THAKKK!
Auuu! pekik Asta ketika sebuah koin mengenai keningnya dan langsung membuat matanya terbuka lebar.
"Isssh!" desis Asta kesal ketika menatap koin yang kini masih berputar-putar di lantai tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Jangan lama-lama!" Terdengar teriakan lagi dari laki-laki yang kini melangkah ke arah ruang tamu tersebut.
"Apa dia hilang ingatan, kenapa bisa memperlakukan aku seperti ini lagi. Dasar laki-laki freak," gerutu Asta lalu kembali masuk ke dalam kamarnya dan mengambil peralatan mandinya.
Lima belas menit berlalu, dan kini Cakra masih menunggu Asta di ruang tamu rumah itu sembari menghentak-hentakkan kakinya karena mulai tak sabar menunggu istrinya itu.
"Ck, lama sekali," ucap Cakra ketika melihat Asta yang baru saja masuk ke ruang tamu tersebut.
Asta yang dikomentari pun langsung
"Hei!" teriak Asta yang terkejut karena wanita paruh baya tersebut tiba-tiba saja menarik rambut ibu muda yang duduk di sampingnya."Apa kamu!" sentak wanita paruh baya tersebut sambil melotot pada Asta."Lepaskan dia!" Asta tentu tak mau kalah dan merasa benar-benar harus membela perempuan muda yang saat ini sedang memeluk erat anaknya sembari mempertahankan posisi duduknya agar tak terjatuh. Dan tanpa pikir panjang Asta langsung mengambil sebuah papan dan mengangkatnya tinggi-tinggi, ingin memukulkan papan tersebut pada wanita paruh baya di depannya. Namun tepat sebelum papan itu diayun ke arah kepala wanita paruh baya tersebut, tiba-tiba sebuah tangan menahannya.'Kok macet,' batin Asta yang merasa heran karena papan tersebut tak bisa digerakkan. Sesaat kemudian ia pun menatap ke atas, dan menemukan sebuah telapak tangan dengan tanda lahir berwarna coklat sedang menahan kayu yang dipegangnya."Jangan sembarangan," ucap pe
Satu jam berlalu, kini Asta dan Cakra sudah kembali ke rumah sewa mereka."Aku tetap tidak habis pikir, bisa-bisanya ada orang tua setega itu pada anaknya," ujarnya sembari menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada di ruang tamu. "Dia itu baru tujuh belas tahun, tujuh belas tahun Kak," imbuhnya sambil menekan bagian akhir kalimatnya.Cakra yang masuk ke dalam rumah itu setelah Asta pun menutup pintu rumah tersebut sembari menyahut, "Kamu sudah tiga kali mengatakan kalimat ini."Jawaban datar dari Cakra langsung saja membuat Asta mendengus kesal. "Ngeselin," lirih Asta hampir tak terdengar.Setalah selesai menutup pintu utama rumah itu, kemudian Cakra pun ikut duduk di sofa sembari meletakkan barang belanjaan yang dibelinya tadi di dekatnya dan Asta. "Aku capek, bawa benda ini ke dapur," perintahnya sembari menyenderkan punggungnya di sofa tersebut agar lebih santai."Kok aku," protes Asta."Lalu siapa?" tanya Cakra sambil menoleh k
"Kamu siapa?" Laki-laki itu menatap tajam ke arah Cakra.Dan tanpa berkata apa pun lagi, Cakra dengan cepat menendang tubuh laki-laki paruh baya tersebut hingga laki-laki tersebut terjungkal ke belakang."Dancok!" Maki pelanggan lainnya sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Cakra, terlihat jelas kalau ia tak terima dengan perlakuan Cakra pada temannya.Cakra pun membalas tatapan tajam tersebut dengan seringainya. "Aku pemilik tempat ini. Kamu bisa pergi sekarang, dan bawa orang ini," ujar Cakra sembari menunjuk ke arah laki-laki yang ditendangnya tadi.Mendengar kalau Cakra adalah pemilik tempat tersebut, orang itu pun tak berkata apapun lagi. Ia memilih untuk menolong temannya bangun dan membawanya meniggalkan tempat itu.Sementara dua laki-laki tersebut berjalan meninggalkan tempat itu, kini Cakra dan Asta sama-sama menatap ke arah dua pegawai tempat makan yang saat ini masih menundukkan wajahnya, tidak jauh dari tempat Cakra dan As
Waktu berlalu, hingga akhirnya sudah waktunya tempat makan tersebut tutup. Cakra yang sedari pagi terus sibuk mengurus berbagai hal, akhirnya menghela napas panjang di depan para karyawan yang tersisa setelah tadi pagi memecat para karyawan perempuan.Saat ini Cakra dan keempat karyawannya sedang berkumpul, duduk bersama di salah satu meja yang ada di dalam tempat itu."Kalian sudah melihat sendiri, saat ini karyawan di tempat ini hanya tinggal kalian." Cakra memulai pembicaraan itu.Mendengar hal itu, ketiga karyawan yang bertugas melayani pelanggan pun langsung mengangguk menanggapi perkataan Cakra. Sedangkan Pak Harto yang bekerja sebagai juru masak pun hanya diam saja, seolah acuh dengan hal itu."Aku mengumpulkan kalian saat ini karena ingin tahu dengan jelas seperti apa tempat ini sebelumnya, termasuk tentang jasa yang para karyawan perempuan tadi pagi," ujarnya sembari mengarahkan pandangannya pada keempat orang tersebut secara bergantian.
Sementara itu di tempat Asta."Lumayan juga," gumamnya sembari duduk di sebuah kursi dengan segelas minuman di tangannya. Saat ini di sekitar Asta terdengar musik dengan beat yang cukup cepat, hingga pemandangan orang-orang menari bersama, bercampur baur menghiasi ruangan tersebut.Asta pun menghentak-hentakkan kakinya dengan lembut, menikmati musik yang terasa sesuai dengan seleranya sembari menikmati pemandangan yang memang biasa ia lihat di tempat sejenis itu.Hingga tiba-tiba terasa ponsel di dalam sakunya bergetar. Ia yang saat ini sedang menikmati cocktail di tangannya pun dengan santai mengambil ponsel tersebut dengan tangan kirinya. Dan ketika ia menatap layar ponselnya, sebuah senyum pun langsung mengembang di bibirnya."Benarkan, mangkannya jadi orang jangan sombong," ucapnya sembari terus menatap layar ponselnya tersebut.Setelah mengatakan kalimatnya, Asta pun dengan santai mereject panggilan tersebut. Kemudia
"Ini minumannya," ucap Bartender yang tadi sempat berdehem itu.Lalu Satria pun dengan cepat mengambil dua gelas cocktail pesanannya dan membaginya dengan Asta. "Terima kasih," ujarnya dengan santai."Siap Bos," sahut Bartender tersebut sambil mengangkat tangannya, menunjukkan keakraban di antara mereka.Setelah itu Satria pun langsung mengangkat gelasnya dan menyesap minuman tersebut."Kamu sering datang ke sini?" tanya Asta yang mulai penasaran dengan laki-laki di depannya tersebut."Tidak juga," jawabnya singkat sambil meletakkan kembali gelas minumannya di meja. "Kenapa, kamu kepo ya?" tanyanya sembari mengangkat kedua alisnya beberapa kali.Tingkah Satria yang terlihat jelas mencoba mengajak Asta tersebut, nyatanya bukan membuat Asta tertawa tapi malah membuat gadis di depannya itu berekspresi aneh."Garing," tukas Asta lalu mengalihkan pandangannya pada orang-orang yang sedang menari bersama di ruangan itu.
Setelah berdebat cukup lama, akhirnya Asta pun pulang bersama dengan Satria, berboncengan naik motor miliknya."Kenapa tidak kamu angkat?" tanya Satria karena sepanjang perjalanan mereka, ponsel milik Asta terus berdering."Tidak perlu," tukas Asta sembari terus menatap ke arah jalanan yang ada di depan mereka.Satria pun menghela napas panjang. "Sebentar lagi kita akan sampai rumah kamu, kalau kamu angkat bukannya akan leb—""Justru karena sebentar lagi sampai, jadi untuk apa aku angkat," potong Asta. "Melakukan sesuatu yang sia-sia itu namanya kurang kerjaan," imbuhnya."Ya-ya-ya, terserah kamu lah."Kemudian Satria pun menambah kecepatan motornya agar mereka bisa lebih cepat sampai di rumah.Sepuluh menit berlalu, akhirnya mereka pun sampai di halaman rumah Satria. Setelah itu Satria pun segera turun dari motornya, sedangkan Asta terlihat masih enggan turun dari sana."Kenapa, mau aku gendong?" goda Satria sa
"Auuu!" pekik Satria ketika tangan laki-laki yang selalu dipanggilnya kakak itu dengan cepat menarik telinganya.Dan setelah itu mereka pun masuk ke dalam rumah bersama sembari terus bercanda.\*\*Di rumah Cakra.Sementara di rumah Satria, Satria dan Rendra sedang bercanda dan tertawa bersama. Saat ini di rumah sewa Cakra, Cakra sedang berada di depan pintu kamar Asta."As, buka pintunya!" ucap Cakra sambil terus mengetuk pintu kamar wanita yang sudah resmi dinikahinya itu.Sedangkan saat ini, Asta yang ada di dalam kamar tersebut sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menutupi telinganya dengan bantal. "Nggak akan," ucap Asta lirih sambil terus memegangi bantal yang ia gunakan untuk meredam suara tersebut.Dan setelah cukup lama Cakra mengetuk-ngetuk pintu kamar tersebut, kemudian sebuah ultimatum pun keluar dari bibirnya. "Kalau kamu tidak membuka kamar ini, akan aku dobrak. Dan jangan harap kamu bisa terus ting