Share

Bab 8 : Malam yang Tak Pernah Hangat

Author: ulfaz
last update Last Updated: 2025-08-23 12:00:20

Rani menatap piring di hadapannya. Nasi goreng yang tadi ia buat kini sudah dingin. Jam dinding menunjukkan hampir pukul sepuluh malam, dan Adrian belum juga pulang.

Ia menunggu, seperti biasa. Setiap malam, dengan kesetiaan yang tidak pernah diminta.

Telepon genggam di atas meja bergetar. Nama “Adrian” muncul di layar. Rani buru-buru mengangkatnya, berharap ada alasan yang cukup kuat kali ini.

“Ran, aku pulang agak larut. Ada rapat mendadak di kantor,” suara Adrian terdengar datar, nyaris tanpa emosi.

Rani menutup mata sejenak. “Baik,” jawabnya singkat.

Klik. Sambungan terputus.

Ia tidak menanyakan lebih jauh. Tidak lagi. Ia sudah hafal polanya “ra

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suami Sah di Siang Hari, Kekasih Gelap di Malam Hari    Bab 69

    Hujan yang turun malam itu tidak kunjung reda. Derai air seolah menjadi saksi bagi hancurnya ketenangan rumah tangga keluarga Wijaya. Di ruang tengah, Rani masih berdiri mematung, ponselnya menggenggam erat, wajahnya memucat, dan matanya sembab. Foto itu foto Adrian dan Aurora yang kini tersebar luas—menghancurkan dunianya seketika.“Tidak… tidak mungkin,” bisiknya, hampir tak terdengar. Napasnya tersengal, dan tubuhnya gemetar hebat. Ia menekan ponsel ke dadanya seolah dengan itu bisa menahan kepedihan yang mengalir deras di hatinya.Adrian keluar dari kamar, langkahnya gontai. Wajahnya pucat pasi, mata yang dulu hangat kini penuh kecemasan. “Rani… tolong dengarkan aku. Itu bukan apa yang kau pikirkan. Aku bisa jelaskan semuanya,” suaranya lirih, hampir hilang di antara suara hujan dan guntur.

  • Suami Sah di Siang Hari, Kekasih Gelap di Malam Hari    Bab 68

    Rani menatap layar ponselnya, matanya membesar tak percaya. Foto itu menampilkan Adrian duduk bersama Aurora di sebuah restoran. Sudut pengambilan gambar sengaja dibuat intim: Adrian sedikit condong ke arah Aurora, wajah mereka terlalu dekat, seperti sepasang kekasih yang sedang berbagi rahasia.Jantung Rani berdegup keras, seolah ingin pecah. Tangannya gemetar saat menggenggam ponsel. Seluruh tubuhnya terasa dingin, tapi kepalanya terbakar.“Tidak mungkin…” bisiknya lirih. “Adrian tidak mungkin…”Tapi matanya kembali menatap foto itu, mencoba mencari celah, alasan, pembelaan apa pun yang bisa membuatnya percaya Adrian tidak bersalah. Namun setiap detail justru menghantamnya: senyum samar di bibir Aurora, ekspresi tegang tapi pasrah di wajah Adrian.

  • Suami Sah di Siang Hari, Kekasih Gelap di Malam Hari    Bab 67

    Pagi itu, rumah keluarga Wijaya tampak tenang dari luar, namun di dalamnya ada badai yang siap meledak. Rani duduk di meja makan dengan wajah pucat. Matanya sembab, tapi tatapannya keras. Di hadapannya, secangkir teh sudah dingin tanpa tersentuh.Adrian turun dari lantai atas dengan dasi setengah terikat, wajahnya masih lelah. Ia mencoba tersenyum melihat Rani, tapi senyum itu hanya bertahan sekejap. Ada hawa dingin yang membuatnya ragu untuk mendekat.“Selamat pagi,” katanya pelan.Rani menoleh, tatapannya menusuk. “Kita perlu bicara.”Nada suaranya membuat Adrian berhenti melangkah. Ia tahu, ini bukan percakapan biasa. Jantungnya berdetak cepat.“Semalam aku menemukan sesuatu,” Rani memulai, suaranya tenang tapi penuh tekanan. “Di ruang kerjamu. Laci meja itu… yang selama ini kau kunci.”Adrian tercekat. Ia tahu apa maksudnya.Rani mencondongkan tubuh, matanya berkilat. “Kau pikir aku tidak bisa membaca dokumen-dokumen itu? Kau pikir aku tidak akan tahu bahwa Aurora terlibat dalam b

  • Suami Sah di Siang Hari, Kekasih Gelap di Malam Hari    Bab 66

    Rani duduk di tepi ranjang, matanya sembab, tangannya masih memegang foto-foto yang ia dapat dari kafe sore tadi. Bayangan Aurora yang selalu tersenyum dingin terus menghantui pikirannya. Setiap kali ia memejamkan mata, wajah Adrian pun muncul wajah yang dulu memberinya rasa aman, kini justru terasa asing.Di ruang tamu, Adrian masih terjaga. Bunyi gesekan kursi terdengar samar, menandakan ia gelisah. Rani tahu Adrian menunggu, berharap ia keluar dan memaafkannya. Tapi malam ini, hatinya menolak. Ia sudah terlalu sering menjadi perempuan yang sabar.“Kalau terus begini,” gumamnya, suaranya serak, “aku hanya akan jadi pion dalam permainan mereka.”Ia menatap cermin di depannya. Wajah pucat itu bukan lagi wajah Rani yang dulu. Ada luka, ada air mata, tapi ada juga sesuatu yang baru: api kecil, tekad untuk tidak lagi diam.Pagi menjelang, Rani bangun lebih cepat dari biasanya. Adrian masih tertidur di sofa, tubuhnya meringkuk dengan wajah lelah. Sesaat, rasa iba menyelinap ke dalam hati

  • Suami Sah di Siang Hari, Kekasih Gelap di Malam Hari    Bab 65

    Aurora Prameswari berdiri di depan jendela besar apartemennya, lantai tiga puluh dua, menghadap gemerlap lampu kota Jakarta yang sibuk. Angin malam mengibaskan sedikit ujung rambut hitamnya. Di tangan kirinya, segelas wine merah berputar perlahan, meninggalkan garis tipis di dinding kaca gelas.Dia baru saja memutuskan telepon dengan Adrian beberapa jam lalu, dan sejak itu pikirannya tak henti bekerja. Biasanya, setiap kali Aurora menyentuh satu titik lemah seseorang, orang itu langsung gentar. Adrian berbeda masih berani menantang. Lebih parah, Rani ternyata lebih berbahaya dari yang dia duga.Aurora menghela napas, kali ini panjang dan dalam. Di wajahnya tak ada lagi senyum licik, yang ada hanyalah kalkulasi dingin.“Perempuan itu ternyata tidak mudah dipecahkan.&rdquo

  • Suami Sah di Siang Hari, Kekasih Gelap di Malam Hari    Bab 64

    Udara malam terasa lembap ketika Rani melangkah keluar dari rumah sakit tempat ia mengantar temannya tadi. Bukan hanya tubuhnya yang letih, pikirannya pun penuh pusaran tanya. Percakapan telepon Aurora yang ia dengar secara tidak sengaja kemarin terus memutar di kepalanya. Nama itu. Nada suara dingin yang samar-samar ia kenali. Dan ancaman samar yang jelas bukan basa-basi.Rani menyalakan motor pelan, lalu berhenti sejenak di pinggir jalan. Tangannya gemetar di atas setang. Aurora. Siapa sebenarnya dia bagi Adrian? Pertanyaan itu menyengat seperti duri yang tiba-tiba menusuk kulit. Ia mencoba menepis kecurigaan, tapi potongan-potongan puzzle justru semakin tajam.Ia ingat ekspresi Adrian setiap kali menerima telepon mendadak. Nada suaranya berubah, wajahnya seolah penuh rahasia. Selama ini Rani memilih percaya, mencoba mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status