Raihan tak kehilangan akal, setelah menggendong wanita itu lalu merebahkannya di ranjang berukuran single, Raihan langsung berjalan keluar mencari sesuatu yang bisa membuat gadis itu siuman.
Mata jeli Raihan, menangkap sekantong plastik obat beserta sebuah minyak kayu putih yang tergeletak di meja kerja gadis itu. Raihan meraih minyak kayu putih tersebut dan masuk kembali ke dalam kamar Via.Raihan menghela nafas, dia tak punya pengalaman sama sekali dalam merawat orang sakit. Tapi dia merasa minyak kayu putih ini bisa membantu.Raihan mengusapkan sedikit minyak kayu putih itu di bawah hidung Via. Melihat kondisinya, wanita itu memang terlihat lemah dan pucat. Sedetik kemudian, Via mulai bergerak. Matanya terbuka perlahan. Awalnya sayu lalu berganti dengan jeritan kaget."Astagfirullah, apa yang mas lakukan di sini?" Via meraup selimut dan menutupi dirinya yang masih berpakaian utuh. Dia baru menyadari saat dingin menerpa kulitnya karena baju gamisnya yang basah.Raihan diam saja memandang wanita itu sambil mengerutkan dahi. Dia seolah olah berbuat kurang ajar padahal niatnya hanya menolong."Mas?""Saya cuma menolong mbak, mbak menyuruh saya menunggu selama lima menit, tapi di menit ke dua puluh mbak nggak kunjung keluar, tentu saja saya curiga dan masuk ke dalam rumah. Ternyata mbak saya dapati sudah pingsan di kamar mandi." Kata Raihan seadanya.Via melepas nafas lega."Mag saya kambuh, Mas. Saya belum sempat mengisi perut dari tadi pagi."Raihan hanya mengangguk. Dia bukanlah laki-laki yang memiliki keahlian dalam mencairkan suasana. Saat ini dia hanya memandang Via tanpa kedip. Sehingga membuat wanita itu salah tingkah."Maaf, Mas! bisa tinggalkan saya sendiri? Hmmm ... tak baik jika kita berdua di dalam rumah, orang bisa salah paham. Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih sama mas karena telah menolong saya."Raihan memandang wajah cantik itu, bahkan mereka belum berkenalan."Maaf, mbak namanya siapa kalau boleh tau?""Saya Via, Mas.""Saya Raihan." Raihan mengulurkan tangan dengan semangat, tapi wanita itu menangkupkan tangan di depan dadanya. Raihan menarik kembali tangannya agak malu."Saya akan bantu belikan makanan.""Tidak usah, Mas. Saya punya makanan di rumah. Hmmm ... bisa mas pergi?" Via menggigit bibir ranumnya dengan rasa tidak enak, namun berbeda dengan Raihan, pemandangan itu malah merontokkan jantungnya turun ke dalam perut. Raihan langsung bangkit."Oke, saya permisi. Sampai jumpa lagi.""Makasih sekali lagi ya, Mas."Raihan tak menjawab. Dia buru-buru meninggalkan wanita itu sebelum setan di tubuhnya mengambil alih.Demi tuhan, wanita itu bukanlah Grace, dia terlalu suci dan terlalu murni untuk di sentuh. Raihan memang bukan laki-laki suci, dia pernah berpacaran layaknya orang lain berpacaran, namun dia bersumpah, sampai saat ini dia masih menjaga keperjakaannya dengan baik. Dia bukan laki-laki yang mudah tegoda dengan wanita. Pacar satu- satunya adalah Grace, yang telah berhianat padanya bahkan di saat mereka sudah berniat untuk menikah.Raihan tersenyum masam. Dia tidak langsung menyalakan motornya, namun kilas balik gadis polos itu masih terbayang-bayang di matanya. Kalau sudah begini, apa yang bisa di lakukannya selain memiliki gadis itu untuk dirinya sendiri.Raihan mengacak rambutnya. Bahkan, sejak kehadiran wanita itu dia sudah berubah menjadi laki-laki kurang waras. Meninggalkan pekerjaannya yang menumpuk dan menyamar jadi tukang ojek. Raihan menertawakan dirinya sendiri.Mulai saat ini, dia harus memiliki tak tik untuk mendapatkan wanita bernama Via itu. Apa pun akan dilakukannya.Raihan memandang jendela kamar Via dengan pandangan optimis. Lalu, dia melarikan motornya dengan kecepatan tinggi.Di lain tempat, Via berjalan perlahan sambil menekan ulu hatinya yang terasa sakit. Di dapur mungil itu, sudah tersedia makanan yang siap santap. Dia wanita yang rajin memasak tapi malas memakan masakannya sendiri.Via mengambil air hangat dan menelan sebutir obat pereda nyeri dalam sekali teguk. Perutnya harus nyaman dulu baru bisa di isi.Via kembali berjalan ke dalam kamarnya. Melepas jilbab dan gamis syar'inya. Rambut panjang hitam legam dan agak basah itu dibiarkan terurai. Dia membuka lemari pakaian dua pintu di samping ranjang, mengeluarkan baju kaos lengan panjang dan celana training. Dia butuh tidur sejenak, sambil menunggu perutnya nyaman kembali.Satu bulan kemudianTidak terhitung jam yang telah berlalu, sepanjang satu bulan ini komunikasi Rudolf dan Grace berjalan lancar. Namun satu hal yang belum juga terucap dari mulut pria kaku itu, kata cinta dan kata rindu.Grace bangun memijit kepalanya. Beberapa hari ini dia merasa tidak sehat. Pusing dan mual mendera setiap saat, dia merasa lelah padahal Tidak melakukan apa-apa di rumah maminya.Grace menyeret kakinya ke kamar mandi, memuntahkan cairan dari mulutnya. Sang mami muncul, wanita yang masih cantik itu, sebenarnya sudah menaruh curiga pada kondisi Grace. Sebagai orang tua yang sudah dua kali mengandung, dia yakin anaknya itu sedang hamil muda."Mual lagi?" Mami Grace duduk di atas ranjang, memperhatikan wajah pucat Grace. Beberapa hari ini Grace lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur."Iya, semakin menjadi." Grace mengikat rambutnya asal. Dia meneguk paksa air putih yang terletak di atas nakas."Sudah berapa lama kamu telat, Grace?"Grace terdiam, dia tidak tau p
"Aku akan pulang saat kau merindukanku dan menyatakan cinta padaku." Kalimat itu terngiang-ngiang di telinga Rudolf bahkan setelah seminggu berlalu. Apa maksud dari perkataan Grace, dia bukan laki-laki yang berpengalaman dalam merayu wanita, apa lagi sampai berbohong supaya tujuannya tercapai.Rudolf kembali membuka pintu kamar utama yang dihuni Grace selama ini, menghirup sisa aroma Grace yang tertinggal. Baju-baju Grace masih terlipat dalam lemari serta beberapa alat-alat pribadinya seperti charger handphone dan alat kosmetik.Jika dilihat dari barangnya yang tertinggal, sepertinya Grace tak berniat pergi lama, dia hanya membawa baju yang melekat di badannya serta tas kecil. Tapi kenapa wanita itu belum juga pulang?Mengatakan cinta dan mengatakan rindu? Rudolf memang senang dengan keberadaan Grace akhir-akhir ini, jika bersama wanita itu, dia lebih bersemangat, lebih betah di rumah. Padahal dulu, jika mendapatkan cuti, dia begitu bersyukur tak bertemu dengan wanita itu.Sekarang a
Wanita itu, masih secantik yang dia ingat. Entah sudah beberapa tahun berlalu, yang jelas sudah lama sekali. Apakah Grace mendapat pelukan? Ah, tidak. Wanita di depannya persis seperti dirinya, keras dan tak pandai mengekspresikan kasih sayang."Bagaimana kabarmu?" Mami Grace berkata datar. Tapi mata tajamnya mampu membuat detak jantung Grace berdetak cepat. Rasanya sungguh emosional, bagaimanapun hubungan ibu dan anak takkan terlepas dari kasih sayang."Mami pasti tau, apa yang menimpaku akhir-akhir ini.""Ya, semua media, bahkan di negara ini, memberitakan tentangmu.""Apa mami juga malu?" Bibir Grace bergetar."Kalau aku malu, mungkin kau takkan berada di sini saat ini." Datar, tanpa ekspresi, khas mami Grace."Aku tak seburuk itu.""Mami tau. Kau tak perlu menjelaskan. Yang jelas, itulah alasannya kami melarangmu selama ini, bukan karena kami tak menyayangimu, dunia hiburan penuh intrik, sesaat kau merasa beruntung, tapi setelah itu kau akan merasa merugi selamanya."Grace terdiam
Setelah kemesraan itu, apakah mereka tidur di kamar yang sama? Tidak, mereka tetap tidur di kamar terpisah. Yang membuat Grace sebal, bagaimana bisa Rudolf kembali menjadi biasa saja setelah berulangkali mereka bermesraan. Laki-laki itu tak ada romantisnya sama sekali. Padahal Grace sudah merendahkan harga dirinya sebagai wanita penggoda. Lama-lama dia bisa menjadi wanita penggoda sungguhan.Saat ini, apa yang dilakukannya? Berdiri seperti orang bodoh dengan dua cup mie instan di depan kamar Rudolf yang tertutup. Ini sama sekali bukan dirinya. Tapi bagaimana lagi, sedetik saja tak melihat mantan pengawalnya itu, membaut Grace disiksa rindu berat."Aku memang sudah tidak waras." Grace menggerutu sendiri, tapi tangan mulusnya mengetok pintu kayu di depannya.Pintu perlahan terbuka, cengiran bodoh Grace disambut dengan wajah datar Rudolf.Tak hilang akal, Grace menyodorkan cup mie instan ke arah laki-laki itu."Aku yakin kau belum makan malam." Tanpa menunggu persetujuan, Grace menerobos
Grace tak kehilangan akal, sambil menyelam minum air, wanita seperti Grace memiliki kemampuan akting yang luar biasa, antara pura-pura dan sebenarnya sulit untuk dibedakan. Padahal tidak sesakit itu, mungkin kakinya hanya keseleo biasa buktinya tak lagi sakit saat dipijakkan, tapi kapan lagi membuat dia bisa menempel dengan suami kakunya itu. Keseleo saja mendapat hadiah digendong. Grace berusaha menahan tawa dalam hati."Ya ampun, itu sakit sekali." Grace pura-pura meringis, saat jari besar Rudolf menyentuh pergelangan kakinya."Tahan sedikit nona." Rudolf menunjukkan wajah prihatin. Dia pun memijat dengan hati-hati, takut menyakiti kaki jenjang itu."Ini sakit sekali." Grace kembali mengeluarkan akting andalannya. Namun dia kurang teliti, yang dipijat Rudolf kaki sebelah kanan, tapi yang diraba Grace malah kaki sebelah kiri. Hampir saja Grace mengumpat dirinya yang hampir ketahuan."Kaki kiri anda terkilir juga nona?" Rudolf menyentuh pergelangan kaki sebelah kiri Grace. Wajahnya s
Jika cinta yang menyusup tanpa bicara, dan hasrat yang berkobar tak terduga, dua insan yang terlena dan tak tau bagaimana cara berhenti , hanya bisa pasrah menikmati kenikmatan duniawi yang akan merubah kehidupan mereka untuk ke depannya. Grace yang jatuh cinta, Rudolf yang terlena, lalu apalagi alasan untuk menghentikan kemesraan yang dianjurkan bagi pasangan sah seperti mereka.Grace yang tak pernah menyangka akan mendapatkan perlakukan spesial dari sang suami, bersyukur dalam hati, Rudolf tak berniat berhenti. Mereka mengayuh kemesraan bersama, berlomba dengan detak jantung yang serasa ingin meledak di dada.Untuk ke dua kalinya, mereka menyatu, mengesahkan hubungan suami istri, memberi dan menerima. Tak memikirkan waktu, tak memikirkan status sosial, yang ada hanya suara sensual yang menggema di kamar kecil mereka.*****Grace menggeliat tak nyaman, sinar matahari masuk menyilaukan melewati ventilasi udara yang tak tertutup.Sejenak Grace membangun kesadarannya, kemudian dengan pi