Share

BAB 5

Author: Nuraselina
last update Last Updated: 2023-01-27 17:06:51

“Aku tanya kepada Akang, apakah Akang yakin bisa membawa keluarga kecil kita menjadi keluarga yang bahagia? Apakah Akang yakin kalau Akang bisa menghidupi keluarga kecil kita?”

Nauma malah balik bertanya pada Azlan, jelas Azlan yakin kalau dia mampu membahagiakannya. Apapun akan dilakukan demi membuat Nauma bahagia, pekerjaan apapun akan dilakukan asalkan halal.

“Tentu saja aku yakin, aku yakin bisa membahagiakan kamu, pekerjaan apapun akan aku kerjakan asal ada kamu yang selalu tersenyum kepadaku,” balasnya.

“Kalau Akang yakin, maka aku juga yakin Kang, aku juga bisa membantu Akang mencari uang, siapa tahu di kota nanti ada yang membuka lowongan pekerjaan untuk wanita yang sudah menikah, jadi buruh cuci pun aku rela.”

“Tidak! Aku tidak setuju kalau kamu bekerja, biar aku saja yang mencari uang, aku menikahi kamu bukan untuk membuat kamu sengsara, sudah ya Neng, kamu yakin saja sama aku. Aku janji, kalau aku akan terus membuat kamu bahagia.”

Azlan tidak setuju dengan apa yang di katakan Nauma, Azlan tidak mau membuatnya sengsara karena menikah dengannya. Azlan berjanji kepada dirinya sendiri, kalau dia akan terus berusaha untuk membahagiakan Nauma.

Azlan melajukan motor dengan kecepatan penuh, dan berhenti tepat di pom bensin yang ada di perbatasan kota. Mau tidak mau, uang yang ada di sakunya digunakan untuk mengisi bensin terlebih dahulu. Tujuan utama adalah pusat kota, dia yakin kalau dia bisa menemukan pekerjaan di sana. Tetapi yang menjadi kekhawatirannya adalah, di mana mereka akan tinggal?

“Akang ada uang untuk mengisi bensin?” tanya Nauma dengan wajah penuh khawatir.

“Ada dong sayang, maaf ya, semalam aku ambil uang di dompet kamu lima puluh ribu, tadi pagi saat sedang di pasar sudah aku gunakan untuk membeli sarapan, ini masih ada empat puluh lima ribu, aku pakai untuk mengisi bensin tiga puluh ribu, jadi masih sisa lima belas ribu,” terangnya.

“Ngambilnya sedikit amat sih Kang Cuma lima puluh ribu? Coba ambil yang banyak, aku juga menyesal sudah memberikan uang kepada Ibu tadi pagi,” balas Nauma dengan nada kesalnya.

“Dih jelek banget manyun-manyun gitu, senyum ah, nggak boleh manyun, yang sudah diberikan kepada Ibu biarkan saja tidak usah di ungkit lagi, lagian juga diberikan kepada Ibu kita, bukan orang lain.”

“Akang nggak marah sama Ibu dan Bapak?”

“Mana bisa aku marah dengan mereka yang sudah memberikan aku wanita secantik dan sebaik kamu,” balasnya sambil menjawil hidung Nauma.

Setelah mengisi bensin, Azlan dan Nauma singgah sebentar di warung kelontong untuk membeli minuman. Saat Nauma ingin membayar minuman yang mereka inginkan, dompet yang sedang dipegang Nauma dicopet oleh pengemudi motor, sialnya Azlan tidak bisa mengejar pencopet itu.

“Bagaimana ini Kang? Kita tidak memiliki uang sama sekali, hanya uang yang ada di dompet itulah uang yang kita miliki,” ucap Nauma sambil menangis.

Azlan memeluk tubuh istrinya yang sudah bergetar, dia juga bingung harus bagaimana lagi. Hari sudah semakin sore dan mereka masih belum menemukan tempat untuk berteduh. Azlan menangis dalam diam, tapi dia mencoba untuk menegarkan hatinya, dia tidak ingin terlihat putus asa dihadapan Nauma.

“Sudah jangan menangis, nanti kamu jelek, lebih baik kita cepat ke kota, aku yakin di sana pasti ada yang bisa aku kerjakan dan menghasilkan uang,” ucapnya menenangkan Nauma.

Setelah menenangkan Nauma, Azlan langsung membayar minuman seharga dua ribu rupiah kepada pedagang kelontong. Sekarang uang yang mereka miliki hanya tersisa tiga belas ribu rupiah. Azlan melajukan motor bututnya dengan kecepatan penuh agar cepat sampai di kota, dia sudah tidak mau lagi menyia-nyiakan waktu.

Setibanya di kota, Azlan langsung membawa Nauma untuk beristiahat di toko yang sudah tutup. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Kali ini Azlan merasakan kesedihan yang teramat sangat, Tidak ada tempat untuk di tinggali, hanya mampu mengistirahatkan diri di pinggiran jalan yang beralaskan Koran.

“Kamu kenapa sayang? Perut kamu sakit?” tanya Azlan kepada Nauma. Azlan melihat Nauma sedang memegangi perutnya, wajahnya juga sudah berubah menjadi pucat.

“Yaampun, maafkan aku, aku lupa kalau kamu belum makan dari tadi siang, tunggu sebentar di sini, aku cari makan dulu, jangan kemana-mana ya, tunggu aku di sini,” ucapnya mengingatkan Nauma.

Nauma memiliki penyakit magh, sepanjang perjalanan tadi mereka hanya meminum air mineral saja. Tidak ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perut sejak siang tadi. Azlan senderkan tubuh Nauma ke dinding dan menyelimutinya dengan jaket yang dikenakannya.

“I-iya Kang, tapi apa uang kita cukup untuk membeli makanan?”

“Sudah jangan kamu pikirkan, sekarang kamu istrahat dulu, aku janji tidak akan lama.”

Setelah meyakinkan Nauma Azlan langsung berlari ke sembarang arah. Beruntung ada kedai makanan di dekat mereka berada.

“Permisi Bu, nasi campur pakai telor berapa?” tanya Azlan kepada penjual nasi.

“Sebelas ribu mas, mau berapa?”

“Alhamdulliah, satu bungkus saja Bu, oh iya, boleh aku meminta minum?”

“Boleh mas, nanti saya kasih,” balas pedagang yang ada di hadapannya.

“Ini mas nasinya, air minumnya ada di dalam,” ucap Ibu pedagang nasi.

“Ini uangnya Bu, terima kasih ya.”

Setelah mendapatkan nasi untuk Nauma, Azlan langsung berlari menemui Nauma. Dia takut Nauma diganggu oleh pejalan kaki yang tidak memiliki moral. Mau bagaimana pun Nauma adalah wanita, dan ini adalah tempat asing baginya.

“Ini Neng di makan dulu,” ucap Azlan sambil membukakan bungkus nasi.

“Kita makan sama-sama ya Kang,” ajak Nauma.

“Tidak, kamu saja yang makan, aku tadi sudah makan, Ibu pemilik warungnya baik sekali,” ucapnya berbohong.

“Beneran Akang sudah makan? Nggak bohongkan?” tanya Nauma tidak percaya.

“Untuk apa aku bohong sayang, sudah kamu makan saja, tadi aku sudah makan di sana, malah sekarang bisa lebih kenyang kalau aku melihat kamu tersenyum,” balasnya sambil menaik turunkan alis dan memberikan senyuman kepada Nauma.

Azlan bersyukur Nauma mempercayai candaannya, melihat Nauma makan sambil tersenyum saja sudah membuatnya kenyang. Nauma makan dengan lahap, beruntung dia membawa obat magh yang selalu tersedia di tasnya. Kalau sampai dia tidak membawanya pasti Azlan akan kebingungan karena dia hanya memegang uang dua ribu saja.

Sudah tiga hari mereka tinggal di kota, selama tiga hari mereka tinggal di musholah dekat pasar. Azlan memilih untuk bekerja sebagai tukang parkir di depan minimarket. Sedangkan Nauma membantu Azlan mencari uang dengan menjadi pelayan warung makan.

"Terus... Terus... Terus...." Azlan mengarahkan mobil yang ingin keluar dari parkiran.

Karena kecerobohannya, dia tidak memperhitungkan jarak dan mobil yang di arahkannya menabrak kendaraan lain yang sedang terparkir. Sontak saja pengendara mobil keluar dengan kemarahannya.

"Bagaimana sih kamu ini? Kalau nggak bisa markirin, nggak usah markir dong! Mobil saya jadi rusak gara-gara kamu!" bentak wanita pemilik mobil.

"Maaf mba, saya tidak sengaja," balas Azlan. Dia mengangkat wajahnya dan melepas topi yang dikenakannya, lalu menatap wanita yang sedang memarahinya.

Wanita yang memarahi Azlan langsung terkesima saat melihat ketampanan Azlan, dia tidak berkedip sedetikpun untuk menikmati ketampanan yang dimiliki Azlan.

"Tidak, tidak masalah, saya juga salah karena hanya mengandalkan kamu, seharusnya saya juga melihat ke belakang dan memastikannya sendiri. Perkenalkan saya Agnes." Agnes mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Azlan.

"Saya Azlan mba," jawab Azlan, dia menerima uluran tangan Agnes.

"Kenapa pria tampan seperti kamu menjadi tukang parkir seperti ini? Kalau kamu mau, kamu bisa menjadi artis, aku yakin, kalau kamu menjadi artis, pasti akan cepat terkenal."

"Artis dari mana mba? Saya hanya pria biasa, nggak punya kenalan agensi juga, begini saja saya sudah bersyukur," balas Azlan.

"Memangnya kamu mau jadi artis kalau ada agensi yang menawari kamu?" tanya Agnes dengan sangat antusias.

"Tentu saja mau, kalau menjadi artis pasti saya akan banyak uang dan bisa membahagiakan istri saya," balas Azlan sambil tersenyum, pikirannya sudah berkelana membayangkan kehidupan seorang artis.

"Kalau begitu, aku mau menawari kamu menjadi artis, kebetulan aku pemilik agensi star entertaiment. Ini kartu nama saya," ucap Agnes sambil memberikan selembar kartu nama.

"Wah... Ini serius mba? Mba lagi nggak ngepreng saya 'kan?" tanya Azlan yang masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya.

"Tentu saja ini benar, bagaimana? Apakah kamu mau menjadi bagian dari agensi saya dan menjadi bintang terkenal di negara ini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 163. Tamat

    "Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 162

    "Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 161

    "Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 160

    "Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 159

    "Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 158

    "Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status