Share

5. Jam Malam

Penulis: kamiya san
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-22 15:44:58

Huki datang dengan langkah cepat sebab seruan membahana si bos di teras. Merasa kepo sekaligus was was barangkali ada kesalahan kerja yang dia lakukan tanpa disadari olehnya.

“Ada apa, Pak Zoe?” tanya Huki dengan perasaan tidak enak. Telah berdiri tepat di depan pria yang baru melengking memanggil namanya.

Pria berambut lebat dan hitam dengan model buzz cut itu terlihat marah. Tatapannya tajam, bibir tipis yang merah pun telah segaris dan merapat tanpa senyum. Hidung mancung yang sedikit melengkung di ujung, dan justru membuat wajahnya jadi cute, kini tampak garang.

“Kenapa kau diam meski sudah tahu siapa Alin? Kau tidak bisu kan, Huki?” ucap Zoe kemudian dan terdengar pedas. Tetapi Huki tidak masalah sebab sudah biasa. Hanya sangat bingung bagaimana menjawab.

“Anda sudah tahu, Pak Zoe…,” respon Huki asal saja. Menatap datar atasannya dengan perasaan berkecamuk.

Zoerendra terkesiap dengan jawaban Huki yang tenang. Memang benar jika Alin adalah gadis yang sudah dinikahinya, dan Huki sudah tahu.

“Aku tidak bodoh, Huki. Kamu sungguh ceroboh!” umpat Zoe keras yang ditahan. Ada dua pekerja sedang menyiram tanaman di teras dan di halaman.

“Maaf, Pak Zoe, saya menyesal, tadi saat Alingga datang, rasanya memang serba salah.” Huki menyahut segan. Zoe manatap tajam dengan mendengkus tidak sabar.

“Merasa serba salah? Kamu memang salah, bukan saja perasaanmu, Huki!” hardik Zoe sambil meredam emosi dan kesal di dadanya.

“Tunjuk padaku seluruh dokumen gadis itu. Seharusnya kamu selidiki dalam-dalam dulu sebelum memproses lanjut pernikahan itu, Huki!” seru Zoe. Meski dalam hati mengakui bukan salah Huki, dirinya hanya sedang butuh objek untuk pelepasan frustasinya.

Dia berjalan cepat mendahului asisten menuju ruang kerjanya. Huki terbirit mengekori dengan perasaan kian resah. Tidak menyangka, Zoerendra terlalu cepat menyadari. Di mana Alingga sekarang?

"Kau sungguh ceroboh, Huki!" Zoe kembali menyuarakan emosi nya.

“Iya, Pak, maaf. Saya memang sudah salah perhitungan. Tidak menyangka Anda punya kerabat di Kota M.” Huki terlihat menyesali sambil membuka laci yang terkunci. Mereka sudah di tujuan.

“Tidak menyangka? Bukankah leluhurku juga berasal dari kota M? Aku dan abang tiriku pun menempuh sarjana di kampus yang sama. Kenapa kamu tidak membaca biografi keluargaku? Kamu jangan malas, Huki! Baca!” hardik Zoe lagi makin geram.

“Tapi waktu itu, saya menyerahkan data diri Bu Alin padamu, Pak. Ada data KK dan foto bersama ibunya. Apa Anda belum kenal dengan istri baru kakak tirimu itu, Pak Zoe? Tapi saat itu, Anda memang tidak mau melihat, menyentuh pun tidak. Anda juga enggan membaca, Pak .…”

Huki berbicara fakta ini begitu saja. Menyadari salah kata saat Zoe semakin tajam menatapnya.

“Kamu mengataiku malas baca?” respon Zoe sambil menyambar satu file yang berisi banyak lembaran berkas di dalamnya. Dokumen milik satu orang nama saja, Alingga Adiva.

Huki terdiam, tidak ingin salah jawab lagi. Untungnya, Zoerendra bukan atasan kejam. Sifatnya ibarat kuda, jinak-jinak liar di tangan yang tepat.

“Kamu paham kan, Huki?! Ini akan sangat memalukan jika orang lain tahu dengan siapa aku telah menikah! Kamu harus usaha keras menutupi hal ini, Huki. Terlebih pada orang tuaku!” ucapnya sambil membaca. Tidak tahu lagi bagaimana tanggapan mamanya jika tahu tentang pernikahan konyol ini.

“Siap, Pak Zoe, saya akan berusaha menyimpan hal rahasia ini dengan maksimal.”

Huki berjanji pada Zoe yang lama melihat isi file lembar demi lembar hingga habis semua dibacanya.

“Sudah telanjur,” gumamnya lirih kemudian.

“Maaf, Pak Zoe, Anda bisa segera bercerai…,” saran Huki sambil menahan napas. Mana tahu si bos akan naik tensi dengan usulnya.

“Jaga mulutmu, Huki! Aku sudah membuat pengumuman di grup wa relasi bisnis dan grup wa keluarga jika aku sudah menikah. Kamu ingin atasanmu ini dipandang sebentar laku sebentar duda oleh mereka? Bikin malu!” hardik Zoe keras dan ketus.

“Maaf, Pak. Bukan maksud saya begitu…,” sahut Huki jadi serba salah.

Tidak ada sahutan. Zoe menutup file dan meletaknya di meja. Perlahan menyandar di kursi dan meletak juga kepalanya. Rasanya sungguh menyesal … salahnya sendiri yang waktu itu memercayakan totalitas seluruh hal berkaitan calon istri pada Huki.

Dimana waktu itu dirinya ditawarkan secara spesial oleh seorang rektor, bahwa ada lulusan mahasiswi unggulan yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Barangkali dirinya memerlukan calon pegawai yang jelas memiliki kompetensi.

Zoerendra yang tertarik dengan promosi rektor itu, seketika menerima tanpa ragu tawarannya. Namun, bukan meminang sebagai pekerja, melainkan mengirim Huki untuk datang ke Kota M guna melamarnya!

“Huki!” panggil Zoe tiba-tiba sambil duduk lurus.

“Ya, Pak Zoe.” Huki sigap menyahut.

“Setelah Alingga pulang, tegaskan padanya untuk tidak pernah menggunakan make up berlebihan.” Zoe berkata dingin. Tidak ingin seorang pun tahu jika pengantin wanita dalam pernikahannya itu adalah Alingga, anak sambung dari abang tirinya. Semua saluran grup wa terlanjur mendapat share post foto pernikahannya. Ah, frustrasi rasanya!

“Siap, Pak Zoe.” Huki pun berjanji. Mengerti apa maksud Zoerendra. Mengakui jika wajah cantik Alingga saat polos, jauh beda dengan wajahnya saat bermake up jadi pengantin.

"Juga, rahasiakan pembicaraan ini dari Alingga. Dia tidak perlu tahu jika aku sudah tahu siapa dia. Paham, Huki?" ucap Zoe tegas dengan tatapan menghunjamnya.

"Eh, paham, Pak Zoe ...," sahut Huki sedikit terbata. Meski tidak paham apa maksud permintaan Zoe untuk pura-pura tidak tahu pada Alingga. Yang jelas, posisinya adalah terpaksa terus bersandiwara dengan mereka.

___&

Pukul 22.00 WIB

Zoe menutup monitor CCTV di rumahnya. Alingga belum juga kembali. Lagi-lagi Huki membuat kesalahan. Tidak memberi tahu apa aturan dasar tinggal di rumah ini. Yaitu jam malam, semua orang yang menginap harus sudah di dalam gerbang saat pukul dua puluh satu malam. Tidak boleh lewat.

“Huki, gadis itu belum pulang. Carilah, dia asing di kota ini.” Zoerendra membuat panggilan selular pada asistennya.

“Tapi hujan sangat deras dengan angin kencang, Pak Zoe …,” sahut Huki bimbang dari seberang.

“Justru itu…!” gertak Zoe keras.

Huki termangu dengan menatap layar ponsel. Telah dimatikan oleh pemanggilnya.

Ah, kini Huki yang benar-benar frustasi. Ke mana Alingga harus dicarinya?!

🍓

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   7. Tersesat

    Alingga membuka pintu kamar dengan lega. Key lock number yang sempat diberi oleh Huki lewat pesan berhasil dienternya. Kamar baru dan bukan kamar yang dia tempati siang tadi. Senang yang dirinya cepat mengerti di mana posisi kamar barunya ini sebab ancer-ancer dari Huki. Berada di teras yang mudah dihampiri. Sederet dengan ruang kerja Huki yang ada di ujung teras panjang ini. Namun, Alingga berpikir jika kamar barunya justru kurang aman sebab lubang kunci ada tetapi anak kunci tidak diberikan. Menduga entah Huki atau entah Zoe sendiri yang menyimpan. Meski password sudah ditukarnya, pintu akan mudah disabotase dengan anak kunci dan lubang kunci yang dipertemukan. Ah, biarlah, hak tuan rumah. Menyadari jika dirinya sekadar menumpang tidak lama. Apalagi mengingat adanya anak-anak Fahri yang sama sekali tidak ramah, sangat ingin hengkang saja dengan segera. Tinggal sendiri bukan hal yang sangat mengerikan baginya. Sebagai mahasiswa dengan jarak kampus yang jauh dari kampung halaman

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   6. Cecar

    Setelah interview, Alingga singgah di asrama temannya, Risa, dan terjebak hujan. Risa adalah teman akrab saat duduk di bangku SMU dari Kota M. Tidak melanjutkan belajar setelah lulus, dan memilih ikut rekruitmen kerja ke Kota B. “Kayaknya hujan gak bakalan stop, Ris. Aku harus kembali sekarang.” Alingga berdiri dan ingin keluar kamar. “Nggak nginep, Ling?” tanya Risa yang ikut berdiri. Mereka telah tidur-tiduran dan saling bercerita. “Ini hari pertama, segan dengan yang punya rumah. Aku akan dipikir wanita nakal jika tidak kembali ….” Alingga tahu diri, segan dengan Zoerendra. Terbayang tatapan berkuasa lelaki itu saat di meja makan. Lebih baik tidak mencari masalah demi mendapat perlindungannya dari tekanan saudara tiri. “Aku pamit, Ris. Terima kasih.” Alingga berbalik pergi setelah melemparkan ucap salamnya. Risa tidak lagi sempat melarang. Bahkan jawab salamnya pun dalam hati. Menatap punggung besti yang berlari. Alingga menerobos hujan dan angin menuju halte u

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   5. Jam Malam

    Huki datang dengan langkah cepat sebab seruan membahana si bos di teras. Merasa kepo sekaligus was was barangkali ada kesalahan kerja yang dia lakukan tanpa disadari olehnya. “Ada apa, Pak Zoe?” tanya Huki dengan perasaan tidak enak. Telah berdiri tepat di depan pria yang baru melengking memanggil namanya. Pria berambut lebat dan hitam dengan model buzz cut itu terlihat marah. Tatapannya tajam, bibir tipis yang merah pun telah segaris dan merapat tanpa senyum. Hidung mancung yang sedikit melengkung di ujung, dan justru membuat wajahnya jadi cute, kini tampak garang. “Kenapa kau diam meski sudah tahu siapa Alin? Kau tidak bisu kan, Huki?” ucap Zoe kemudian dan terdengar pedas. Tetapi Huki tidak masalah sebab sudah biasa. Hanya sangat bingung bagaimana menjawab. “Anda sudah tahu, Pak Zoe…,” respon Huki asal saja. Menatap datar atasannya dengan perasaan berkecamuk. Zoerendra terkesiap dengan jawaban Huki yang tenang. Memang benar jika Alin adalah gadis yang sudah dinikahiny

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   4. Alin Adalah

    "Hm! " Deheman Zoerendra seketika membuat Alingga terbebas dari genggaman kuat tangan Faldian yang besar. Tidak membuang waktu, geser mengulurkan tangan pada perempuan kurus di sampingnya. "Kenalkan, Alin …,” sapa Alingga mengalah. Merasa tidak merugi hanya sekedar inisiatif bersalaman. Namun, wanita muda itu terus acuh tak acuh dan tidak menyambut ulur tangannya. Asyik memotong steak jadi sangat kecil-kecil di piringnya. Alingga menarik napas, menarik tangan, dan bergedik bahu. Lebih baik abai saja akan hal begitu. Zeorendra mengangkat alis menyimak respon si gadis tamu yang tenang. “Kamu sangat tidak menyukai ayah tirimu?” tanya Zeorendra memecah bisu dengan nada menyelidik. Gadis di depannya yang terlihat cantik, tenang dan berpakaian sopan, rupanya berduri. Merasa jika ini cukup menarik. Akan sejauh apa Alingga berani menuntut ganti rugi padanya sebab kelakuan Fahri? Alingga memicingkan mata pada Zoerendra yang baru menanyakan perasaannya pada ayah tiri. Membuat Alin

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   3. Saudara Tiri Rasa Chili

    “Ibu saya sama sekali bukan pelakor.” Alingga langsung menyanggah. Ia sama sekali tidak terima dengan ucapan tersebut. “Justru lelaki yang menikahinya itu yang berengsek. Sudah membawa lari ibu saya–merayunya, bahkan menguras harta. Sungguh tidak tahu malu.”Ucapannya membuat semua orang di sana terkejut, termasuk Huki yang sebenarnya sudah lebih dulu mengenal Alingga. Namun, tetap saja pria itu tidak menyangka Alingga akan mengatakan kata-kata pedas seperti itu.Buru-buru Huki menghubungi Zoerendra. Melaporkan ketegangan di ruang makan.“Tidak ada tempatmu di sini! Jika punya harga diri, sebaiknya kau cepat pergi!” Setelah pulih dari keterkejutan, perempuan yang muda menghardik Alingga.“Saya menolak. Bukan kalian yang ingin saya temui,” balas Alingga. “Saya ingin bicara dengan pria bernama Julin itu. Mohon dipahami.”“Untuk apa mencari Julin?! Kau juga ingin merayunya?! Tidak emaknya, tidak anaknya, mengandalkan paras untuk menggaet pria kaya!” Wanita setengah baya berbicara dengan

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   2. Pria Itu....

    “Alingga?” Pria itu memanggilnya. “Benar kan kamu Alingga? Duh, tanpa make up jadi susah dikenali.”“Mas Huki?”Alingga terdengar tidak percaya. Siapa yang menyangka kalau ia akan bertemu dengan asisten pribadi yang kemarin mengurusi pernikahannya di kampung halaman.Tapi tunggu, kenapa pria itu ada di sini? Apakah Zoerendra yang dimaksud–“Tidak kusangka kamu nekat datang. Kenapa tidak menelponku? Apa kamu tiba-tiba berubah pikiran?” Huki memberondongkan pertanyaan tanpa menunggu jawaban Alingga. “Masuk dulu, Ling. Mau minum apa? Cuaca lagi panas-panasnya ini, lama nggak hujan.”Alingga menurut saat dipersilakan masuk, meski otaknya masih berputar. Mencoba mencerna situasi saat ini sementara Huki masih saja bicara.“Kamu naik apa? Baru saja sampai?” tanya Huki lagi. Ia mengeluarkan minuman dingin sejenis larutan penyegar dan menyodorkannya kepada Alingga sebelum membawanya duduk di ruang tamu. “Kalau dari Kota M ke sini kan lebih dari 12 jam kalau naik bus. Kayaknya kamu capek. Minum

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status