Share

4. Alin Adalah

Author: kamiya san
last update Last Updated: 2025-10-22 15:44:19

"Hm! "

Deheman Zoerendra seketika membuat Alingga terbebas dari genggaman kuat tangan Faldian yang besar. Tidak membuang waktu, geser mengulurkan tangan pada perempuan kurus di sampingnya.

"Kenalkan, Alin …,” sapa Alingga mengalah. Merasa tidak merugi hanya sekedar inisiatif bersalaman. Namun, wanita muda itu terus acuh tak acuh dan tidak menyambut ulur tangannya. Asyik memotong steak jadi sangat kecil-kecil di piringnya.

Alingga menarik napas, menarik tangan, dan bergedik bahu. Lebih baik abai saja akan hal begitu. Zeorendra mengangkat alis menyimak respon si gadis tamu yang tenang.

“Kamu sangat tidak menyukai ayah tirimu?” tanya Zeorendra memecah bisu dengan nada menyelidik.

Gadis di depannya yang terlihat cantik, tenang dan berpakaian sopan, rupanya berduri. Merasa jika ini cukup menarik. Akan sejauh apa Alingga berani menuntut ganti rugi padanya sebab kelakuan Fahri?

Alingga memicingkan mata pada Zoerendra yang baru menanyakan perasaannya pada ayah tiri. Membuat Alingga jadi sedikit kesal, tetapi mau jawab apa lagi selain jujur.

“Tentu saja aku sangat tidak suka padanya, Pak Julin. Hidup tenangku dengan ibuku jadi sangat berantakan karena hadirnya abangmu. Lebih-lebih sekarang, rasanya makin tidak suka.”

Alingga bicara tajam sambil melirik orang-orang yang masih duduk di sebelahnya. Mereka menatap masam dan mencibir. Tidak tahan rasanya, ingin sekali mencapit bibir mereka! Andai di sana sedang tidak ada Zorendra, pasti sudah meledak lagi perang dunia!

“Emang situ saja yang ngerasa gak suka?! Aku pun mual harus makan satu meja dengan anak pelakor!”

Alingga terkejut. Tiba-tiba perempuan yang duduk disamping menyembur tepat di depan telinganya hingga selaput gendang terasa sakit dan seperti telah pecah. Ini membuatnya sangat kesal dan marah.

“Jika tidak mampu menghargaiku, belajarlah untuk sedikit sopan pada tamu. Kamu tahu, lelaki keluargamu itu sudah menghabiskan uangku ratusan juta untuk menutup hutangnya di mana-mana. Kupikir untuk apa uangnya? Sekarang aku tahu, pasti kalian yang menikmatinya. Menjijikkan. Ganti uangku!” lengking Alingga keras dan tajam.

Zoerendra sempat terkejut sebelum menyudahi keberadaan mereka di meja makan.

“Cukup! Jaga etika kalian di rumah orang. Jangan lupa jika ini adalah rumahku. Kamu, Alin … ikutilah dia untuk ke kamarmu. Nanti, aku akan bicara lagi denganmu.” Zoerendra memberi perintah tegas pada Alingga.

“Kamu, Jihan. Habiskan makanmu dengan cepat dan pergilah ke kamarmu!” Zorendra bicara tegas dengan tatapan tajam pada Jihan, gadis yang menyembur telinga Alingga.

Berpikir cepat jika tindakan sang tuan rumah, Zoerendra, mungkin tepat, meski merasa tidak adil dan seolah Alingga yang salah, biarlah. Dia berdiri dan mengikuti lelaki yang ditunjuk, meninggalkan meja makan dengan bisu. Merasa tidak ada guna mencoba beramah-tamah lagi di sana.

___&

Seorang pegawai lelaki baru pergi dari kamar dengan membawa nampan. Makan siang Alingga ternyata diantar ke dalam kamar. Mungkin Zoerendra menganggapnya memang tamu yang perlu dihargai atau justru si biang onar. Daripada terus ribut di meja makan, lebih baik dilayani di dalam kamar.

Setelah tidur siang....

Alingga sibuk berdandan serta memadu padan baju, ini membuat hatinya cerah lagi. Dia terlihat cantik dan berubah tampak dewasa dengan riasan bagusnya yang tipis sore ini.

Memakai sepatu high heels yang sempat dibeli sebelum duit menipis akibat membayar banyak hutang suami baru ibunya, serta memakai dress model formal dengan rambut disanggull cantik, Alingga keluar kamarnya. Bermaksud izin dulu pada Huki, menimbang hanya dengannya saja sudah cukup. Mengingat Zoe yang mungkin tidak peduli pada kegiatannya.

Lagipula, Zoe adalah manusia sibuk yang berkuasa di rumah ini. Disegani, ditakuti, dan sikap tegasnya berwibawa. Saudara tiri yang garang-garang pun seketika jinak di hadapan Zoerendra. Sebesar apa pengaruh lelaki itu bagi mereka? Memberi makan ... memberi tumpangan ... apalagi?

Alingga sambil berpikir saat berjalan di teras, tiba-tiba tangannya disambar seseorang. Sangat kaget, Faldian sudah memegang kuat di pergelangannya. Suka sekali menahan tangan ....

“Apaan sih, kamu! Lepaskan!” Hardik kuat Alingga. Tetapi Faldian kian erat mencengkeram. Teras sedang sepi sore itu tanpa seorang pun pekerja terlihat.

“Mau ke mana kamu? Ini hari pertamamu di kota ini, tapi sudah mau keluyuran dengan menor. Apa akan pergi menggatal?!” hardik Faldian. Laki-laki yang sebetulnya adalah kakak tiri Alingga.

Kasar sekali ucapan lelaki itu. Matanya menatap nanar tubuh Alingga dari pucuk kepala hingga ujung kaki. Meski berpakaian sopan, bahkan potongan dress juga di tengah betis, tetapi tubuh Alingga tampak anggun dan seksi.

“Jaga omongan! Mulutmu tuh minta disekolahkan! Sama sekali gak punya etika dan sopan!” Alingga menarik tangannya. Tetapi Faldian yang berbadan besar dengan santai terus menahan.

“Ada apa, kalian?” Suara khas yang berat dan besar terdengar di belakang Alingga.

Zoerendra yang semula berekspresi tenang, tampak berkerut dahi saat Alingga berputar tubuh dan menatapnya. Wajah cantik yang bermake up balance itu seperti tidak asing dalam pandangannya. Semakin dia perhatikan dan dia ingat, Zoe kini terkesiap setelah lama bungkam dengan rahang tegasnya yang mengeras.

"Alin, aku ingin bicara denganmu di ruang kerjaku." Zoerandra bicara serius dengan menatap dalam-dalam pada mata bening di wajah cantik itu.

“Maaf, Pak Julin, aku buru-buru. Ini adalah interview pertamaku. Aku melamar kerja via online untuk staff pemasaran di sebuah usaha properti sebelum berangkat ke sini. Tidak aku sangka, mendapat panggilan wawancara tiba-tiba. Saya izin keluar ya, Pak. Permisi…,” ucap Alingga menyembunyikan rasa gugup. Tatapan Zoe yang terasa lain, membuat perasaannya tiba-tiba tidak enak. Lebih baik cepat pergi.

Kepala yang rambutnya disanggul itu juga mengangguk sebelum berlalu. Faldian sudah melepaskan tangannya begitu melihat kelebat Zoerendra. Dia tidak tahu jika sang paman sempat melihat kelakuan tengilnya.

“Pulang dari interview nanti, temui aku, Alin!” seru Zoerendra dengan suara khasnya yang menggema. Merasa heran dengan adanya interview menjelang petang.

Pemilik nama Alin yang diseru itu berhenti dan berbalik. “Iya, Pak Julin!” jawabnya sambil berkedip. Kemudian berjalan cepat kembali.

Zoerendra masih terkejut. Merasa jika gadis yang mendadak bertamu dan meminta ganti rugi padanya itu, wajah sangat mirip dengan gadis yang sudah dinikahinya beberapa bulan lalu. Alingga Adiva!

"Alin ... Alingga Adiva ...." Bibir tipisnya bergumam.

"Huki ... Matheo Huki!" serunya tiba-tiba terdengar keras dan membahana hingga ujung teras.

Tidak tahan menyimpan penasaran. Butuh kepastian cepat andai Alin memanglah Alingga Adiva, gadis yang sudah dinikahinya--

🍓

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   7. Tersesat

    Alingga membuka pintu kamar dengan lega. Key lock number yang sempat diberi oleh Huki lewat pesan berhasil dienternya. Kamar baru dan bukan kamar yang dia tempati siang tadi. Senang yang dirinya cepat mengerti di mana posisi kamar barunya ini sebab ancer-ancer dari Huki. Berada di teras yang mudah dihampiri. Sederet dengan ruang kerja Huki yang ada di ujung teras panjang ini. Namun, Alingga berpikir jika kamar barunya justru kurang aman sebab lubang kunci ada tetapi anak kunci tidak diberikan. Menduga entah Huki atau entah Zoe sendiri yang menyimpan. Meski password sudah ditukarnya, pintu akan mudah disabotase dengan anak kunci dan lubang kunci yang dipertemukan. Ah, biarlah, hak tuan rumah. Menyadari jika dirinya sekadar menumpang tidak lama. Apalagi mengingat adanya anak-anak Fahri yang sama sekali tidak ramah, sangat ingin hengkang saja dengan segera. Tinggal sendiri bukan hal yang sangat mengerikan baginya. Sebagai mahasiswa dengan jarak kampus yang jauh dari kampung halaman

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   6. Cecar

    Setelah interview, Alingga singgah di asrama temannya, Risa, dan terjebak hujan. Risa adalah teman akrab saat duduk di bangku SMU dari Kota M. Tidak melanjutkan belajar setelah lulus, dan memilih ikut rekruitmen kerja ke Kota B. “Kayaknya hujan gak bakalan stop, Ris. Aku harus kembali sekarang.” Alingga berdiri dan ingin keluar kamar. “Nggak nginep, Ling?” tanya Risa yang ikut berdiri. Mereka telah tidur-tiduran dan saling bercerita. “Ini hari pertama, segan dengan yang punya rumah. Aku akan dipikir wanita nakal jika tidak kembali ….” Alingga tahu diri, segan dengan Zoerendra. Terbayang tatapan berkuasa lelaki itu saat di meja makan. Lebih baik tidak mencari masalah demi mendapat perlindungannya dari tekanan saudara tiri. “Aku pamit, Ris. Terima kasih.” Alingga berbalik pergi setelah melemparkan ucap salamnya. Risa tidak lagi sempat melarang. Bahkan jawab salamnya pun dalam hati. Menatap punggung besti yang berlari. Alingga menerobos hujan dan angin menuju halte u

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   5. Jam Malam

    Huki datang dengan langkah cepat sebab seruan membahana si bos di teras. Merasa kepo sekaligus was was barangkali ada kesalahan kerja yang dia lakukan tanpa disadari olehnya. “Ada apa, Pak Zoe?” tanya Huki dengan perasaan tidak enak. Telah berdiri tepat di depan pria yang baru melengking memanggil namanya. Pria berambut lebat dan hitam dengan model buzz cut itu terlihat marah. Tatapannya tajam, bibir tipis yang merah pun telah segaris dan merapat tanpa senyum. Hidung mancung yang sedikit melengkung di ujung, dan justru membuat wajahnya jadi cute, kini tampak garang. “Kenapa kau diam meski sudah tahu siapa Alin? Kau tidak bisu kan, Huki?” ucap Zoe kemudian dan terdengar pedas. Tetapi Huki tidak masalah sebab sudah biasa. Hanya sangat bingung bagaimana menjawab. “Anda sudah tahu, Pak Zoe…,” respon Huki asal saja. Menatap datar atasannya dengan perasaan berkecamuk. Zoerendra terkesiap dengan jawaban Huki yang tenang. Memang benar jika Alin adalah gadis yang sudah dinikahiny

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   4. Alin Adalah

    "Hm! " Deheman Zoerendra seketika membuat Alingga terbebas dari genggaman kuat tangan Faldian yang besar. Tidak membuang waktu, geser mengulurkan tangan pada perempuan kurus di sampingnya. "Kenalkan, Alin …,” sapa Alingga mengalah. Merasa tidak merugi hanya sekedar inisiatif bersalaman. Namun, wanita muda itu terus acuh tak acuh dan tidak menyambut ulur tangannya. Asyik memotong steak jadi sangat kecil-kecil di piringnya. Alingga menarik napas, menarik tangan, dan bergedik bahu. Lebih baik abai saja akan hal begitu. Zeorendra mengangkat alis menyimak respon si gadis tamu yang tenang. “Kamu sangat tidak menyukai ayah tirimu?” tanya Zeorendra memecah bisu dengan nada menyelidik. Gadis di depannya yang terlihat cantik, tenang dan berpakaian sopan, rupanya berduri. Merasa jika ini cukup menarik. Akan sejauh apa Alingga berani menuntut ganti rugi padanya sebab kelakuan Fahri? Alingga memicingkan mata pada Zoerendra yang baru menanyakan perasaannya pada ayah tiri. Membuat Alin

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   3. Saudara Tiri Rasa Chili

    “Ibu saya sama sekali bukan pelakor.” Alingga langsung menyanggah. Ia sama sekali tidak terima dengan ucapan tersebut. “Justru lelaki yang menikahinya itu yang berengsek. Sudah membawa lari ibu saya–merayunya, bahkan menguras harta. Sungguh tidak tahu malu.”Ucapannya membuat semua orang di sana terkejut, termasuk Huki yang sebenarnya sudah lebih dulu mengenal Alingga. Namun, tetap saja pria itu tidak menyangka Alingga akan mengatakan kata-kata pedas seperti itu.Buru-buru Huki menghubungi Zoerendra. Melaporkan ketegangan di ruang makan.“Tidak ada tempatmu di sini! Jika punya harga diri, sebaiknya kau cepat pergi!” Setelah pulih dari keterkejutan, perempuan yang muda menghardik Alingga.“Saya menolak. Bukan kalian yang ingin saya temui,” balas Alingga. “Saya ingin bicara dengan pria bernama Julin itu. Mohon dipahami.”“Untuk apa mencari Julin?! Kau juga ingin merayunya?! Tidak emaknya, tidak anaknya, mengandalkan paras untuk menggaet pria kaya!” Wanita setengah baya berbicara dengan

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   2. Pria Itu....

    “Alingga?” Pria itu memanggilnya. “Benar kan kamu Alingga? Duh, tanpa make up jadi susah dikenali.”“Mas Huki?”Alingga terdengar tidak percaya. Siapa yang menyangka kalau ia akan bertemu dengan asisten pribadi yang kemarin mengurusi pernikahannya di kampung halaman.Tapi tunggu, kenapa pria itu ada di sini? Apakah Zoerendra yang dimaksud–“Tidak kusangka kamu nekat datang. Kenapa tidak menelponku? Apa kamu tiba-tiba berubah pikiran?” Huki memberondongkan pertanyaan tanpa menunggu jawaban Alingga. “Masuk dulu, Ling. Mau minum apa? Cuaca lagi panas-panasnya ini, lama nggak hujan.”Alingga menurut saat dipersilakan masuk, meski otaknya masih berputar. Mencoba mencerna situasi saat ini sementara Huki masih saja bicara.“Kamu naik apa? Baru saja sampai?” tanya Huki lagi. Ia mengeluarkan minuman dingin sejenis larutan penyegar dan menyodorkannya kepada Alingga sebelum membawanya duduk di ruang tamu. “Kalau dari Kota M ke sini kan lebih dari 12 jam kalau naik bus. Kayaknya kamu capek. Minum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status