"Apa lo bilang?!" bentak Azlan.
Amarahnya sudah diambang batas, pria yang ada di hadapannya ini harus diberi pelajaran, agar mulutnya berhenti berucap. Azlan melontarkan tinju ke wajah Aldo, dan itu memnbuat Aldo terpental ke belakang.Bukkkk bukkk bukkk“Mampus lo! Lo pikir Lo siapa bisa merendahkan gue kayak gitu?! Hah?!” bentak Azlan setelah menghajarnya.“Akang! Sudah Kang! Ayo kita pulang saja,” ajak Nauma. Nauma menarik tangan Azlan hingga mereka sampai di samping motornya.“Kenapa kamu belain dia Neng?” tanya Azlan dengan nada kesal.“Aku tidak membela dia Kang, aku hanya tidak mau ada keributan di sini, aku takut malah Akang yang dikeroyok oleh orang pasar, Bapaknya Aldo itu preman di pasar ini Kang,” bisik Nauma.“Serius Neng? Yaudah yuk buruan pergi, kenapa kamu nggak bilang dari tadi sih?”Kalau urusannya sudah dengan preman pasar jelas Azlan mundur, dia tidak punya keahlian bela diri. Belajar saja hanya sebentar, sebelum almarhum bapakanya meninggal. Setelah mengetahui kebenarannya, Azlan langsung membawa Nauma pergi dari pasar dengan kecepatan penuh. Beruntung Aldo tidak mengejarnya.“Akang itu kenapa sih? Akang cemburuannya kayak Bapak, itu nggak bagus loh Kang, aku lihat Ibu dicemburui seperti itu saja kesal."“Memangnya kamu tidak mau kalau aku cemburu, cemburu kan tanda cinta Neng?”“Aku tahu cemburu itu tanda cinta, tapi aku takut kecemburuan itu yang akan membuat kita berpisah. Meskipun Akang tidak menunjukkan kecemburuan, aku yakin kok dengan cinta Akang, aku juga akan menjaga sikap jika dengan pria lain.”Di balik sifat polosnya, ternyata Nauma sangat pintar menilai situasi. Benar apa yang dikatakan Nauma, kecemburuan yang berlebihan akan membawa petaka dihubungan mereka. Kedepannya Azlan harus lebih mengontrol emosi.“Aku tidak bisa janji untuk tidak cemburu karena aku tidak bisa melihat kamu dekat dengan pria manapun.”“Aku yang akan menjaga diri dari pria manapun kalau begitu, agar Akang tidak cemburuan.”“Lalu, kenapa tadi kamu bisa dibantu Aldo begitu?”“Tadi dia yang memaksa Kang, lagi pula barang belanjaanku tadi banyak.”“Yasudah kalau begitu, lain kali aku ikut masuk ke pasar juga kalau kamu ke pasar, kalau bisa jangan ke pasar yang tadi, pasar yang lain saja.”Sebenarnya Azlan takut kalau para preman pasar mengeroyoknya. Tetapi Azlan berpura-pura menjadi pemberani di hadapan Nauma, dia hanya ingin Nauma melihatnya sebagai suami yang pemberani dan dapat diandalkan.“Akang takut dengan para preman tadi, iya ‘kan?” tanya Nauma.“Nggak, aku nggak takut, aku hanya takut kamu yang menjadi korban kekerasan mereka saja, makanya aku langsung ajak kamu pergi dari sana,” elaknya.“Tenang saja Kang, mereka tidak akan berani, kepala preman pasarnya kan Bapak, pasti kena tampol sama Bapak kalau mereka berani nyakitin kita."“Astaga! Serius Neng Bapak kamu kepala preman pasar?” Azlan terkejut.“Serius, buat apa Neng bohong?”“Waah… wah… tahu begitu aku hajar saja si Aldo, Aldo itu, sampai babak belur.”“Tapi kayaknya malah Akang yang akan ditampol sama Bapak, Bapak sepertinya tidak suka sekali dengan Akang, Neng juga nggak suka Akang kasar seperti Aldo,” ucap Nauma dengan nada sedih.“Kenapa nggak suka? Bapak kamu saja yang sirik, kalah ganteng tuh sama Akang. Lagian orang seperti Aldo itu harus diberi pelajaran Neng, kalau perlu masukin ke sekolah TK lagi biar dia belajar ngomong yang baik, tapi kalau Bapak yang nampol, aku mundur.”“Dengar ya Kang, Neng cinta sama Akang itu karena Akang baik dan tidak kasar, kalau Akang kasar, apa bedanya Akang sama Aldo? Neng nggak suka,” ucap Nauma.“Iya deh, iya, nggak akan kasar, tapi kalau kasarnya nanti malam di kamar boleh ya?”“Hu… maunya Akang itu mah, Akang nggak kasihan sama Neng?" jawab Nauma dengan wajah memelas, Azlan bisa mengetahuinya karena terlihat dari kaca spion motor.“Oh iya, kamu mau mampir ke tempat lain, apa mau langsung pulang?” Azlan mengalihkan pembicaraan.“Pulang saja Kang, aku takut Ibu marah.”Azlan langsung melajukan motor dengan cepat, agar bisa cepat sampai rumah. Tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka, sepanjang perjalanan pulang, Nauma hanya memeluk pinggang suaminya dengan erat dan dia meyenderkan kepalanya di bahu Azlan.“Mana belanjaannya?!” tanya Ibu sambil menyodorkan tangannya kepada Nauma saat mereka sudah sampai di rumah.“Di Akang Azlan Bu.”Degh! ‘Mampus dah gue,’ batin Azlan sambil menepuk kening.“Kenapa kamu Lan nepuk kening gitu?! Mana belanjaannya?” pinta Ibu.“Nelanjaannya ketinggalan Bu di pasar,” balasnya sambil terkekeh. Gara-gara tadi emosi Azlan sampai lupa mengambil keranjang yang di letakkan sembarangan, bahkan dia tidak ingat di mana dia meletakknya karena dia terlalu emosi saat ingin menghajar Aldo.“Ya ampun Azlan! Kelewatan kamu ya! Buat Ibu kesal saja dari tadi!” ucap Ibu dengan kesal sambil menjambak-jambak rambut Azlan.“Ampun Bu, ampun, nanti aku ambil, tadi aku kelupaan,” balasnya sambil berusaha melepaskan tangan Ibu dari rambut.“Lupa lupa! Kerjaan kamu tuh nggak ada yang benar, bagus kalau kamu pergi dari sini.”“Maaf Bu, itu bukan salah Akang, itu salah aku yang lupa membawanya,” bela Nauma. Dia juga membantu Azlan melepaskan diri dari amukan Ibu.“Lihat suami kamu! Tidak pernah melakukan pekerjaan dengan serius! Bawa pergi suami kamu dari rumah ini! Bapak tidak sudi melihatnya di rumah ini lagi! Percuma memiliki menantu tampan tetapi pengangguran, tidak ada gunanya!” Ucap Bapak kepada Nauma dengan nada yang sangat kasar.“Tapi Pak, kami harus pindah ke mana? Kang Azlan saja belum memiliki pekerjaan,” balas Nauma sambil terisak.“Bukan urusan bapak!! Kalau kamu masih mau tinggal di sini, kamu ceraikan saja suami tidak berguna itu!”“Tapi Pak, bagaimana bisa? Apa Bapak tega melihat kami menjadi gelandangan?” jawab Nauma dengan mata berkaca-kaca.“Kalau kamu takut jadi gelandangan, lebih baik kamu ceraikan saja dia! Tidak ada gunanya juga dia di sini."“Aku mohon Pak, beri Akang Azlan kesempatan, sekali saja, aku yakin tidak lama lagi pasti dia akan memperbaiki sifatnya dan mencari pekerjaan."“Tidak!! Sekali Bapak bilang tidak ya tidak! Paham?! Bapak sudah terlanjur malu dengan tetangga, kamu lihat, Yanti saja bisa mendapatkan suami yang kaya raya, apa kamu tidak mau hidup dengan bergelimang harta?!”“Iya kaya, tapi suaminya sudah bau tanah, tega banget nyuruh anaknya nikah sama bangkotan," timpal Azlan.“Ini nih! Suami kayak gini yang mau kamu pertahankan?! Gini kalau pria tidak punya otak! Orangtua dilawan terus!" bentak Bapak sambil mendorong kening Azlan dengan telunjuknya.“Pergi kamu sekarang juga!!” bentak Bapak sambil melempar tas yang ada di tangannya.Tas yang dilempar Bapak adalah tas bawaan Azlan yang belum sempat dirapikan, juga tas Nauma yang tidak tahu apa saja isinya, rupanya Bapak Nauma tidak ragu mengusir mereka dari rumahnya. Azlan menerima pengusiran itu dengan berat hati, dia melajukan motor dengan kecepatan sedang. Baju bagian belakangnya terasa basah karena tangis Nauma.“K-kita mau pergi ke mana Kang?” tanya Nauma sambil terisak.“Sementara kita ikuti saja dulu jalan ini, nanti kalau ada tempat pemberhentian kita istirahat di sana,” balas Azlan sambil mengelus tangan Nauma.“Tapi jalan yang kita ikuti ini adalah jalan menuju kota Kang, aku tidak yakin bisa tinggal di sana, kita tidak memiliki kenalan sama sekali,” balas Nauma dengan nada putus asa.“Iya Akang tahu, nanti kita cari-cari saja tempat yang bisa kita kunjungi, siapa tahu kita bisa bertemu dengan teman-teman Akang di sana.”“Tapi kita tidak punya uang sama sekali Kang, uang sisa penjualan rumah Akang sudah aku berikan kepada Ibu, aku hanya memegang uang lima puluh ribu saja.”Hari yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan untuk mereka, malah menjadi hari yang sangat menyedihkan. Bagaimana tidak sedih? Baru juga beberapa hari menyandang gelar menantu di rumah Nauma, tetapi sudah mendapatkan perlakuan buruk seperti ini. Orangtua Nauma mengusirnya tanpa ada rasa iba sama sekali. Azlan sadar diri kalau dia hanya menumpang di rumah mereka, Azlan menyalahkan dirinya sendiri karena sudah terlalu percaya diri untuk menikahi Nauma. Alhasil, Nauma menjadi menderita karenanya. Uang yang ada di saku hanya tersisa empat puluh lima ribu rupiah saja, itu pun uang kembalian dari membeli nasi uduk tadi.“Bismillah Neng, kita jalani saja dulu, sekali lagi aku tanya, kamu yakin untuk hidup bersamaku meskipun kamu tahu keadaan aku sekarang bagaimana? Kalau kamu tidak yakin, maka aku tidak bisa berbuat banyak, lebih baik kamu tinggal bersama dengan Orangtua kamu saja.”“Aku tanya kepada Akang, apakah Akang yakin bisa membawa keluarga kecil kita menjadi keluarga yang bahagia? Apakah Akang yakin kalau Akang bisa menghidupi keluarga kecil kita?” Nauma malah balik bertanya pada Azlan, jelas Azlan yakin kalau dia mampu membahagiakannya. Apapun akan dilakukan demi membuat Nauma bahagia, pekerjaan apapun akan dilakukan asalkan halal. “Tentu saja aku yakin, aku yakin bisa membahagiakan kamu, pekerjaan apapun akan aku kerjakan asal ada kamu yang selalu tersenyum kepadaku,” balasnya. “Kalau Akang yakin, maka aku juga yakin Kang, aku juga bisa membantu Akang mencari uang, siapa tahu di kota nanti ada yang membuka lowongan pekerjaan untuk wanita yang sudah menikah, jadi buruh cuci pun aku rela.” “Tidak! Aku tidak setuju kalau kamu bekerja, biar aku saja yang mencari uang, aku menikahi kamu bukan untuk membuat kamu sengsara, sudah ya Neng, kamu yakin saja sama aku. Aku janji, kalau aku akan terus membuat kamu bahagia.” Azlan tidak setuju dengan apa yang
"Tentu saja saya mau, mba. Ini adalah kesempatan emas buat saya dan istri saya," jawab Azlan dengan antusias. "Bagus kalau begitu, besok aku tunggu kamu di kantor, katakan saja kepada resepsionis kalau kamu sudah membuat janji denganku." "Terima kasih mba, besok saya pasti akan datang ke sana." Azlan merasa sangat bahagia mendapatkan kesempatan untuk menjadi artis, selama ini tidak ada bayangan sedikit pun untuk memulai karir sebagai artis. Azlan terus tersenyum saat memandangi kepergian Agnes. "Nauma pasti bahagia kalau tahu kabar ini, aku jadi tidak sabar untuk mengabarinya," gumam Azlan sambil memandangi kartu nama Agnes. Tanpa menunggu lama lagi, Azlan langsung beranjak dari tempatnya, dia berniat untuk menemui Nauma. Baru juga beberapa langkah, seorang pria bertubuh besar menahan pundak Azlan. Pria bertubuh besar itu meninju perut Azlan tanpa ada rasa kasihan sama sekali. Bugh... bugh... bugh... "Berani-beraninya lo ngambil lahan gue tanpa izin! Mau cari mati lo?!" bentak p
"Jadi kayak mana Kang? Padahal itu kesempatan emas, malah hilang gitu aja," ucap Nauma sambil mengembuskan napasnya. "Mau bagaimana lagi? Kartunya sudah hilang, sekarang kita pulang dulu, sebentar lagi sudah mau magrib," balas Azlan. Azlan juga merasa sedih karena sudah kehilangan kartu nama Agnes, kartu nama itu adalah harapan terbesarnya untuk bertahan hidup di kota besar ini. Mau tidak mau, Azlan dan Nauma harus ikhlas kehilangan kartu nama Agnes. Mereka berdua pulang ke mushola dengan langkah gontai. "Kenapa kalian lesu seperti itu?" tanya Pak ustadz. "Nggakpapa Pak ustadz, kami hanya kehilangan kartu nama saja," balas Azlan. "Memangnya kartu nama itu penting sekali ya?" "Bagi kami sangat penting Pak karena itu adalah kartu nama agensi, tadi ada yang menawariku untuk menjadi artis," jawab Azlan, wajahnya masih saja muram, dia bersedih karena tidak bisa menemukan kartu nama Agnes. "Jangan disesali, jika memang itu masih rezeki kamu, maka Allah akan mengembalikannya dengan car
"Siapa lo berani ngelarang gue?!" bentak Codet. "Gue Agnes! Gue bisa menjarain lo sekarang juga atas tuduhan pemerasan!" balas Agnes tak kalah membentak. Agnes adalah wanita yang menolong Azlan, dia mencari Azlan di tempat mereka bertemu kemarin. Agnes sangat tertarik pada Azlan dan dia mau Azlan menjadi artis di agensinya. Wajah tampan Azlan merupakan aset berharga baginya dan juga perusahaannya. Menurut Agnes, Azlan bisa mendapatkan ketenaran dengan wajah tampannya. "Pergi nggak lo dari sini!" usir Agnes. Codet merasa dirinya terancam karena Agnes sudah siap menelpon polisi. Penampilan Agnes juga sangat meyakinkan kalau dia mampu memenjarakan Codet. Tampilan layaknya pengusaha kaya raya, stelan jas dan juga kaca mata yang dikenakannya menambah kesan mewah. "Brengsek! Awas lo ya! Lo masih ada urusan sama gue!" bentak Codet, tangannya menunjuk wajah Azlan. Codet dan anak buahnya pergi karena takut dengan ancaman Agnes, Agnes berhasil merebut uang yang di rampas oleh Codet. Dia me
"Tapi Kang-" "Sudah jangan dipikirkan, ingat, ada aku di sini, aku yang akan bertanggung jawab dengan hidup kita, kamu tenang saja ya sayang," ucap Azlan memotong perkataan Nauma. Dia memeluk Nauma dan membelai rambut panjangnya. Nauma masih saja terisak, dia masih belum rela uang yang selama ini dikumpulkan dirampas begitu saja oleh Codet. Azlan juga sebenarnya merasa bingung, disaat kesempatan emas datang lagi, uang hasil tabungan mereka yang dirampas. Mau tidak mau, Azlan berpikir keras bagaimana caranya agar besok bisa menemui Agnes? Malam hari Azlan tidak pergi ke parkiran, dia menemani Nauma di kamar mushola. Dia takut Codet datang lagi dan mencelakai istrinya. Naumatidur dalam kesedihan, Azlan memeluk Nauma dengan sangat erat, bahkan dia sudah menahan pintu kamar mereka dengan lemari yang disediakan Pak ustadz. Azlan tidak bisa tidur, dia terus saja siaga karena ketakutannya. Apapun bisa terjadi kepada mereka disaat mereka lengah. Azlan mengusap-usap kepala Nauma, "Maafkan a
"Tidak! Tidak! Bagaimana mungkin saya menyembunyikan status istri saya sendiri? Mba sudah menjebak saya," ucap Azlan sambil menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan kebodohan yang baru saja dilakukannya. "Saya sudah memperingatkan kamu untuk membacanya terlebih dahulu, tetapi kamu sendiri yang menandatangani tanpa membacanya," balas Agnes menyalahkan Azlan. "Sudahlah Kang, aku tidak masalah, sudah terjadi juga, lagi pula kita tidak memiliki uang untuk membayar dendanya," timpal Nauma, dia merangkul lengan Azlan. "Tetapi kami masih diperbolehkan tinggal satu rumah 'kan?" tanya Azlan memastikan. "Tentu saja boleh, tetapi publik tidak boleh mengetahui status kalian yang sebenarnya," jawab Agnes. "Baiklah kalau begitu, kontrak ini berlangsung berapa lama?" "Dua tahun, selama dua tahun kamu harus mengaku single, setelah kontrak ini selesai, kita akan perbaharui lagi kontraknya, itupun jika kamu masih mau menjadi artis." Azlan dan Nauma hanya terdiam, sudah tidak ada ka
"Bukankah begitu, Azlan?" tanya Agnes. Mata coklat Azlan menatap Agnes dengan penuh kemarahan, dia melirik Nauma. Mata Nauma membola saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Agnes. Azlan tidak menyangka kalau Agnes akan menganggap Nauma sebagai pembantunya. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal. Azlan melangkahkan kalinya, tetapi Nauma menghentikannya. Nauma menggelengkan kepala untuk mencegah perbuatan yang akan Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, maafkan perbuatan kami," ucap petugas keamanan dengan wajah penuh sesal. Azlan memalingkan wajahnya, tidak menjawab permohonan maaf penjaga yang ada di dekatnya. Azlan menatap wajah Nauma, dia melihat ada kesdihan di matanya. 'Kenapa jadi aku yang menjadi penyebab kesedihannya?' batin Azlan. Tidak berselang lama, para pengawal pergi meninggalkan luka di hati dan tubuh mereka. "Kenapa mba ngomong gitu? Kenapa mba memposisikan Nauma sebagai pembatu saya?" tanya Azlan, matanya juga menunjukkan kemarahan yang teramat sangat. "Memang
"Neng!... kamu di mana?" Azlan mencari keberadaan Nauma. Dia baru sadar kalau Nauma tidak ada di sampingnya. Mendengar teriakan Azlan, Nauma menghapus jejak air matanya dengan kasar. Azlan mencari Nauma, satu persatu kamar dibuka olehnya. Dia panik karena tidak bisa menemukan Nauma. Saat dia membuka kamar terakhir, dia melihat Nauma yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya terlihat gemetar dan itu membuat Azlan semakin panik. "Sayang... kamu kenapa?" tanya Azlan. Dia memeluk tubuh Nauma dan merasakan hawa panas dari tubuhnya. "Kamu sakit?" tanya Azlan sambil menyentuh kening Nauma dengan punggung tangannya. Nauma hanya terdiam, tubuhnya bergetar hebat karena deman yang dideritanya. "Kamu tunggu di sini ya, Neng. Aku beli obat dulu," ucap Azlan dengan panik. Dia langsung berlari ke luar apartemen dan mencari apotek untuk membeli obat. Azlan terus saja berlari, "Pasti Nauma sakit gara-gara aku, pasti kejadian hari ini menjadi pukulan berat baginya," racaunya saat sedan