, nadanya terdengar cemas. “Bagaimana dengan alasan, kalau Mas nggak bisa ambil libur karena pekerjaan?” lanjut Citra sambil menjentikan jarinya, seakan menemukan sebuah ide baru. Raka ter
Pagi ini Citra sudah berada di kampus, setelah semalam ia begadang untuk melakukan revisi dengan dibantu oleh Raka serta mempersiapkan presentasinya untuk sidang. Citra baru saja menyelesaikan presentasinya, dan kini menatap ketiga dosennya dengan penuh harap. Tangannya terasa dingin, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.Dosen yang duduk di depannya, Pak Dwi, menatap serius sambil membolak-balikan lembaran skripsi yang ada di tangannya. Ia menghela napas sejenak, kemudian ketiga dosen saling berbicara satu sama lain dengan suara kecil. Melihat hal itu membuat Citra semakin gugup.“Citra, selamat kamu dinyatakan lulus,” kata Pak Dwi sambil tersenyum kecil.Wajah Citra langsung cerah, senyumnya melebar. “Alhamdulillah, terima kasih banyak, Pak! Saya nggak nyangka akhirnya bisa selesai juga.”“Kerja kerasmu terbayar, Citra. Semoga ilmunya bermanfaat, ya,” tambah Dosen yang duduk di sebelah Pak Dwi seraya memberikan kembali dokumen tersebut. “Sekarang kamu tinggal fokus memper
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments