"Ck, apa Kakak tidak tahu, aku ini ingin … mandi," ujarnya ketika tubuh sintalnya hanya berjarak beberapa inchi dari tubuh laki-laki di depannya itu.
Dan setelah itu ia pun dengan cepat berjalan menjauh dari Cakra tanpa menoleh sedikit pun.
Dan ketika ia sampai di depan pintu kamar mandi yang ada di ruang belakang, ia pun berhenti untuk membetulkan handuk yang melilit tubuhnya sambil menoleh ke arah Cakra. "Kita makan malam apa, atau kita keluar saja?" tanyanya dengan suara yang dibuat sedikit serak-serak seksi mengundang.
Cakra yang sedari tadi terus memperhatikan langkah dan setiap gerakan dari tubuh Asta pun langsung menjawab tanpa sadar, "Keluar."
"Bagus," sahut Asta sambil tersenyum manis dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang sudah berada di depannya itu.
Cakra pun langsung terkesiap ketika Asta menghilang dari pandangannya. "Astaga," gumamnya sambil mengusap-usap wajahnya.
Setelah itu ia memilih untuk berjalan ke ruang tamu yang ada di bagian depan untuk menghindari jikalau tiba-tiba Asta keluar lagi dari kamar mandi.
Sementara itu di dalam kamar mandi rumah tersebut, kini Asta yang baru saja menutup pintu kamar mandi tersebut langsung menyenderkan punggungnya di pintu itu. Ia langsung memegangi lilitan handuk di dadanya itu dengan erat.
"Gila kamu As," gumamnya sambil menatap ke arah langit-langit kamar mandi tersebut sembari mengingat kejadian berani dan mendebarkan yang dilakukannya barusan.
"Ternyata benar kata Ernie," gumamnya lagi sambil tersenyum puas. "Setelah ini aku harus memberi tahu dia kalau semua ini berhasil dan meminta saran lainnya," imbuhnya sambil masih mengusap-usap dadanya yang masih berdegup kencang gara-gara kejadian tadi.
Setelah berbicara pada dirinya sendiri di dalam kamar mandi tersebut, kemudian Asta pun dengan cepat menarik handuknya dan segera mandi dengan air di kamar mandi tersebut yang terasa sangat dingin malam itu.
"Gila, ini air apa es," gumamnya sembari terus mengguyur tubuhnya dengan air tersebut.
"Andaikan ...," ucapnya lagi ketika teringat dengan bathtub di dalam kamar mandi di kamarnya yang bisa mengeluarkan air hangat dan dingin sesuai keinginannya di rumah orang tuanya, namun semua ingatan itu langsung terdistrak dengan kalimat Cakra yang selalu mengatainya manja. "Asta, jangan manja! Ingat, ja-ngan man-ja," ucapnya sambil menatap ke arah kaca yang ada di dalam kamar mandi tersebut, hingga membuat ia seolah menegaskan pada dirinya sendiri tentang hal itu.
\*
Sepuluh menit berlalu, kini Asta pun keluar dari dalam kamar mandi tersebut dengan bibir yang bergetar karena kedinginan.
"Aku tidak boleh lemah," ucapnya lalu memeriksa keadaan di luar kamar mandi tersebut.
Dan ketika melihat tak ada Cakra di sana, Asta pun dengan cepat berjalan kembali ke dalam kamarnya dan melanjutkan menggigil di dalam kamarnya tersebut.
"Aku tidak akan mandi malam lagi," ucapnya sambil mengusap-usapkan handuk ke tubuhnya berkali-kali agar merasa sedikit lebih hangat dari sebelumnya.
Sementara itu, di luar rumah tersebut ....
Cakra yang bosan menunggu Asta di ruang tamu, kini berpindah menunggu di teras rumah. Namun ketika ia baru saja duduk di kursi sederhana di teras rumah tersebut, tiba-tiba perhatiannya terpaku pada seorang laki-laki yang naik motor sport melewati jalanan berpaving di depan rumah tersebut.
Keningnya mengerut ketika laki-laki tersebut membelokkan motornya masuk ke halaman rumah tetangganya tadi (Satria). 'Mungkin temannya,' batinnya yang tak mau memikirkan hal itu lagi.
Namun sesaat kemudian ia kembali mengerutkan keningnya ketika melihat Satria membuka pintu rumah itu, lalu menggunakan motor sport laki-laki itu dan meninggalkan rumah itu begitu saja. Sedangkan laki-laki yang sudah dikenalnya bekerja sebagai dokter itu pun dengan santai masuk ke dalam rumah tersebut.
"Kenapa aku jadi memikirkan hal tidak penting seperti itu. Apa aku sudah gila," gumamnya mengomentari dirinya sendiri lalu menyenderkan punggungnya di kursi yang didudukinya itu.
Dan setelah menunggu beberapa menit, akhirnya terdengar suara Asta yang memanggil-manggil namanya dari dalam rumah.
"Ya, aku di luar," jawab Cakra dengan santai.
Hingga sesaat kemudian, terlihat Asta yang keluar dari dalam rumah tersebut. "Kak," ucapnya sembari membetulkan pita yang ada di kerah bajunya.
Baju yang cukup terbuka di bagian dada tersebut pun, sukses memperlihatkan seberapa seksinya dua buah benda kembar di dadanya yang ber-cup D itu.
Sontak saja Cakra langsung membulatkan matanya. "Kamu mau ke mana?" tanyanya.
"Bukannya makan malam," sahut Asta yang masih sibuk dengan pita di kerah bajunya tersebut.
"Ganti," ucap Cakra dengan ringan.
"Ha?" ujar Asta yang langsung menatap ke arah laki-laki yang tak jauh darinya itu.
"Ganti bajumu! Kalau tidak, lupakan saja makan untuk malam ini," tegas Cakra.
Asta pun langsung mengerucutkan bibirnya dan bersiap untuk memprotes.
Namun dengan cepat Cakra kembali bicara, "Aku tiga ingin mendengar bantahan."
"Tapi—"
"Ganti yang tertutup, ini malam hari dan ini bukan Jakarta," sela Cakra, tak membiarkan Asta mendebat dirinya.
Mendengar hal itu, akhirnya Asta pun memilih menghela napas panjang dan kembali masuk ke dalam rumah sambil berkata, "Iya-iya, dasar pengatur."
Dan setelah beberapa menit, akhirnya Asta pun kembali keluar rumah tersebut sembari mengancingkan kemeja yang dipakainya dengan santai.
"Apa kamu benar-benar tak punya malu sebagai wanita?" tanya Cakra sambil menggeleng pelan ketika Asta sudah berada di depannya.
Asta pun menyahut dengan santai. "Apa lagi? Ini sudah kemeja tertutup Kak." Kalimat tersebut diucapkan sembari terus berkonsentrasi mengancingkan kemeja yang dipakainya dengan tergesa-gesa itu.
"Kenapa kamu mengancingkan kemeja itu di sini?"
"Kenapa? Apa masalahnya, tempat ini kan sepi," sahutnya sambil mendongakkan wajahnya dan menatap lurus ke arah Cakra.
Cakra pun dengan cepat berdiri dan segera melangkah dan berdiri tepat di depan Asta.
"Apa?" tanya Asta yang sedikit bingung dengan kelakuan laki-laki di depannya itu.
"Cepat selesaikan itu, aku akan menutupi kamu," jawab Cakra.
Perlakuan manis itu langsung membuat Asta terbengong. 'Apa dia orang yang sama?' pikir Asta saat ini sembari memandangi wajah laki-laki tampan di depannya itu.
Namun di tengah rasa terpesonanya itu, tiba-tiba ....
"Ayo cepat!" sentak Cakra.
Dan dengan hal itu, buyarlah rasa terpesona Asta barusan.
'Dih, hanya malaikat yang tahu kenapa aku sempat terpesona,' gerutnya di dalam hati sambil mempercepat gerakannya untuk mengancingkan pakaiannya tersebut.
Di tengah sedang menutupi Asta dan sempat sesekali melirik apa yang dilakukan Asta tersebut, tiba-tiba terdengar suara ponselnya berdering.
Cakra pun dengan cepat mengambil ponsel yang ada di sakunya.
"Ck!" Sebuah decakan pun muncul dari bibirnya dan dengan cepat ia mematikan panggilan tersebut.
Setelah itu ponsel Cakra pun berdering kembali dan seperti sebelumnya, Cakra pun langsung mematikannya seperti tadi.
Dan tentu saja, hal itu langsung menarik perhatian Asta. "Siapa Kak?" tanyanya penasaran.
"Salah sambung," jawabnya singkat.
Namun sesaat kemudian terdengar notifikasi sebuah chat masuk ke dalam ponsel Cakra.
"Hemmm," gumam Asta dengan raut wajah kurang enak, namun ia memilih untuk kembali merapikan pakaiannya.
Tiba-tiba ....
"Hei!" terdengar sebuah teriakan dari arah lain.
"Lalu apa jawaban yang tepat?" Tanya Cakra sambil menatap langsung mata Asta. Dia dengan lembut meraih belakang kepala Asta, dan kemudian membawa wajah mereka semakin mendekat satu sama lain. Hingga setelah beberapa saat akhirnya Cakra mengecup lembut bibir Asta. Ciuman itu membuat tubuh Asta benar-benar kaku.'Gila, ini bukan karena marah dan ini juga bukan sedang mimpi, dia benar-benar nyium aku,' batin Asta yang saat ini hanya mengedipkan matanya beberapa kali tanpa bereaksi apa pun terhadap ciuman Cakra.Hingga ...Tiiiit! Suara bel dari mobil lain yang ada di belakang mobil Cakra membuat Asta langsung mendorong tubuh Cakra.Ishhh! Desis Cakra karena bagian belakang kepalanya terbentur body mobil. "Maaf," ucap Aska sambil meringis melihat ekspresi wajah Cakra. "Cepet injak gasnya orangnya udah ngamuk-ngamuk," imbuh Asta sambil menatap ke arah belakang dan melihat orang yang ada di dalam mobil di belakang mereka saat ini baru saja keluar dari mobil.Cakra pun segera kembali ke
Setelah turun dari mobil Asta langsung menarik tangan laki-laki yang saat ini ada di dekatnya. Dia membawa laki-laki itu menjauh dari mobil."Kamu gila, ngapain kamu di sini?" tanya Asta sambil menatap tajam laki-laki yang ada di depannya."Sat, kamu jangan macam-macam, deh." Asta mengatakan hal itu sambil melepaskan lengan Satria. "Kamu kan tahu gimana galaknya Kak Cakra, Kamu sengaja ingin membuat aku kena marah terus."Sesaat kemudian Satria mengeluarkan ponselnya dan kemudian menyodorkan ponsel itu kepada Asta. "Apa?" Tanya Asta sambil menatap ke arah ponsel milik Satria. "Tulis nomor HP kamu," pinta Satria sambil terus menyodorkan ponselnya kepada Asta."Untuk apa?" tanya Asta sambil beralih kembali menatap mata Satria dengan dahi yang mengernyit."Tentu saja untuk menghubungi kamu, emangnya untuk apa lagi," jawab Satria sambil meraih tangan kanan Asta dan kemudian meletakkan ponselnya di atas tangan Asta. "Jika kamu tidak mau memberikan nomor ponselmu, maka aku akan berjal
"Mama mendengar kalau ada masalah dengan tempat yang dijadikan sebagai tantangan oleh Papamu," jawab Nyonya shassy dengan nada bicara yang terdengar jelas kalau dia sedang khawatir. Asta kembali menatap ke arah Raka yang saat ini sedang berbicara dengan Pak Harto. "Memang ada masalah, Ma. Tapi kakak sudah menyelesaikan semuanya," jawabnya lalu menghela napas panjang. "Apakah kamu tidak berbohong pada Mama?" Tanya Nyonya Shassy dengan cepat. Sebuah senyum kecil muncul di bibir Asta ketika mengingat kejadian di balai desa. "Iya Ma, Asta tidak bohong. Mama tenang saja semuanya di sini masih baik-baik saja," jawabnya untuk meyakinkan ibunya yang pasti selalu mengkhawatirkannya. "Lalu, apakah kamu sudah makan?" Tanya Nyonya Shassy."Sudah, pokoknya Mama tenang saja aku baik-baik saja di sini. Makanan juga ada di mana-mana jadi Mama tidak perlu khawatir. Sekarang Asta tutup dulu teleponnya karena Asta mau pergi ke toko kain, oke?" Ucap Asta dengan perlahan dan membuat kalimatnya terdeng
Asta pun langsung berbalik menatap ke arah Cakra. "Kamu yang melakukan ini?" tanyanya sambil nunjuk ke arah tanda cupang di tulang selangkanya.Cakra yang masuk ke dalam kamar itu dengan tergesa-gesa pun langsung mengganti ekspresi wajahnya. "Jangan konyol," sahutnya ringan."Apa maksudnya konyol?" Asta tak terima dengan perkataan Cakra. "Aku tahu jelas ini bekas ciuman, tidak mungkin bentuk begini karena digigit nyamuk."Cakra menghela napas panjang lalu melangkah ke arah lemari yang ada di kamar itu. "Mungkin kamu terbentur sesuatu," elaknya sambil mengambil pakaiannya dari dalam benda benda persegi panjang tersebut.Namun, di sela-sela gerakannya dia sempat melirik ke arah Asta yang saat ini sibuk dengan bekas merah di tulang selangkanya dan melupakan handuk kecil yang tak begitu bisa menutupi tubuhnya.'Jika yang di sini bukan aku, pasti laki-laki itu sudah memakan Asta sampai habis,' batin Cakra sambil mengalihkan pandangannya. Dia mencoba sebisa mungkin menahan hasrat yang tentu
Pada akhirnya, malam ini Asta terpaksa tidur di kursi ruang tamu karena dia bersikeras tak mau tidur sekamar dengan Cakra. Sedangkan kamarnya … setelah Cakra mengambil semua barang-barang Asta, akhirnya Cakra mengunci pintu kamar tersebut."Aku benar-benar tidak pernah berpikir akan ada hari seperti hari ini," gumam Asta sambil menatap ke arah langit-langit ruang tamu tersebut.'Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Apa aku besok kembali ke Jakarta saja ya,' batin Asta dengan mata yang mulai terasa berat.Setelah itu pada akhirnya Asta pun tertidur karena saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sementara itu saat ini Cakra sedang menatap ke langit-langit kamarnya. Dia mencoba mengingat semua hal yang dia lakukan hari ini."Asta," desahnya yang tak bisa merasa tenang jika sudah menyangkut wanita yang sudah menjadi bagian hidupnya sejak dia kecil itu.'Apa yang harus aku lakukan? Apa lebih baik aku mengatakan yang sebenarnya tentang syarat dari Papa,' batin C
"Aku bilang … aku lupa mematikan kompor!" teriak Asta tiba-tiba sambil menendang perut Cakra, hingga membuat Cakra mundur beberapa langkah.Dan tanpa berpikir panjang, Asta pun berlari keluar dari kamar tersebut dan kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri.Sedangkan Cakra saat ini sedang mengelus perutnya. "Dia benar-benar menendangku," gumamnya.Setelah itu Cakra pun keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk mengecek apakah benar kompor di dapur benar-benar masih menyala. Akan tetapi, benar saja yang dia temukan adalah kompor yang mati. Bahkan tidak ada apa pun di atas kompor tersebut."Asta!" panggil Cakra yang tidak melihat istrinya di sana. Sementara itu, saat ini Asta tengah duduk di ranjang kamarnya. Dia membuka sedikit celananya dan memastikan semuanya."Gila, aku benar-benar lepas," gumamnya sambil menutup kembali celananya.Setelah itu Asta menatap ke arah langit-langit kamarnya. Dia menyentuh bibirnya dengan perlahan. "Dia benar-benar menciumiku, kasar lagi," uca