"Siapa lo berani ngelarang gue?!" bentak Codet.
"Gue Agnes! Gue bisa menjarain lo sekarang juga atas tuduhan pemerasan!" balas Agnes tak kalah membentak.Agnes adalah wanita yang menolong Azlan, dia mencari Azlan di tempat mereka bertemu kemarin. Agnes sangat tertarik pada Azlan dan dia mau Azlan menjadi artis di agensinya. Wajah tampan Azlan merupakan aset berharga baginya dan juga perusahaannya. Menurut Agnes, Azlan bisa mendapatkan ketenaran dengan wajah tampannya."Pergi nggak lo dari sini!" usir Agnes.Codet merasa dirinya terancam karena Agnes sudah siap menelpon polisi. Penampilan Agnes juga sangat meyakinkan kalau dia mampu memenjarakan Codet. Tampilan layaknya pengusaha kaya raya, stelan jas dan juga kaca mata yang dikenakannya menambah kesan mewah."Brengsek! Awas lo ya! Lo masih ada urusan sama gue!" bentak Codet, tangannya menunjuk wajah Azlan.Codet dan anak buahnya pergi karena takut dengan ancaman Agnes, Agnes berhasil merebut uang yang di rampas oleh Codet. Dia memberikannya kepada Azlan."Kamu nggakpapa?" tanya Agnes sambil memberikan uang milik Azlan."Nggakpapa mba," balas Azlan."Oh iya, hampir lupa, saya ke sini sengaja ingin bertemu dengan kamu, kenapa kamu tidak datang ke perusahaan saya?""Maaf mba, kartu nama yang mba kasih hilang dan saya tidak bisa menemukannya, saya juga tidak tahu alamat perusahaan mba," jawab Azlan."Aku pikir kamu tidak mau menjadi artis, yasudah kalau begitu, ini kartu nama saya, besok jangan sampai tidak datang, saya akan menyiapkan surat kontraknya," ucap Agnes antusias."Terima kasih, terima kasih banyak mba, saya pasti akan datang." digenggam erat kartu nama Agnes agar tidak hilang seperti kemarin."Baiklah kalau begitu, saya permisi, masih ada yang harus saya lakukan." Agnes pergi dari hadapan Azlan.Azlan merasa sangat beruntung, dia langsung menghampiri Nauma di kedai tempat istrinya bekerja. Dia ingin memberitahukan kabar gembira kepada istrinya, kali ini dia bisa merasakan angin segar di dalam hidupnya."Neng ... Neng ...." Azlan masuk ke dalam kedai dengan memanggil-manggil istrinya."Ada apa Kang? Kenapa Akang berteriak seperti tu?""Lihat Neng ... Mba Agnes datang mencariku lagi, dia memberikan kartu namanya lagi," balas Azlan, dia menunjukkan kartu nama Agnes kepada Nauma."Beneran ini Kang? Subhanallah ... Ini sih yang dinamakan rezeki nggak akan ke mana, disimpan yang benar Kang." Nauma menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang Azlan katakan."Pasti Neng, pasti aku simpan, kali ini tidak boleh hilang lagi.""Semoga besok dipermudah ya Kang, Akang sudah makan belum?""Sudah kok tadi, kamu pulang jam berapa?""Sebentar lagi juga pulang Kang, Akang mau nungguin?" tanya Nauma."Akang tunggu depan ya," jawab Azlan sambil menunjuk ke arah luar kedai."Yasudah, tunggu sebentar ya Kang."Azlan keluar dari kedai, sedangkan Nauma kembali bekerja dan membereskan kedai. Mereka berdua merasa bahagia.Setelah Nauma selesai membereskan kedai, mereka berdua kembali ke mushola. Mereka berdua mengistirahatkan tubuhnya di kamar. Nauma memeluk Azlan dalam pembaringannya, begitu juga dengan Azlan. Dalam suasana hati yang bahagia, mereka membayangkan kehidupan mereka setelah Azlan menjadi artis."Kalau Akang jadi artis pasti kehidupan kita akan lebih mudah lagi, Ibu dan Bapak juga pasti mau menerima Akang," ucap Nauma."Semoga saja besok dipermudah ya Neng, aku juga berharap bisa membahagiakan kamu," balas Azlan dan dia mengeratkan pelukannya.Nauma menenggelamkan kepalanya di dada Azlan. Saat mereka sedang bermesraan, tiba-tiba pintu kamar mereka digedur dengan kasar oleh seseorang.Dorr ... Dorr ... Dorrr ..."Siapa Kang?" tanya Nauma."Aku juga nggak tau, kamu tunggu di sini." Azlan bangkit dan hendak membuka pintu. 'Apa jangan-jangan yang datang ini Bang Codet ya,' batin Azlan. Azlan memberanikan diri membuka pintu kamarnya. Jantungnya berdetak dengan cepat, bahkan keringat dingin sudah mulai mengucur di pelipisnya. Dia takut kalau Codet mengikutinya sampai ke mushola."Mana uang setoran tadi?! Jangan coba-coba menghindar dan berlindung sama perempuan tadi!" bentak Codet. Benar apa yang ada di dalam pikiran Azlan, Codet datang ke musholah dan menagih uang setoran.Codet juga mencengkram baju Azlan, dia mendorong Azlan sampai masuk ke dalam kamar. Begitu mereka sudah masuk, Nauma ketakutan, dia tidak tahu harus berbuat apa."Wah ... Cantik juga istri lo," ucap Codet sambil memandangi Nauma dengan pandangan mesumnya."Jangan sentuh dia!" hentak Azlan."Lo mau nantangin gue?!" Codet semakin menarik baju Azlan, sedangkan Nauma berdiri ketakutan di pojok kamar."Abang mau uang 'kan? Saya kasih uangnya, tapi jangan sentuh istri saya.""Mana uangnya?!"Azlan mengambil uang yang ada di dompet Nauma, belum juga Azlan membuka dompet, Codet sudah merampas dompet Nauma dan mengambil semua uang yang mereka miliki. Azlan melepaskan dompet itu, dia menghampiri Nauma dan menyembunyikan Nauma di balik tubuhnya."Buruan Bang, Pak ustadz lagi jalan ke sini," ucap anak buah Codet mengingatkan."Berisik lo! Ini gue kembaliin dompet lo! Awas kalau besok lo nggak setoran!" ancam Codet. Codet mengambil semua uang yang mereka miliki, lalu keluar dari kamar mereka dengan seringai jahat."Siapa dia Kang? Kenapa dia mengambil uang kita? Dia mengambil semua uang yang kita miliki," tanya Nauma sambil menangis."Maaf Neng, dia pereman pasar," balas Azlan sambil memeluk tubuh istrinya."Lalu besok bagaimana Kang? Kita kan harus ke kantor mba Agnes, motor Akang saja tidak ada bensinya.""Kamu tenang dulu ya sayang, yang penting Bang Codet tidak kasar ke kamu tadi, masalah uang nanti aku yang cari.""Tapi Kang-" "Sudah jangan dipikirkan, ingat, ada aku di sini, aku yang akan bertanggung jawab dengan hidup kita, kamu tenang saja ya sayang," ucap Azlan memotong perkataan Nauma. Dia memeluk Nauma dan membelai rambut panjangnya. Nauma masih saja terisak, dia masih belum rela uang yang selama ini dikumpulkan dirampas begitu saja oleh Codet. Azlan juga sebenarnya merasa bingung, disaat kesempatan emas datang lagi, uang hasil tabungan mereka yang dirampas. Mau tidak mau, Azlan berpikir keras bagaimana caranya agar besok bisa menemui Agnes? Malam hari Azlan tidak pergi ke parkiran, dia menemani Nauma di kamar mushola. Dia takut Codet datang lagi dan mencelakai istrinya. Naumatidur dalam kesedihan, Azlan memeluk Nauma dengan sangat erat, bahkan dia sudah menahan pintu kamar mereka dengan lemari yang disediakan Pak ustadz. Azlan tidak bisa tidur, dia terus saja siaga karena ketakutannya. Apapun bisa terjadi kepada mereka disaat mereka lengah. Azlan mengusap-usap kepala Nauma, "Maafkan a
"Tidak! Tidak! Bagaimana mungkin saya menyembunyikan status istri saya sendiri? Mba sudah menjebak saya," ucap Azlan sambil menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan kebodohan yang baru saja dilakukannya. "Saya sudah memperingatkan kamu untuk membacanya terlebih dahulu, tetapi kamu sendiri yang menandatangani tanpa membacanya," balas Agnes menyalahkan Azlan. "Sudahlah Kang, aku tidak masalah, sudah terjadi juga, lagi pula kita tidak memiliki uang untuk membayar dendanya," timpal Nauma, dia merangkul lengan Azlan. "Tetapi kami masih diperbolehkan tinggal satu rumah 'kan?" tanya Azlan memastikan. "Tentu saja boleh, tetapi publik tidak boleh mengetahui status kalian yang sebenarnya," jawab Agnes. "Baiklah kalau begitu, kontrak ini berlangsung berapa lama?" "Dua tahun, selama dua tahun kamu harus mengaku single, setelah kontrak ini selesai, kita akan perbaharui lagi kontraknya, itupun jika kamu masih mau menjadi artis." Azlan dan Nauma hanya terdiam, sudah tidak ada ka
"Bukankah begitu, Azlan?" tanya Agnes. Mata coklat Azlan menatap Agnes dengan penuh kemarahan, dia melirik Nauma. Mata Nauma membola saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Agnes. Azlan tidak menyangka kalau Agnes akan menganggap Nauma sebagai pembantunya. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal. Azlan melangkahkan kalinya, tetapi Nauma menghentikannya. Nauma menggelengkan kepala untuk mencegah perbuatan yang akan Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, maafkan perbuatan kami," ucap petugas keamanan dengan wajah penuh sesal. Azlan memalingkan wajahnya, tidak menjawab permohonan maaf penjaga yang ada di dekatnya. Azlan menatap wajah Nauma, dia melihat ada kesdihan di matanya. 'Kenapa jadi aku yang menjadi penyebab kesedihannya?' batin Azlan. Tidak berselang lama, para pengawal pergi meninggalkan luka di hati dan tubuh mereka. "Kenapa mba ngomong gitu? Kenapa mba memposisikan Nauma sebagai pembatu saya?" tanya Azlan, matanya juga menunjukkan kemarahan yang teramat sangat. "Memang
"Neng!... kamu di mana?" Azlan mencari keberadaan Nauma. Dia baru sadar kalau Nauma tidak ada di sampingnya. Mendengar teriakan Azlan, Nauma menghapus jejak air matanya dengan kasar. Azlan mencari Nauma, satu persatu kamar dibuka olehnya. Dia panik karena tidak bisa menemukan Nauma. Saat dia membuka kamar terakhir, dia melihat Nauma yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya terlihat gemetar dan itu membuat Azlan semakin panik. "Sayang... kamu kenapa?" tanya Azlan. Dia memeluk tubuh Nauma dan merasakan hawa panas dari tubuhnya. "Kamu sakit?" tanya Azlan sambil menyentuh kening Nauma dengan punggung tangannya. Nauma hanya terdiam, tubuhnya bergetar hebat karena deman yang dideritanya. "Kamu tunggu di sini ya, Neng. Aku beli obat dulu," ucap Azlan dengan panik. Dia langsung berlari ke luar apartemen dan mencari apotek untuk membeli obat. Azlan terus saja berlari, "Pasti Nauma sakit gara-gara aku, pasti kejadian hari ini menjadi pukulan berat baginya," racaunya saat sedan
"Maaf, saya belum terbiasa," jawab Azlan. "Kalau belum terbiasa berusaha lebih keras dong! Kalau seperti ini namanya kamu mengerjai kami!" Azlan mengepalkan tangannya dan berusaha tersenyum. Fotografer merasa kesal dengan Azlan yang selalu saja tidak bisa mengikuti instruksinya. "Yasudah kita mulai lagi, kali ini kamu harus lebih santai, jangan kaku seperti tadi," ucap Fotografer. Azlan berusaha santai dan mengikuti semua arahan yang diberikan, tetapi mereka semua masih belum puas dengan usaha Azlan. "Santai!... Santai!... Lo bisa santai gak? Jangan kaku gitu!" bentak fotografer. "Fero, kamu ke sana gantikan Azlan, dan kamu Azlan, lihat cara Fero berpose," timpal Agnes. Fero adalah pria yang tadi menghina Azlan, dia merasa bangga karena bisa menjadi artis yang selalu diutamakan oleh Agnes. Dia menunjukkan kebolehannya di depan kamera, dia ingin menunjukkan kepada Azlan kalau dia lebih baik darinya. Azlan fokus memperhatikan Fero dan pose-pose yang diperagakannya. "Bagus... pose
"Tidak!... lepaskan." Nauma terus saja memberontak. Banyak pejalan kaki yang melintas tetapi mereka tidak ada yang berani menyelamatkannya. Bukan hanya pejalan kaki saja, para pedagang pasar dan juga tukang ojek tidak ada yang berani melawan Codet. Codet terus saja menarik Nauma dengan paksa, bahkan dia merangkul Nauma dengan erat. Nauma merasa sangat ketakutan, dirinya kini sedang dalam bahaya. Saat Nauma ditarik paksa oleh Codet, ada seorang pria yang melihat ketakutan Nauma dari dalam mobilnya. "Mengapa tidak ada yang menolong gadis itu?" gumamnya. Dia langsung menghentikan mobilnya lalu keluar dari dalam mobil. Pria itu terus berjalan dengan langkah lebar, dia juga tidak lupa mengenakan masker jika di depan khalayak umum. "Berhenti! Lepaskan wanita itu!" teriaknya. Codet menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan itu,dan Nauma merasa lega karena ada yang berani menyelamatkannya. "Siapa lo berani-beraninya ngelawan gue?" tanya Codet. Matanya juga menatap dengan tatapan memb
"Semua ini nggak akan terjadi kalau lo nggak hadir di hidup gue!" bentak Fero. "Sudah jangan bertengkar, salah kamu juga karena terlambat. Sudah tahu ada pertemuan penting, kamu malah menyepelekannya. Beruntung aku membawa Azlan," ucap Agnes. Dia terus saja menyalahkan Fero. Mendengar ucapan Agnes, Fero langsung pergi dari hadapan mereka. Dia tidak menyesal telah menyelamatkan Nauma dan melepaskan keinginan terbesarnya. Meskipun dia merasa kesal dengan Azlan, tetapi kekesalan itu tergantikan saat teringat senyuman Nauma. "Yasudah kalau gitu, kamu sudah bisa pulang," ucap Agnes setelah kepergian Fero. Azlan tidak membalas perkataan Agnes, dia malah memandangi sisa makanan yang masih utuh di atas meja. 'Pasti Nauma senang kalau aku bawa makanan seperti ini, tapi sayang, harganya mahal sekali,' ucapnya dalam hati. "Azlan! Kamu kenapa? Apakah kamu masih lapar?" tanya Agnes menyadarkan lamunan Azlan. "Eh, t-tidak mba, saya hanya berpikir kalau Nauma pasti senang jika saya membawa maka
"Aku kecewa banget sama kamu Neng." Azlan pergi dari hadapan Nauma. Hatinya sangat sedih dan kecewa kepada Nauma yang tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia kembali duduk di balkon kamar, lalu menghidupkan rokok. Dia merasa tidak berguna sebagai suami yang tidak bisa menjaga istrinya. Jangankan menjaga, tahu soal pelecehan itu saja tidak. "Pantas saja tadi di studio perasaan gue nggak tenang, ternyata benar ada yang nggak beres, seharusnya gue terus nelpon Nauma dan memastikan keadaannya, bodoh! Bodoh kamu Azlan," gumam Azlan sambil mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Sudah banyak puntung rokok yang dihisap olehnya, sampai dia tidak sadar diri dan terlelap di balkon kamar. Pagi harinya, Nauma terkejut melihat keadaan Azlan yang sedang tertidur dengan posisi duduk, juga puntung rokok yang berserakan. "Akang... bangun... ini sudah pagi, kenapa Akang tidur di luar?" panggil Nauma, dia menggoyang-goyangkan tubuh Azlan agar Azlan terbangun. Azlan terbangun karena perg