Share

Belikan Daleman Jika Kamu Suami!

"Kampret!" teriak Asta sambil berlari dari depan pintu kamarnya menuju ke arah Cakra dan Satria.

Sontak saja kedua laki-laki tersebut menatap ke arah Asta. Dan sesaat kemudian Asta pun langsung merebut benda pribadi berenda yang dipegang oleh Satria tersebut. "Ambil kembaliannya," ucap Asta sambil memberikan uang lima puluh ribu ke tangan Satria dan dengan cepat berbalik sembari berlari membawa benda tersebut kembali ke dalam kamarnya.

Kedua laki-laki yang sedang berdiri di dekat pintu masuk rumah tersebut pun hanya terdiam terpaku melihat kelakuan Asta yang *absurd* tersebut.

Setelah beberapa saat ….

"Ehem!" Sebuah deheman kemudian muncul dari bibir Satria. "Ya sudah kalau begitu, aku ke sini untuk memastikan benda yang masuk ke dalam daftar belanjaanku tadi," imbuhnya.

"Ya," sahut Cakra dingin.

Lalu Satria pun menyodorkan uang yang diberikan oleh Asta tadi. "Tolong kembalikan uang ini pada dia, aku tidak bermaksud meminta ganti untuk barang itu," ujarnya dengan ringan.

Namun dengan cepat Cakra menolaknya. "Ambil saja uang itu, lagi pula bukan aku yang memberikannya," ucapnya masih dengan nada kakunya.

"Tapi—"

"Jika sudah tidak ada hal lain lagi, silahkan pergi," potong Cakra dengan nada ringan.

Tapi tetap saja, yang namanya diusir tetap saja diusir. Satria yang mendapat kata-kata seperti itu pun langsung mengerutkan keningnya. 

"Maaf tapi kami baru melakukan perjalanan jauh dari Jakarta, jadi kami perlu istirahat," imbuh Cakra yang terasa lebih halus kali ini.

Lalu Satria pun langsung tersenyum canggung mendengar ucapan laki-laki yang lebih tua beberapa tahun darinya itu. "Ah iya aku mengerti, maaf kalau mengganggu," ucapnya dan kemudian berbalik dan melangkah pergi.

Namun baru selangkah Satria berjalan, Cakra pun langsung menutup pintu rumah tersebut.

"Hufff, Jakarta … Jakarta," gumamnya lalu berjalan dengan cepat meninggalkan halaman rumah tersebut.

        Sementara itu di dalam rumah tersebut, kini Cakra langsung berjalan ke depan kamar Asta dan mengetuk pintu kamar tersebut. 

"Asta, buka!" panggil Cakra.

Panggilan demi panggilan pun seperti tak dihiraukan oleh Asta hingga sebuah ancaman pun keluar dari mulut Cakra. "Jika tidak membuka pintu ini, jangan salahkan aku mendobraknya. Satu … dua … ti—"

"Kenapa?" tanya Asta setelah membuka pintu kamar dan melongokkan kepalanya sambil menatap ke arah Hamka dengan santai.

"Kamu sedang apa?" tanya Cakra ketika mendapat tatapan lembut dari iris berwarna hazel tersebut.

"Ganti baju, kenapa?" tanya Asta dengan nada tak mengenakkan.

"Sudah selesai?" Cakra bertanya balik.

"Ck!" Asta memutar manik matanya dan setelah itu keluar dari dalam kamarnya tersebut. "Ada apa Kak? Apa kamu ingin pindah ke kamarku?" tanyanya dengan malas karena tahu kalau kakak angkatnya itu akan menceramahi dirinya panjang-lebar, seperti biasanya saat ia melakukan kesalahan atau hal memalukan.

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Apa maksud kamu tadi? Apa kamu tidak bisa berpura-pura jika benda itu bukan milik kamu? Apa kamu tidak punya rasa malu sebagai perempuan?" 

Kalimat-kalimat yang tentu saja tidak mengenakkan di hati Asta itu pun langsung disikapi Asta seperti biasanya. "Ya-ya-ya aku memang salah," ujarnya sambil menundukkan wajahnya.

"Sikap apa itu?" tanya Cakra yang selalu tak senang ketika mendapat sahutan seperti itu dari Asta.

Biasanya Asta hanya akan diam saja atau meminta maaf, namun kali ini berbeda. Ia dengan cepat mendongakkan wajahnya dan menatap kesal pada Cakra. "Jangan bertindak seolah-olah kamu ini kakakku. Sekarang aku ini istri kamu, kalau kamu tidak ingin ada kejadian seperti itu maka belikan benda-benda itu, soalnya aku lupa memasukkan daleman ke dalam tasku," omelnya balik.

Cakra pun terdiam mendengar hal tersebut, ia bingung harus menanggapi bagaimana tuntutan Asta tersebut. Bagaimanapun juga apa yang dikatakan oleh gadis yang berdiri di depannya itu adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri olehnya.

Dan di saat Cakra terlihat tak bisa menjawab, kemudian Asta pun menambah tingkahnya. Ia dengan cepat mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah dada bidang di hadapannya itu. "Dengar ya Kak, walaupun kamu tidak mau mengakuiku di depan siapa pun, aku ini tetap istri kamu. Mengerti?" 

Ucapan Asta tersebut semakin membuat Cakra  tenggelam dalam diam. 

Dan sesaat kemudian Asta pun dengan cepat berbalik dan masuk kembali ke dalam kamar tersebut, meninggalkan Cakra yang masih terpaku di depan kamarnya.

Tek-tek-klak! Suara Kamar Asta dikunci kembali.

Cakra pun langsung tersadar ketika mendengar suara kuncian tersebut, tangannya mengepal melihat hal itu. "Hisss," desisnya yang merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya.

Setelah itu ia pun masuk kembali ke dalam kamarnya. 

\*

Malam harinya.

         Sejak kejadian siang tadi, tak  terlihat Asta keluar dari kamarnya. Cakra awalnya hanya membiarkan saja semua hal itu, dan berpikir jika gadis itu lapar maka dia akan keluar dari kamarnya. Namun sampai waktu makan malam tetap saja Asta tak keluar, hingga membuatnya merasa khawatir dan tak tahan.

"As, Asta!" panggil Hamka sambil mengetuk pintu kamar Asta beberapa kali, namun tak terdengar sahutan dari dalam kamar tersebut.

"Jangan-jangan dia ...." Bayangan-bayangan buruk pun mulai merasuki pikiran Cakra, hingga akhirnya ia pun mengetuk pintu itu makin keras.

"Asta, buka pintunya!" teriaknya.

Dan sesaat kemudian ....

KLAK! Pintu kamar itu di buka.

"Kenapa lagi?" tanya Asta yang baru keluar dari dalam kamarnya sambil menatap cuek ke arah laki-laki di depannya itu.

Namun bukannya menjawab, kini Cakra langsung menatap Asta dari ujung kaki hingga ujung kepala. Cakra menelan salivanya ketika melihat kaki putih langsat Asta yang dihiasi bulu-bulu lembut tersebut terekspos di depan matanya, apa lagi saat menatap bagian pundak dan leher Asta yang tak tertutupi kain sedikit pun,  tentu saja itu langsung membangunkan sisi laki-lakinya.

"Katakan, ada apa?" tanya Asta masih dengan tampang malasnya.

"I-i-itu ... apa kamu tidak lapar?" tanya Cakra sambil menatap kembali ke wajah gadis di depannya itu. "Tunggu, maksudku kenapa kamu begini?" Ia mengganti pertanyaannya.

Kemudian Asta pun berjalan mendekat ke arah laki-laki di depannya itu dengan pelan. "Aku? Aku memakai handuk agar mudah melepasnya, karena aku ingin ...."

"Ingin apa?" tanya Cakra yang mulai tegang karena Asta berjalan semakin mendekati dirinya.

"Ck, apa Kakak tidak tahu, aku ini ingin ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status