Share

BAB 8

"Siapa lo berani ngelarang gue?!" bentak Codet.

"Gue Agnes! Gue bisa menjarain lo sekarang juga atas tuduhan pemerasan!" balas Agnes tak kalah membentak.

Agnes adalah wanita yang menolong Azlan, dia mencari Azlan di tempat mereka bertemu kemarin. Agnes sangat tertarik pada Azlan dan dia mau Azlan menjadi artis di agensinya. Wajah tampan Azlan merupakan aset berharga baginya dan juga perusahaannya. Menurut Agnes, Azlan bisa mendapatkan ketenaran dengan wajah tampannya.

"Pergi nggak lo dari sini!" usir Agnes.

Codet merasa dirinya terancam karena Agnes sudah siap menelpon polisi. Penampilan Agnes juga sangat meyakinkan kalau dia mampu memenjarakan Codet. Tampilan layaknya pengusaha kaya raya, stelan jas dan juga kaca mata yang dikenakannya menambah kesan mewah.

"Brengsek! Awas lo ya! Lo masih ada urusan sama gue!" bentak Codet, tangannya menunjuk wajah Azlan.

Codet dan anak buahnya pergi karena takut dengan ancaman Agnes, Agnes berhasil merebut uang yang di rampas oleh Codet. Dia memberikannya kepada Azlan.

"Kamu nggakpapa?" tanya Agnes sambil memberikan uang milik Azlan.

"Nggakpapa mba," balas Azlan.

"Oh iya, hampir lupa, saya ke sini sengaja ingin bertemu dengan kamu, kenapa kamu tidak datang ke perusahaan saya?"

"Maaf mba, kartu nama yang mba kasih hilang dan saya tidak bisa menemukannya, saya juga tidak tahu alamat perusahaan mba," jawab Azlan.

"Aku pikir kamu tidak mau menjadi artis, yasudah kalau begitu, ini kartu nama saya, besok jangan sampai tidak datang, saya akan menyiapkan surat kontraknya," ucap Agnes antusias.

"Terima kasih, terima kasih banyak mba, saya pasti akan datang." digenggam erat kartu nama Agnes agar tidak hilang seperti kemarin.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi, masih ada yang harus saya lakukan." Agnes pergi dari hadapan Azlan.

Azlan merasa sangat beruntung, dia langsung menghampiri Nauma di kedai tempat istrinya bekerja. Dia ingin memberitahukan kabar gembira kepada istrinya, kali ini dia bisa merasakan angin segar di dalam hidupnya.

"Neng ... Neng ...." Azlan masuk ke dalam kedai dengan memanggil-manggil istrinya.

"Ada apa Kang? Kenapa Akang berteriak seperti tu?"

"Lihat Neng ... Mba Agnes datang mencariku lagi, dia memberikan kartu namanya lagi," balas Azlan, dia menunjukkan kartu nama Agnes kepada Nauma.

"Beneran ini Kang? Subhanallah ... Ini sih yang dinamakan rezeki nggak akan ke mana, disimpan yang benar Kang." Nauma menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang Azlan katakan.

"Pasti Neng, pasti aku simpan, kali ini tidak boleh hilang lagi."

"Semoga besok dipermudah ya Kang, Akang sudah makan belum?"

"Sudah kok tadi, kamu pulang jam berapa?"

"Sebentar lagi juga pulang Kang, Akang mau nungguin?" tanya Nauma.

"Akang tunggu depan ya," jawab Azlan sambil menunjuk ke arah luar kedai.

"Yasudah, tunggu sebentar ya Kang."

Azlan keluar dari kedai, sedangkan Nauma kembali bekerja dan membereskan kedai. Mereka berdua merasa bahagia.

Setelah Nauma selesai membereskan kedai, mereka berdua kembali ke mushola. Mereka berdua mengistirahatkan tubuhnya di kamar. Nauma memeluk Azlan dalam pembaringannya, begitu juga dengan Azlan. Dalam suasana hati yang bahagia, mereka membayangkan kehidupan mereka setelah Azlan menjadi artis.

"Kalau Akang jadi artis pasti kehidupan kita akan lebih mudah lagi, Ibu dan Bapak juga pasti mau menerima Akang," ucap Nauma.

"Semoga saja besok dipermudah ya Neng, aku juga berharap bisa membahagiakan kamu," balas Azlan dan dia mengeratkan pelukannya.

Nauma menenggelamkan kepalanya di dada Azlan. Saat mereka sedang bermesraan, tiba-tiba pintu kamar mereka digedur dengan kasar oleh seseorang.

Dorr ... Dorr ... Dorrr ...

"Siapa Kang?" tanya Nauma.

"Aku juga nggak tau, kamu tunggu di sini." Azlan bangkit dan hendak membuka pintu. 'Apa jangan-jangan yang datang ini Bang Codet ya,' batin Azlan. Azlan memberanikan diri membuka pintu kamarnya. Jantungnya berdetak dengan cepat, bahkan keringat dingin sudah mulai mengucur di pelipisnya. Dia takut kalau Codet mengikutinya sampai ke mushola.

"Mana uang setoran tadi?! Jangan coba-coba menghindar dan berlindung sama perempuan tadi!" bentak Codet. Benar apa yang ada di dalam pikiran Azlan, Codet datang ke musholah dan menagih uang setoran.

Codet juga mencengkram baju Azlan, dia mendorong Azlan sampai masuk ke dalam kamar. Begitu mereka sudah masuk, Nauma ketakutan, dia tidak tahu harus berbuat apa.

"Wah ... Cantik juga istri lo," ucap Codet sambil memandangi Nauma dengan pandangan mesumnya.

"Jangan sentuh dia!" hentak Azlan.

"Lo mau nantangin gue?!" Codet semakin menarik baju Azlan, sedangkan Nauma berdiri ketakutan di pojok kamar.

"Abang mau uang 'kan? Saya kasih uangnya, tapi jangan sentuh istri saya."

"Mana uangnya?!"

Azlan mengambil uang yang ada di dompet Nauma, belum juga Azlan membuka dompet, Codet sudah merampas dompet Nauma dan mengambil semua uang yang mereka miliki. Azlan melepaskan dompet itu, dia menghampiri Nauma dan menyembunyikan Nauma di balik tubuhnya.

"Buruan Bang, Pak ustadz lagi jalan ke sini," ucap anak buah Codet mengingatkan.

"Berisik lo! Ini gue kembaliin dompet lo! Awas kalau besok lo nggak setoran!" ancam Codet. Codet mengambil semua uang yang mereka miliki, lalu keluar dari kamar mereka dengan seringai jahat.

"Siapa dia Kang? Kenapa dia mengambil uang kita? Dia mengambil semua uang yang kita miliki," tanya Nauma sambil menangis.

"Maaf Neng, dia pereman pasar," balas Azlan sambil memeluk tubuh istrinya.

"Lalu besok bagaimana Kang? Kita kan harus ke kantor mba Agnes, motor Akang saja tidak ada bensinya."

"Kamu tenang dulu ya sayang, yang penting Bang Codet tidak kasar ke kamu tadi, masalah uang nanti aku yang cari."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status