Share

5. Pengangguran.

Teriakan Riri yang sangat nyaring membuat orang-orang berhenti sejenak dari aktivitasnya untuk melihat apa yang tengah terjadi.

“Apa sih! Nggak jelas.”

Sedangkan, wanita yang diteriaki Riri justru masih duduk di atas pangkuan Leon, menatapnya dengan pandangan tak suka.

Riri menatap tajam ke arah Leon untuk meminta penjelasan mengenai siapa wanita yang saat ini sedang duduk di pangkuannya.

“Teman sekelas waktu SMA.”

Respon Leon yang terlihat sangat santai membuat Riri memikirkan satu hal ‘dia sudah terbiasa'.

Tak terlihat pergerakan sama sekali dari suaminya, Riri memutuskan untuk meletakkan piring satenya dan menarik wanita itu untuk menjauh dari suaminya. “Minggir!!”

Bukannya menyingkir dari pangkuan Leon, wanita itu justru merangkul leher Leon dengan kedua tangannya.

Dan lagi-lagi, Leon tak bergerak sedikit pun ketika wanita itu sedang memeluk lehernya.

Kesal karna tak dapat mengusir wanita itu, Riri menghentakkan kakinya berkali-kali seperti bocah kecil yang sedang merajuk. “Leon!!”

Kemudian, terdengar suara tawa yang dibuat-buat dari wanita itu yang lebih mirip seperti suara desahan.

Melihat tingkah menyebalkan itu, Riri sudah tidak tahan lagi. Dengan segenap tenaga dan kekuatannya, Riri mendorong wanita itu dari belakang agar menyingkir dari pangkuan Leon.

Cara itu ternyata berhasil, wanita itu jatuh tersungkur. Rasa kesal di hati Riri langsung musnah seketika saat melihat pemandangan di depannya.

“Siapa sih orang gila ini, mengganggu orang lagi bermesraan saja?!”

Wanita itu merajuk dengan manja. Suaranya bahkan dibuat mendayu-dayu, membuat kekesalan Riri yang awalnya hilang kini kembali lagi.

Rasa kesal Riri semakin menjadi-jadi di kala wanita itu kembali duduk di pangkuan Leon. Dia memejamkan matannya dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. 'Sabar Ri, kamu harus sabar. Jangan sampai nama-nama penghuni kebun binatang keluar dari bibir cantikmu.'

Riri berusaha sebisa mungkin untuk menahan amarah dan emosi yang sedang bergejolak di dalam hatinya, saat kemudian sang suami justru bereaksi.

“Minggir!!”

Hanya satu kata memang, tetapi entah kenapa mampu membuat Riri merasa lega.

Senyum indah terbit di wajah cantik Riri. Setelah sekian purnama akhirnya mulut menyebalkan suaminya itu terbuka. Dengan bangga Riri bersedekap dada untuk menunjukkan kemenangannya.

“Kamu kenapa sih Leon? Kok kasar gitu? Nggak baik loh marah-marah,” rengek wanita itu sambil sedang bergelayutan manja di leher Leon.

Badan Riri langsung bergidik ngeri melihat tingkah menggelikan wanita di depannya. Bahkan batinnya kini bertanya-tanya bagaimana caranya Leon bisa tahan dengan wanita seperti itu.

“Kamu tidak lihat istriku sedang merajuk?!”

Mata Riri terbelalak tak percaya dengan perkataan suaminya barusan. Jantungnya berdebar hebat, bahkan Riri merasa bisa melihat malaikat cupid yang sedang membidik jantungnya menggunakan panah cinta.

'Kesurupan setan apa dia?'

Wanita itu kembali merajuk, setelah sebelumnya terbelalak tak percaya. “Kamu serius?! Jangan bercanda deh Leon! Nggak lucu tau.”

Bukan hanya wanita gatal itu yang tidak percaya. Riri sendiri sedikit tidak percaya, bahwa Leon mengakuinya sebagai istri.

“Kapan kamu menikah? Kok nggak mengundang aku? Kamu pasti bohong kan?”

Riri memutar bola matanya malas ketika lagi-lagi melihat tingkah menjijikkan itu.

“Bukan urusan kamu! Memangnya kamu siapa harus diundang?! Kayak orang penting aja!”

Tak tahan dengan ucapan Riri yang dirasa ikut campur dalam urusannya, wanita itu nekat maju dan mengangkat tangannya.

Riri yang dulunya pernah mengikuti latihan pencak silat selama dua tahun menghindar dengan mudah.

Wanita itu jatuh tersungkur di antara kursi plastik yang sudah berjejer rapi.

“Aduh, Leon! Badan aku sakit...”

Wanita itu merengek sembari memegang tubuhnya dan menonjolkan area dadanya yang terlihat sangat besar.

Leon tak memedulikan wanita itu dan memilih untuk meletakkan piring bekas satenya di lantai. Laki-laki itu bahkan turut menghabisi sisa makanan sang istri yang tidak habis, sebelum akhirnya mengajak Riri untuk pergi dari sana.

“Ayo, bayar!”

“Bayar apa?” tanya Riri polos.

“Ya bayar makanan lah! Bayar apa lagi memangnya?”

Riri berpikir sejenak untuk mencerna ucapan dari laki-laki tampan di sampingnya.

Sedetik kemudian mata Riri terbelalak lalu menatap kesal ke arah Leon. “Aku mana ada uang?! Aku kan pengangguran!”

Statusnya sebagai pengangguran membuat Riri tak mempunyai uang sepeser pun. Jika pun ada, itu adalah uang dua ribuan yang dia dapatkan dari orang tuanya untuk membeli es dingin guna menyegarkan kepalanya agar tidak menjadi gila karena kesulitan mencari pekerjaan.

Leon merogoh kantong celanya untuk mengeluarkan dompet. Di dalam dompet itu Riri bisa melihat ada banyak sekali kertas cantik yang berwarna merah dan biru.

Melihat isi dompet suaminya yang tebal, Riri merasa ada satu hal janggal. “Kamu dapat uang itu dari mana?”

Leon melirik ke arah Riri yang sudah menatapnya dengan tatapan sendu. Leon tak acuh terhadap tatapan Riri yang terlihat sangat menyedihkan dan memilih mengeluarkan uang dari dalam dompetnya untuk membayar makanan mereka.

“Kamu dapat uang mahar kemarin juga dari mana?” tanya Riri lagi.

“Kerja.”

“Kerja apa? Kenapa sekarang nggak kerja?” Riri bertanya bertubi-tubi.

“Aku bosnya.”

Riri menghela napas panjang. Tak perlu dijawab pun dia sudah tahu kalau Leon itu bos, bos dari para preman desa.

Manik mata coklat milik Riri menatap lurus ke arah depan, ada hal yang harus dipastikan dari pekerjaan Leon.

“Uang mahar kemarin di mana?” tanya Riri untuk yang kesekian kalinya.

“Dibawa sama Ibu semalam.”

Riri bungkam tak bisa berkata-kata lagi, memang siapa lagi yang akan membawa uang maharnya jika bukan orang tua atau wali perempuan. “Tapi kenapa banyak banget?! Apa tujuan...”

“Ibu yang minta.”

Riri berjinjit dan sok-sokan menarik kerah baju yang dipakai Leon agar bisa mendekatkan wajahnya dengan wajah suaminya. “Kalian transaksi jual beli aku di belakang?! Kamu kira aku barang?!!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status