Share

Episode 14. Kecupan Hangat

Hana menatap Green dengan wajah sendu membuat Green semakin kaku. Terlihat bahwa Hana terpaksa melakukan pernikahan ini. Tetapi walaupun demikian, Hana tetap menautkan tangannya ke lengan Green.

Dengan iringan musik, Green dan Hana melangkah memasuki tempat ibadah. Hana mengedarkan pandangannya sekejap, tetapi tidak melihat tanda-tanda kehadiran neneknya, Nyonya Besar Erina Winata. Hana mendesah, dia bisa menebak bahwa neneknya itu pasti marah sekali mendengar pernikahan dadakan ini.

"Hana, kamu tidak apa-apa?" Terdengar suara setengah berbisik.

Hana mendongak menatap Green. "Tidak begitu baik. Kamu sendiri tidak apa-apa?" Hana balik bertanya.

"Aku tidak tahu," jawab Green. Dia sendiri merasa takut memikirkan apa yang terjadi di masa depan. Sebagai suami, apakah dia dituntut harus memiliki tanggung jawab? Jika ia dituntut, apakah ia akan mampu? Tetapi, bukankah ini adalah pernikahan pura-pura? Bahkan dia sudah menandatangani surat perjanjian pernikahan. Berapa lama usia pernikahan mereka nanti? Berapa lama ia akan terikat dalam kepalsuan ini? Green menggeleng pelan. Sudahlah, untuk apa dia terlalu memikirkannya? Sekali lagi, dia bukanlah orang penting. Lebih baik dia memasrahkannya saja pada keadaan.

"Memarmu tidak begitu kelihatan." Hana sekejap menatap sudut bibir Green yang tadi pagi sempat membiru akibat pukulan papanya.

"Mereka menutupinya dengan sesuatu," jawab Green.

Upacara pemberkatan berlangsung dengan khidmat. Kemudian mereka saling mengucapkan janji suci bahwa mereka akan saling mencintai dan saling setia hingga maut memisahkan mereka. Pada saat pengucapan ikrar tersebut, Veronika meliputnya secara halus.

Bibir Hana bergetar ketika mengucapkan ikrar pernikahan itu. Bagi Hana, walaupun papanya mengatakan bahwa pernikahan ini hanyalah pernikahan sementara tetapi tetap saja ini adalah pernikahan sungguhan. Dirinya dan Green telah mengucapkan ikrar di hadapan Tuhan, apakah dengan entengnya dia akan melanggarnya begitu saja? Mata Hana berkaca-kaca ketika pikirannya sekilas tertuju pada Marcell. Padahal Hana sudah suka sekali pada Marcell, tetapi dia malah menikahi pria lain, pria yang baru dikenalnya tadi malam yang saat ini berdiri menjulang di hadapannya.

Setelah pengucapan ikrar, Green dan Hana saling memakaikan cincin pernikahan. Jantung Green seketika berdebar kencang ketika ia disuruh untuk mencium pengantin wanitanya. Hana perlahan mendongak dan menutup matanya di hadapan Green. Green menelan ludahnya. Tadi malam dia sudah merasakan bibir ranum itu sebentar, dan sekarang dia memiliki kesempatan untuk merasakannya lagi. Hana sendiri tidak mengingat peristiwa mereka yang sempat berciuman tadi malam. Hanya Green saja yang mampu mengingatnya. Itu pun hanya sampai di situ saja ia mengingat.

Green kemudian menunduk dan menempelkan bibirnya di bibir Hana, lalu mengecupnya singkat. Seketika Hana membuka matanya dan menatap lekat wajah Green. Bibir Green terasa hangat dan lembut ketika melekat di bibirnya tadi. Ini adalah ciuman pertama bagi Hana. Mereka pun saling beradu pandang, sementara hampir semua orang yang hadir di sana bertepuk tangan. Tatapan Hana sulit diartikan oleh Green. Apakah Hana kecewa atau kesal? Atau malah putus asa? Green tidak bisa memahaminya.

Sementara itu, kening Jihan, ibu dari Hana, hanya bisa mengerut dalam. Dia sebenarnya tidak ikhlas Hana menikah, apalagi dengan bocah yang tidak jelas seperti itu. Jihan bahkan sempat marah besar terhadap Anton, suaminya, karena mengambil keputusan besar ini. Tetapi mendengarkan penalaran Anton, Jihan hanya bisa menerima dengan lapang dada. Mudah-mudahan bocah yang bernama Green itu tidak menyusahkan mereka.

"Sabarlah, Jihan. Ini tidak akan berlangsung lama." Anton merangkul istrinya itu seolah tahu apa yang berkecamuk di hati istrinya saat ini. Sementara Jihan hanya bisa mengangguk pasrah.

Mereka yang hadir mengucapkan selamat pada kedua mempelai. Lalu Ferdinand dan Shila, sepupu Hana, akhirnya bisa menghampiri kedua mempelai. Hana pun menatap Green dan langsung memperkenalkan kedua sepupunya itu pada Green.

"Green, mereka berdua adalah sepupuku. Kak Ferdinand Winata dan Shila Winata. Papaku empat bersaudara. Tiga laki-laki dan satu perempuan. Papaku anak sulung. Kak Ferdinand dan Shila adalah anak dari Paman Gerry Winata, adik laki-laki pertama papaku. Lalu adik laki-laki keduanya adalah Paman Rudy Winata. Punya dua anak juga, laki-laki dan perempuan. Lalu adik papaku yang terakhir adalah Bibi Felisa Mahendra, beliau mengikuti marga suaminya. Dan mereka memiliki satu anak laki-laki. Jadi aku memiliki lima sepupu. Nanti akan kuperkenalkan padamu kalau keluarga Winata berkumpul. Lalu perlu kamu tahu, hampir semua hadirin di sini adalah kerabat keluarga Winata. Hanya segelintir orang saja yang bukan bagian dari kami." Tentu saja yang ia maksud adalah Veronika dan kedua orang tuanya, juga para petugas di tempat ibadah ini.

Green tercengang. Hana berbicara apa? Ucapannya panjang lebar dan menurutnya itu terlalu cepat, Green tidak bisa menangkap semua yang Hana katakan. Bisa dikatakan terkadang otak Green lambat. Yang berhasil ia tangkap adalah bahwa dua orang yang ada di hadapannya saat ini adalah sepupu Hana dan Hana memiliki lima sepupu. Itu saja.

"Kamu kenapa?" tanya Hana karena Green sepertinya tampak bingung. Sementara Ferdinand dan Shila langsung menatap remeh pada Green. Otak mereka yang cerdas dapat cepat menilai bahwa Green tidak memahami ucapan Hana yang sebenarnya sangat sederhana. Apa Hana ternyata telah menikahi pria tampan yang bodoh?

"A-aku tidak apa-apa," jawab Green sedikit gugup, lalu matanya beralih pada Ferdinand dan Shila. "Halo, salam kenal. Saya Green Assa." Green tersenyum memperkenalkan diri dengan sopan pada kedua sepupu Hana. Tangannya ia ulurkan bermaksud untuk berjabat tangan, tetapi kedua bersaudara itu tak menyahuti, membuat tangan Green mengambang di udara.

"Kak Hana, ini sungguh terlalu mendadak," protes Shila dengan wajah cemberut. Dia berbicara seolah Green yang barusan berbicara tadi hanyalah angin lalu. Green benar-benar malu dan ia menurunkan tangannya. Saat ini Shila berumur 17 tahun, hanya berbeda setahun dari Hana. Dia juga bersekolah di Williams High School 21.

Hana merasa tidak nyaman atas perlakuan kedua sepupunya itu terhadap Green, tetapi posisinya yang saat ini sudah membuat masalah besar di keluarga Winata membuatnya tak berniat memprotes mereka. "Ini semua keputusan papa," tanggap Hana nyaris bergumam dan Green dapat mendengarnya dengan jelas. Kemudian mata Hana beralih pada Ferdinand.

"Kak Ferdinand, apa nenek marah besar?" Hana ingin memastikan pemikirannya.

"Tentu saja nenek marah. Dia sangat kecewa!" Ferdinand mendesah dan melirik tajam pada Green. Green pun langsung menunduk karena takut melihat tatapan tajam Ferdinand. Ferdinand saat ini berkuliah di Williams University pada tahun terakhir, bahkan dia sudah bekerja di Williams Entertainment, salah satu perusahaan Williams Global Corporation, sebagai salah satu penanggung jawab karena kecerdasannya.

"Tadi malam kamu tidak hadir ke acara, ternyata karena laki-laki ini. Aku bisa melihat jelas wajah kecewa Marcell." Ferdinand menyinggung acara yang seharusnya dihadiri Hana tadi malam sebagai pasangan Marcell.

Mata Hana melebar. "Siapa...yang menggantikanku?" tanyanya sedikit ragu.

"Tidak ada yang menggantikanmu. Marcell memilih untuk sendirian saja. Tadinya Veronika menawarkan diri, tapi Marcell menolaknya mentah-mentah," jelas Ferdinand.

Mulut Hana otomatis terbuka. Raut gembira sedikit terpancar di wajahnya. Dia sudah bisa menebak kemarin bahwa Marcell sebenarnya tidak sungguh-sungguh mengatakan untuk mencari penggantinya. Sungguh tipikal cowok tsundere, lain di mulut lain di hati. Hana semakin menyukainya saja.

Ferdinand mendengkus melihat wajah Hana. "Apa yang kau banggakan? Marcell pasti akan membencimu jika tahu kamu sudah menikah."

Hana terhenyak, apa yang dikatakan sepupunya itu benar adanya. Selama ini Hana sudah menunjukkan dengan perbuatan betapa ia sangat tertarik pada Marcell, dan Marcell pada akhirnya memberikan tanda-tanda tertarik dengan menjadikan Hana sebagai pasangannya di acara peluncuran film tersebut. Tetapi jika Marcell tahu ia sudah menikah, pasti Marcell merasa dipermainkan.

"Kau telah membuat kesalahan besar, Kak Hana. Kami semua kecewa padamu!" timpal Shila.

"Ya, apa yang kalian katakan benar," ucap Hana dengan tubuh lemas. Setengah tahun dia menarik perhatian Marcell. Apakah semua harus menjadi sia-sia?

Sementara itu, Green yang menyimak pembicaraan singkat itu cukup penasaran terhadap lelaki yang bernama Marcell. Green bisa merasakan kalau Hana tampaknya berminat pada lelaki itu, dan lelaki itu sendiri sepertinya juga tertarik pada Hana. Entah kenapa Green merasa tidak enak memikirkannya. Dan tanpa disangka-sangka Green tiba-tiba terjatuh begitu saja. Bam!!! Hana dan Shila seketika terpekik.

Green menggelepar di lantai dan mulutnya mulai berbusa. Hana dan Shila melangkah mundur karena takut melihatnya. Suasana menjadi riuh. Orang-orang mulai mendekat dan menontonnya. Veronika pun melangkah cepat ke arah Green untuk melihat apa yang terjadi.

"Dia mengalami kejang. Sepertinya suamimu ini sakit ayan!" Kening Ferdinand mengerut ketika berucap seperti itu, dia juga melangkah mundur. Mulut Hana terbuka, dia cukup syok mendengarnya. Ini pertama kalinya ia melihat orang yang mengalami kumat epilepsi.

Bersambung...

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yunus Sagitarius
menarik........... ..
goodnovel comment avatar
Abu Gsy Antoli
bagus........
goodnovel comment avatar
Ruslan Alan
cerita yang sangat menarik,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status