Share

Setelah Hangat

BRUGH!  

"Ishhh!" desis Asta sesaat setelah tubuhnya terjungkal di lantai rumah tersebut.  

Beberapa detik kemudian, ia pun dengan cepat mengganti posisinya dan duduk di lantai sembari menatap ke arah laki-laki yang kini sedang berdiri tidak jauh darinya itu.

"Siapa yang mengajari kamu hal seperti itu?" tanya laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya itu dengan sebuah tatapan tajam menyertai kalimatnya.

Namun bukannya menjawab, kini Asta malah melengos dan menatap ke arah lain.

Suasana di ruangan itu pun langsung berubah sunyi selama beberapa saat. Cakra pun terus saja menatap ke arah Asta dengan ekspresi yang sama, ekspresi yang menggambarkan tuntutannya agar Asta menjawab pertanyaannya itu. Begitu juga dengan Asta yang masih kekeh menatap ke arah lain dan terlihat jelas kalau tak ingin menjawab pertanyaan tersebut.

"Hufff …." Akhirnya Asta pun menghela napas panjang dan kemudian berdiri dari tempatnya saat ini.  

Sesaat kemudian ia dengan santai melepas kemejanya yang kancingnya yang sudah terlepas semua itu.

"A-apa yang kamu lakukan?" tanya Cakra yang tentu saja terkejut dengan kelakuan gadis di hadapannya itu.

Dan dengan berani Asta menatap ke arah suaminya itu. "Aku melepas baju Kak, apa yang salah? Sebagai Kakak, harusnya kamu tidak masalah kan dengan ini kan? Apa lagi sebagai suami, harusnya kamu lebih tidak ada masalah lagi," jawabnya dengan tenang, tanpa getaran sedikit pun di dalam setiap kata yang keluar dari mulutnya itu.

"Tapi—"

"Sudah, aku capek Kak, aku mau tidur," potong Asta sambil meletakkan pakaiannya di bahunya dengan santai, seperti seorang kuli yang baru pulang kerja.  

Setelah itu ia pun berjalan dengan santai melewati Cakra, meninggalkan ruangan itu dan masuk ke dalam kamarnya dengan santai, seolah tak pernah terjadi apa pun sebelumnya.

         Beberapa menit berlalu. Setelah menatap Asta masuk ke dalam kamarnya, kini Cakra pun langsung duduk kembali ke sofa yang ada di dekatnya, tempat di mana adegan hangat yang baru saja dilaluinya bersama dengan istri kecilnya itu baru saja terjadi.

Cakra pun mengusap-usap wajahnya dengan kedua telapak tangannya sembari menghela napas panjang. "Astaga," ujarnya lalu menatap ke arah salah satu kancing baju milik Asta yang tercecer di lantai.

"Apa dia tidak sadar jika aku ini laki-laki normal," gumamnya yang merasakan gundukan di dalam celananya masih terasa mengeras akibat ulah istrinya tadi. "Entah apa yang terjadi jika tadi aku tidak bisa menahannya," imbuhnya lalu sekali lagi mengusap-usap wajahnya.

      Sementara itu di dalam kamar, saat ini Asta yang merasa seakan baru saja memenangkan pertempuran pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamar tersebut. Matanya menatap ke arah langit-langit kamar yang dihiasi plafon sederhana berwarna putih itu.

Sesaat kemudian ia mengarahkan pandangannya pada ukiran berbentuk sulur di pinggiran plafon yang bercat kuning emas itu sembari tersenyum lebar.  

"Rasakan itu," gumam Asta sembari mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah pinggiran plafon tersebut lalu menarik tangannya ke bawah sembari menggambar ukiran plafon tersebut di awang-awang.

Ia pun kembali mengingat-ngingat kejadian tadi, kejadian mendebarkan dan termasuk salah satu kelakuan nekat plus tak tahu malu yang pasti akan selalu ia ingat sepanjang hidupnya setelah ini. "Bagaimana bisa aku melakukan hal itu tadi," ucapnya, mengomentari dirinya sendiri.

 Tiba-tiba ia terdiam dan langsung memiringkan tubuhnya. "Jangan-jangan bukannya tertarik … tapi dia malah berpikir aku stres lagi. Duh!" Asta mengakhiri kalimatnya dengan membenturkan kepalanya di kasurnya saat ini.  

"Bisa bermasalah kalau Si Batako itu berpikir begitu," gumamnya lagi, lalu bangun dari posisinya saat ini.

Setelah itu Asta pun dengan cepat mengambil ponsel yang ada di dalam saku celananya.  

"Ernie … Ernie … Ernie," gumamnya saat mencari nama sahabatnya tersebut di dalam tumpukan chat yang ada di dalam pesan yang masuk ke dalam ponselnya.

"Nah!" ujarnya ketika mendapatkan daftar chat milik sahabatnya itu.   

Sebuah senyum mengembang pun langsung ia tunjukkan ketika ia melihat kalau sahabatnya tersebut sedang online. Sesaat kemudian dengan cepat ia mengambil earphone miliknya, lalu menghubungi sahabatnya tersebut.

*"Halo?" sapa suara laki-laki di dalam panggilan tersebut.*

*"Kak Der, di mana Ernie?" tanya Asta dengan cepat karena sudah hafal dengan suara laki-laki di dalam panggilan tersebut yang merupakan kakak laki-laki Ernie, sahabatnya.*

*"Ernie sedang cari sesuatu di toko," jawab Deri, kakak laki-laki Erni.*

*"Lama nggak, Kak?"*

*"Mana aku tahu. Oh iya, kata Mendes (julukan Ernie) kamu jadi menikah?" tanyanya tanpa basa-basi.*

*"Dih, kayaknya nggak percaya banget kalau aku sudah menikah," sahut Asta dengan santai.*

*"Aku nggak percaya jika ada yang mau menikahi gadis seperti kalian (Asta dan Ernie)," ucap Deri dengan santai.*

*"Dih, gitu banget. Kalau kita mah udah pasti laku, Kakak tuh yang nggak laku mangkanya jomblo terus. Dahlah, percuma ngomong sama Kakak. Ntar bilangin ke Ernie suruh telepon balik kalau udah pulang ya Kak," ucap Asta dengan nada manja.*

*"Ogah," jawab Deri*.

Tut-tut-tut! Tiba-tiba panggilan itu terputus begitu saja.

"Dih, dasar cowok rempong," gerutu Asta sambil menatap ke arah layar ponselnya yang kini gelap karena panggilan itu benar-benar telah berakhir.

Setelah itu ia pun melemparkan dengan pelan ponselnya tersebut di atas ranjang, lalu dengan santainya ia bangun dan mengambil baju tidur berwarna merah mudanya. "Apa besok aku ganti ini dengan lingerie saja ya," gumamnya sambil menatap baby doll di tangannya itu.

\*

Keesokan paginya.

        Seperti biasanya, Cakra adalah orang yang disiplin. Ia selalu bangun pagi setiap harinya di mana pun dia berada.

Tok-tok-tok! Ketukan di pintu kamar Asta juga adalah sesuatu yang wajib ia lakukan setelah selesai membersihkan tubuhnya.

"As, bangun!" ucap Cakra setengah berteriak, seperti yang selalu dilakukannya di rumah lama 

"Iya," sahut gadis di dalam kamar tersebut yang selalu saja masih belum bangun saat Cakra mengetuk pintu kamarnya.

"Asta, ayo!" teriak Cakra sekali lagi.

Mendengar teriakan kedua kalinya, akhirnya Asta pun dengan terpaksa membuka matanya. Setelah itu ia pun segera berjalan dan membuka pintu kamarnya karena tidak mau hal buruk terjadi, misalnya disiram menggunakan air dingin oleh laki-laki tersebut.

"Huahhh!" Asta menguap sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya di depan Cakra.

"Cepat mandi!" sentak Cakra.

"Mandi, untuk?" tanya Asta sembari menggaruk-garuk kepalanya dengan santai seperti yang selalu dilakukannya sejak kecil.

Lalu Cakra pun langsung berbalik badan dan berjalan menjauh sambil berkata, "Kalau kamu tidak segera membersihkan diri, jangan harap bisa makan pagi ini."

"Makan," gumam Asta yang masih mengantuk di tengah-tengah pintu kamarnya sembari mengedip-ngedipkan matanya yang makin lama semakin kembali terasa berat karena rasa kantuk yang intens.

Namun, tiba-tiba ….

THAKKK!  

Auuu! pekik Asta ketika sebuah

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status