Share

Bab 6

Penulis: Kharamiza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-15 21:26:42

Wanita bertubuh sintal itu berjalan menghampiri kami membuat Zavier buru-buru berdiri, hendak kabur, tetapi tanganku lebih sigap bergerak menarik tasnya agar ia tak pergi begitu saja.

Enak saja, setelah ada upaya bolos dari jam pelajaran, dia mau kabur seenaknya ketika ketahuan. Jangan mimpi!

Dia mendengus sebal, dengan terpaksa berdiri menunduk begitu Bu Mila--guru BK sudah berada di hadapan kami.

“Ngapain kalian di sini?” tanya wanita berhijab itu tegas.

“Ini, Bu. Zavier mau bolos dari pelajaran Fisika,” kataku tanpa menyembunyikan apa pun. Biar tahu rasa si Zavier dihukum.

Aku tak sabar ingin melihatnya hormat pada tiang bendera di bawah teriknya mentari di jam 9 pagi ini. Hahaha.

Bu Mila mengembuskan napas berat. “Apa benar begitu, Zavier?” tanyanya ingin memastikan.

Zavier menggeleng cepat. Berusaha membela dirinya. “Sebenarnya, e ... anu, saya, itu cuma ... eh, lagi ngetes Hukum Newton I, Bu. Katanya benda diam akan tetap diam kalau nggak ada yang ganggu, tapi ya ini, Alina malah ganggu dan saya jadi jatuh Bu.” Wajahnya memelas. Berharap Bu Mila percaya padanya.

Pandai juga beralibi dia. Cocok jadi pemeran figuran di film azab.

“Drama lo!” sungutku, “kalau saya nggak narik dia mungkin udah bolos duluan, Bu!”

Bu Mila menggeleng pelan. Kini, gilirannya menatapku dengan tajam. “Dan kamu Aluna, kenapa bisa di sini juga? Mau ikut bolos?”

“Aluna? Kok Aluna, sih, Bu. Nama dia, kan, Alina,” protes Zavier.

“Ibu sedang tidak bicara sama kamu!”

Zavier langsung terdiam. Inginku tertawa melihat raut wajahnya yang tegang bercampur bingung.

“Nggak, Bu. Saya tadi melihat Zavier mau bolos, jadi saya mencegatnya. Sejarah, dia ini ketua kelas di IPA 1, Bu. Harusnya jadi contoh yang baik untuk anak-anak yang lain. Apalagi kami sudah kelas 3, sebentar lagi lulus. Sepatutnya Zavier menjadi suri tauladan untuk adik-adik kelas, tapi dia malah bikin ulah. Pekan lalu, dia juga bolos saat jam pelajaran perhitungan, Bu. Saya yakin, pasti sebelumnya, dia sering bolos,” tuturku sok bijak. Nyatanya hanya mengompori Bu Mila, biar makin memberatkan hukuman Zavier. Suruh siapa resek?

“Nggak begitu, Bu. Saya ....”

“Cukup, nggak usah ribut!” tegas Bu Mila. “Zavier, ikut saya ke ruang BK. Dan, kamu Aluna ... kembali ke kelas!”

“Bu, kalau saya mau dihukum, rasanya nggak adil. Harusnya Alina, eh ... maksud saya Aluna juga dihukum, Bu.” Zavier tak terima. Dia memicing tajam ke arahku.

Apa-apaan dia? Maksudnya mau menyeretku untuk dihukum bersamanya? Salahku di mana? Bukankah aku sudah membela kebenaran di sini?

“Ibu tidak mungkin menghukum siswa tanpa kesalahan, Zavier.”

“Kata siapa dia tidak punya kesalahan, Bu? Kemarin saya melihatnya mencoret-coret tembok di belakang sekolah.”

Deg!

Mampus!

Aku menatap Zavier bengis seakan-akan mencari sesuatu dari wajah yang sebenarnya tampan itu. Dari mana dia tahu kalau aku mencoret-coret tembok di belakang sekolah? Apa jangan-jangan, dia sengaja ... menguntitku?

Mati aku!

Bu Mila menatapku marah dan dengan tegas bertanya, “Benar begitu, Aluna?”

Aku menelan ludah susah payah, tak tahu harus berbohong atau jujur? Hanya saja, aku juga tidak dapat mengelak, karena sebenarnya yang dikatakan Zavier memang benar, tetapi itu ... aku melakukannya karena gabut.

“Kalau Ibu nggak percaya, mending kita cek ke sana sekarang,” ujar Zavier antusias, sepertinya dia memang ingin sekali melihatku dihukum.

Benar-benar, ya? Tidak tenang hidupnya sehari saja tanpa membuatku kesal.

“Kalian berdua, ikut Ibu ke ruang BK, sekarang!” tegas Bu Mila, lantas berjalan mendahului kami seolah-olah tak menerima penolakan.

Aku mengepalkan tangan, menatap Zavier yang susah payah menahan tawanya.

“Gara-gara lo, gue juga dihukum!” cecarku sontak mengayunkan kaki menendangnya, tetapi dia dengan cepat berlari mengikuti Bu Mila.

Aku mengejar dan berhasil menarik tasnya. Kini, aku berhasil mensejajarkan langkah dengannya.

“Lo udah ngerusak fasilitas sekolah, jadi lo harus dihukum.”

“Tapi, di situ coretannya udah banyak. Gue cuma nambahin aja.”

“Sama aja lo nyoret juga!”

“Tau dari mana lo kalo gue coret-coret tembok? Ngikutin gue lo, ya?”

“Amit-amit! Kepedean lo!” Zavier mendorong jidatku menggunakan jari telunjuknya, lantas pergi tanpa sedikit pun merasa bersalah.

Pada akhirnya, kami berdua dihukum--berdiri di lapangan sambil hormat ke tiang bendera.

Mana di atas sudah berkibar bendera merah putih yang melambai-lambai seolah-olah menertawai kami.

Aku mulai bisa merasakan teriknya matahari yang menyorot langsung ke punggung. Di sebelahku, Zavier menatap lurus ke depan dengan ekspresi bosan.

Sesaat kemudian, dia mendesah pelan dan menoleh ke arahku. “Oi, gadis tengil!”

Aku celingak-celinguk, mencari dengan siapa pria berponi itu berbicara. Namun, tidak menemukan siapa pun di sini, selain kami berdua.

“Cari siapa lo? Gue bicara sama lo tau!” katanya seakan-akan paham isi kepalaku.

“Oh, makanya kalau manggil yang benar, dong. Masa gadis tengil!” protesku.

“Lah, emang iya! Panggilan itu cocok buat lo yang tengilan! Betewe, gue mau tanya, tadi Bu Mila manggil lo Aluna. Jadi, lo tuh Aluna atau Alina, sih?” tanyanya, alisnya saling tertaut, penasaran.

“Aluna, dong. Alina udah meninggal,” kataku tanpa menutup-nutupi statusku.

Dia terdiam sejenak, sebelum akhirnya bertanya lagi. “Lo siapanya Alina? Kok bisa mirip banget?”

“Adik kembarnya,” kataku sekilas meliriknya yang tengah mengangguk-angguk.

“Oh, kembar, tapi beda banget.”

“Apanya?”

“Alina setahu gue pendiam, tapi lo tengilan, udah gitu bar-bar.”

Aku memutar bola mata lantas mencibir pelan. “Lagipula nggak ada aturan kalau kembar harus sama karakter, kan?”

Hening. Namun, kulihat dari sudut mata, tampaknya Zavier masih menatapku penuh rasa ingin tahu. “Tapi, kenapa lo tiba-tiba masuk sekolah ini? Sebelumnya lo sekolah di mana?"

Aku berdecak pelan, melirik Zavier dengan ekspresi malas. “Duh, kepo amat, sih? Kayak nggak ada kerjaan lain aja nanya-nanya gitu.”

Dia terkekeh, masih menatapku dengan mata menyipit. “Ya, gue cuma penasaran aja. Sebulan yang lalu gue dengar kabar kalo Alina meninggal, terus pas masuk tahun ajaran baru, tiba-tiba muncul lo yang mirip banget sama dia. Gue kira mayatnya Alina bangkit lagi.”

Aku memutar badan, menatapnya dengan raut kesal. “Ngadi-ngadi lo! Asal lo tau, gue gak punya kewajiban buat jelasin riwayat hidup gue ke lo.”

Zavier cuma mengangkat bahu, bibirnya melengkung membentuk senyum miring. “Oke, oke. Santai! Gue cuma tanya, kok, tapi gue akan ingat ini. Lo Aluna, bukan Alina.”

Aku tersenyum tipis lalu kembali menatap lurus ke depan. “Good! Simpan itu baik-baik di otak lo, jangan sampai otak berharga lo itu isinya cuma cara kreatif buat bolos lagi besok-besok.”

Zavier tertawa sinis. Sepertinya, setelah ini, dia masih akan bolos lagi. Tampangnya tidak ada rasa bersalah sama sekali. Mentang-mentang, perusahaan keluarganya donatur tetap di sekolah ini udah seenaknya. Dasar!

“Kalo Alina bar-bar kayak lo, mungkin gak bakal ada yang berani gangguin dia.”

Aku tersentak dan sontak menoleh mendengar perkataannya. Mungkinkah Zavier mengetahui sesuatu?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Rahasiaku Calon Pewaris Kaya Raya   Bab 100 - Extra Part 2

    POV ZAVIERHari-hari kami sebagai mahasiswa telah dimulai. Untungnya, jam masuknya tidak kepagian seperti jam masuk saat sekolah. Hari Senin di kampus juga tidak ada upacara seperti saat sekolah, jadi kesannya lebih santai.Matahari belum sepenuhnya tinggi saat mobil Jeep milikku melaju pelan menuju Fakultas Teknik untuk mengantar Aluna lebih dulu. Ya, meskipun fakultas kami berbeda, aku selalu menyempatkan diri mengantar jemputnya.“Jangan lupa nanti makan siang, walau sibuk dengan tugas,” kataku sambil mencium keningnya pelan.Dia mengangguk sambil tersenyum, lalu membalas dengan mencium tanganku seperti para istri pada umumnya. Aku suka itu. Maksudku, aku suka apa pun tentangnya. Terkadang, meski aku yang kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, tugas-tugasku tak lepas dari campur tangan Aluna. Tangannya cekatan, otaknya cukup pintar, dan ... aku yakin Tuhan memberi keindahan yang lengkap dalam dirinya. Keindahan yang patut untuk aku sy

  • Suami Rahasiaku Calon Pewaris Kaya Raya   Bab 99 - Extra Part 1

    Hari ini, tibalah akhirnya kami pada penghujung status sebagai anak SMA.Tiga tahun penuh drama, tangis, tawa, tugas dadakan di sela-sela masih ingin bermain, telah resmi berakhir. Rasanya absurd kalau mengingat bahwa 2 tahun lalu aku masih berada di sekolah Melbourne. Lalu, pindah ke SMA Pelita Nusantara Indonesia ketika kelas 3 karena diam-diam sibuk menyusun strategi balas dendam.Aku memaksa pulang dan meminta pindah sekolah ke Indonesia karena ingin mencari keadilan, untuk membongkar tabir rahasia di balik kematian saudara kembarku.Namun, siapa sangka ... di tengah luka dan dendam yang memenuhi ruang dalam dada, aku justru menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar balas dendam.Aku bertemu Zavier, pria yang membuat hari pertamaku sekolah di Indonesia sangat menyebalkan, tetapi sekarang justru dengan tidak terduga, dia menjadi suamiku.Meski aku hanya sekolah di sini selama kurang lebih setahun, rasanya seperti seumur hidup. Terlalu

  • Suami Rahasiaku Calon Pewaris Kaya Raya   Bab 98 - END

    Aku melotot, nyaris tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar dari mulut Zavier.“Bentar-bentar? Lo—lo pacaran sama Mira … biar dia gak gangguin Kak Alina?” tanyaku pelan, masih setengah syok, seperti melihat film yang penuh dengan plot twist.Zavier mengangguk pelan. “Hm. Gue hanya enggak tega liat dia diperlakukan semena-mena terus. Ya, walaupun gue terbilang ditakuti di sekolah, tetapi gue juga punya hati tidak tegaan, Lun. Gue ngerasa perlu bertanggung jawab melindungi Alina karena dia diperlakukan buruk oleh Mira gara-gara Kakak gue. Gue pikir, kalau gue deketin Mira, dia bakal sibuk ngatur hubungan kami dan lupa buat nyakitin Alina.”Aku terdiam. Mulutku terbuka, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. Terlalu syok mendengar fakta itu. Belum sempat berbicara, Zavier kembali melanjutkan, “Lo mungkin berpikir itu rada tidak masuk akal, tetapi begitulah faktanya, Lun. Gue enggak punya kuasa buat nasihatin Kakak gue yang jatuh cinta sama

  • Suami Rahasiaku Calon Pewaris Kaya Raya   Bab 97 - Semena-mena

    Aku langsung melongo. Tiba-tiba pikiranku isinya kotor semua mendengar pertanyaan Maya yang agak gimana gitu? Untungnya, aku bisa menguasai diri dengan cepat. “Panjang apaan?” “Itu, masa depannya Zavier. Dia bilang panjang, tapi yang bisa memastikan kebenaran omongan dia cuma lo, Lun. Toh, cuma lo yang tau.”“Ih, Maya! Pembahasan lo udah ke mana-mana. Itu rahasia rumah tangga tau, tidak boleh diumbar-umbar,” celetuk Larissa. Pesona Mamah Dedeh-nya sudah keluar.“Tuh, dengerin Bu Ustazah ngomong, May,” cicit Lila sambil terkikik geli.“Jadi, waktu kalian mengaku pacaran, itu sudah nikah?” tanya Maya lagi.“Sudah. Kami ngaku pacaran biar bisa deket-deket tanpa ada yang curiga.” Zavier menjawab apa adanya.Namun, belum sempat ia berbicara lagi, aku meralat dengan tegas. “Dia doang yang mau dekat-dekat, gue tidak.”“Dih, gitu banget.” Zavier menjawil pipiku membuat teman-teman kami berteriak heboh. Astaga! Baru be

  • Suami Rahasiaku Calon Pewaris Kaya Raya   Bab 96 - Hot?

    Tiba di rumah, Bunda yang duduk di sofa sambil menangis ditenangkan oleh Ibu mertua beranjak begitu melihatku dan Zavier memasuki rumah. Berlari, memelukku membuatku nyaris ambruk karena terdorong ke belakang. Aku bisa rasakan, pelukannya adalah pelukan takut kehilangan. “Kamu selamat, Nak. Bunda syok banget lihat berita pesawatmu kecelakaan,” ucap Bunda di tengah isakannya. “Aku terlambat kena macet ada kecelakaan waktu ke bandara. Jadi, tidak bisa ikut penerbangan itu, Bunda,” jelasku. Bunda melepas pelukannya. Dengan mata yang masih berkaca-kaca, menangkup wajahku. “Ke depannya, kalau orang tua melarang pergi, kamu harus dengerin, ya. Biar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Untung baik, Tuhan masih berpihak padamu sehingga terhindar dari marabahaya.” “Iya, Bunda. Maafkan Aluna.” “Bunda itu sangat takut kehilangan kamu, Nak. Bunda sudah pernah merasakan kehilangan anak, dan sekarang

  • Suami Rahasiaku Calon Pewaris Kaya Raya   Bab 95 - Dasar Mesum!

    Aku sempat tertegun dengan perbuatan Zavier. Namun, detik kemudian, aku sontak mendorong wajahnya dengan telapak tangan.“Ih, jangan genit di sini. Banyak orang,” bisikku cepat.Akan tetapi, bukannya menjauh, dia malah tetap melingkarkan kedua tangan di pinggangku, seolah dunia milik berdua, yang lain cuma ngontrak.“Ayolah, satu icip aja, Sayang,” bisiknya memohon dengan gaya manjanya yang nyebelin itu. “Kan, gue suami lo. Dosa tau nolak suami.”Aku mendecak pelan. “Enggak bisa, Zav-Zav. Ini tempat umum. Lo mau kita dihakimi massa karena dikira pasangan mesum?”Zavier cemberut, tapi tidak melepas pelukannya. “Hm, baiklah! Ke depannya, jangan main pergi lagi, ya,” katanya, kali ini menatapku serius. “Gue enggak suka lo main pergi gitu aja, mana enggak bilang-bilang dulu. Bikin panik. Itu namanya istri enggak sopan sama suami.”Aku menunduk, menyembunyikan senyum melihat raut wajahnya yang tampak sedikit kesal. Meski begitu, aku j

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status