Share

4. Mulut Biadab.

Author: Seoravry
last update Last Updated: 2023-12-13 17:47:02

“Ya ampun! Padahal yang mau menikah itu kakak kamu, tapi kok bisa sih keduluan sama kamu?”

Setelah selesai bersih-bersih di rumah lama sang suami, Riri dan Leon pergi ke rumah tantenya. Dan di sinilah mereka, di rumah sepupunya Riri.

Namun baru saja dia dan Leon sampai dan turun dari motor, Riri dan Leon sudah disambut dengan suara-suara tak mengenakkan dari mulut saudara-saudara ibunya.

Inilah yang Riri sebalkan dari keluarga besar ibunya. Semuanya punya mulut biadab yang tidak bisa direm kalau sudah membicarakan orang lain.

'Baru juga sampe udah pada nyinyir aja tuh emak-emak rempong!'

Kesal Riri hanya bisa disuarakan dalam hati. Bisa gawat kalau dia menghujat tante-tantenya langsung di depan. Bukannya takut, Riri hanya tak mau saja hubungan ibunya dengan saudaranya merenggang hanya karna kemarahannya saja.

Pandangan Riri kini beralih pada Leon yang sepertinya juga tak suka pada omongan tantenya.

Sambil menyenggol tangan Leon, Riri berbicara dalam hati, 'Yang sabar, ya. Emang gitu mulutnya, nggak bisa direm kayak kereta api.'

Sebagai jawaban, Leon hanya mengangguk saja. Sepertinya dia paham apa yang sedang dipikirkan istrinya.

“Kalau nggak tahan mau kawin, tinggal bilang aja. Orang-orang itu nikah dulu baru kawin, kamu malah kawin dulu baru nikah.”

Lagi-lagi terdengar suara nyinyiran terdengar.

“Siapa bilang aku kawin duluan?!” bentak Riri yang mencoba menekan amarahnya.

“Ada, tuh yang bilang!”

Seseorang pasti telah menyebarkan rumor, karena waktu itu hanya kedua orang tuanya dan pamannya saja yang datang. Mata riri mengedar dan menatap curiga ke salah satu adik laki-laki ibunya yang gelagatnya terlihat sangat mencurigakan.

“Ternyata dia... Awas saja nanti."

“Nafsu anak jaman sekarang kok mengerikan ya? Bisa-bisanya kawin duluan.” Tatapan aneh muncul di wajah Bude Lut, adik ipar sekaligus istri dari adik pertama ibunya. “Aduh... Mana suami kamu kayak preman lagi.”

Meski kesal mendengar nyinyiran tersrbut, Riri dalam hati membenarkan penialaian Budenya. 'Emang preman.'

“Kamu pasti mau begituan sama dia karna wajahnya ganteng, kan? Ck tapi sayang tampilannya Kayak preman gitu, dan dia kelihatannya...” Bude Lut menjeda omongannya. “...Miskin. Kalau kamu mau, Bude bisa kok kenalin kamu ke anak orang kaya. Ya walaupun wajahnya nggak seganteng itu sih.”

“Kamu itu wanita, seharusnya kamu bisa jaga pandangan, dikasih yang ganteng dikit langsung mau! Lihat itu sepupu kamu, suaminya manajer di perusahaan terkenal. Lah suami kamu, kerjanya apa? Jangan-jangan malakin orang lagi!” Kali ini Bude Indah yang bersuara, dia adalah adik keempat ibunya sekaligus pemilik hajatan ini.

Seolah merasa di atas angin, anak Bude Indah, Naila turut mencibir. Dialah wanita yang akan menikah empat hari lagi. “Iya tuh dek. Kalau cari suami itu yang kaya, kalau masalah tampang itu bisa diurus belakangan.”

Riri menatap tak suka kepada wanita yang saat ini sedang duduk santai dengan masker putih diwajahnya.

“Dih, bilangnya sih gitu, tapi lihatin suami aku kok gitu banget, nggak pernah lihat yang ganteng ya?”

Persis sekali seperti serigala yang ingin memangsa buruannya.

“Mana mau sih, si Naila dikasih orang miskin kayak dia?!” Bude Indah mengelak sambil menunjuk ke arah Leon.

“Lagian, mana mau juga sih suami aku dikasih orang kayak dia?!” balas Riri dengan mengikuti gaya bicara Bude Indah, bahkan tangannya juga menunjuk ke arah sepupunya.

“Kamu--"

Brak!

Belum selesai Naila mengucapkan kata-katanya, Leon sudah terlebih dahulu bertindak, sepertinya dia sudah terusik dengan perdebatan para wanita didepannya.

Leon memukul meja dengan satu tangan, dan alhasil meja tak bersalah itu langsung terbelah menjadi dua. Riri berdecak kagum dengan kekuatan Leon, ternyata otot sangarnya itu bukan hanya pajangan semata.

“Oh maaf, mejanya tadi mengganggu,” ucapnya santai, berbanding terbalik dengan mata para wanita yang menatapnya dengan horor.

Riri hanya bisa mengacungkan jempol tangannya. Tak hanya Riri saja, Ayah, Ibu, dan beberapa adik sepupu Riri juga melakukan hal yang sama.

Setelahnya, laki-laki itu meminta Riri membuatkan kopi. Dan, saat tengah menyeruput kopi buatan sang istri, Leon menatap tajam ke arah Naila.

“Kamu... bukannya yang sering main di bar, ya?”

Naila yang mendapatkan tatapan tajam dari Leon kini sudah setengah takut dan setengah salah tingkah.

Mendengar penuturan suaminya, Riri yang mendengar itu langsung kaget, begitu juga yang lainnya.

"Ah, aku ingat. Itu benar-benar kamu!" Leon berdecak sambil tepuk tangan ketika mengingat Naila pernah 'main' beberapa kali di bar, itu pun dengan beberapa laki-laki yang berbeda.

“A-aku ke sana sama mas Arya kok.” Wajah Naila kini sudah terlihat pucat pasi.

“Sok ngurusin anak orang, padahal anak sendiri aja nggak diurus!" ejek Leon, kali ini menatap sinis pada Bude Indah.

“Senggaknya anakku nggak seburuk kalian!”

Amarah Bude Indah sudah mulai tersulut, sebentar lagi pasti akan meledak.

“Memangnya kamu tahu anakmu di sana ngapain?” sindir Leon yang sedang menerawang jauh kejadian empat hari lalu. “Oh... Aku baru ingat juga soal 'itu' yang sudah pernah dipegang berkali-kali.” lanjutnya sambil menunjuk ke arah Dada Naila. “Apa lagi ya, yang dipegang?”

Leon semakin gencar merecoki Bude Indah dengan segala kenyataan yang ada.

“Kamu!!” Bude Indah sudah tak bisa berkata-kata. Dia lalu menatap anak sulungnya dengan tatapan mematikan.

Namun sayang, sebelum Leon mampu mengucapkan fakta-fakta lainnya, Bu Khana--ibunya Riri bergegas menghentikan aksi menantunya itu. Dia menyuruh Riri membawa Leon pergi berjalan-jalan.

Akhirnya, Riri melihat-lihat sekitar untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Pandangannya tertuju pada kakek-kakek yang sedang menjual sate ayam di pinggir jalan.

“Kita makan sate aja ya?” tawarnya, Leon berdehem menandakan kalau dia setuju.

Riri dan Leon menyeberangi jalan raya untuk sampai ke tempat tujuan. Riri langsung memesan dan memakan sate yang dihidangkan di depannya, begitu juga dengan Leon.

"Leon?!... Ini bener kamu?!"

Seorang wanita tiba-tiba muncul entah dari mana.

Riri melirik ke arah wanita yang masih saja memegang bahu suaminya, padahal orang yang dia panggil dan dia ajak bicara tak meresponnya.

Riri tak memperdulikan wanita itu lagi dan memilih untuk melanjutkan makannya. Namun kejadian berikutnya membuat wanita yang baru saja menyandang gelar sebagai istri baru Leon itu mengamuk.

"Nggak lihat itu ada banyak tempat duduk!!!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Premanku Ternyata Sultan   125. Tak Tega. (Tamat).

    Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.

  • Suami Premanku Ternyata Sultan   124. Kekejaman Leon.

    “Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu

  • Suami Premanku Ternyata Sultan   123. Bayi Istimewa.

    “Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk

  • Suami Premanku Ternyata Sultan   122. Mengadopsi Aksa.

    Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar

  • Suami Premanku Ternyata Sultan   121. Menyelesaikan Semuanya.

    “Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me

  • Suami Premanku Ternyata Sultan   120. Makanan Beracun.

    Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status