Share

BAB 7

"Jadi kayak mana Kang? Padahal itu kesempatan emas, malah hilang gitu aja," ucap Nauma sambil mengembuskan napasnya.

"Mau bagaimana lagi? Kartunya sudah hilang, sekarang kita pulang dulu, sebentar lagi sudah mau magrib," balas Azlan.

Azlan juga merasa sedih karena sudah kehilangan kartu nama Agnes, kartu nama itu adalah harapan terbesarnya untuk bertahan hidup di kota besar ini. Mau tidak mau, Azlan dan Nauma harus ikhlas kehilangan kartu nama Agnes. Mereka berdua pulang ke mushola dengan langkah gontai.

"Kenapa kalian lesu seperti itu?" tanya Pak ustadz.

"Nggakpapa Pak ustadz, kami hanya kehilangan kartu nama saja," balas Azlan.

"Memangnya kartu nama itu penting sekali ya?"

"Bagi kami sangat penting Pak karena itu adalah kartu nama agensi, tadi ada yang menawariku untuk menjadi artis," jawab Azlan, wajahnya masih saja muram, dia bersedih karena tidak bisa menemukan kartu nama Agnes.

"Jangan disesali, jika memang itu masih rezeki kamu, maka Allah akan mengembalikannya dengan cara lain," ucap ustadz menenangkan mereka.

"Benar apa yang Bapak bilang, insyallah kami ikhlas, semoga Allah memberikan rezeki lebih buat kami."

"Yasudah, kalian bersiap saja, sebentar lagi adzan maghrib, saya tinggal ke dalam dulu ya." Pak ustadz masuk ke dalam mushola dan mengumandangkan adzan.

Mereka berdua langsung membersihkan diri dan berwudhu, lalu sholat bersama dengan jamaah yang lain. Setelah selesai shalat, mereka kembali ke kamar mereka. Pengurus mushola memberikan mereka kamar dengan kamar berukuran 2x2 meter. Ruangan yang hanya cukup untuk mereka berdua saja, meskipun begitu, mereka sangat bersyukur karena tidak terlunta-lunta di jalan.

"Akang mau ke mana?" tanya Nauma.

"Aku mau kembali ke parkiran, lumayan uangnya, untuk kita makan besok, kalau ada lebih akan aku sisihkan untuk tabungan kita, siapa tahu nanti kita mampu menyewa rumah," terang Azlan.

"Baiklah kalau begitu Kang, tapi aku boleh ikut nggak?" tanya Nauma.

Azlan bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan Nauma. Jika saja Codet tidak menegurnya, maka dia dengan senang hati mengajak Nauma. Sekarang Azlan takut membawa Nauma, takut Codet berbuat hal yang lebih jahat lagi kepada mereka.

"Kamu di sini aja ya, kamu istrahat saja, aku janji hanya sebentar kok," balas Azlan.

Nauma menyetujui ucapan Azlan dan dia mengambil tangan Azlan untuk dicium. Azlan tersenyum saat melihat Nauma tidak memaksakan keinginannya. Setelah berpamitan dengan Nauma, Azlan langsung pergi ke parkiran minimarket.

Tidak semua orang memberikan tips kepadanya, bahkan tidak sedikit juga pengendara yang menghinanya. Azlan tidak memperdulikan itu, sambil menjaga parkiran, matanya terus mencari keberadaan kartu nama Agnes. Dia masih sangat penasaran di mana kartu nama itu terjatuh?

"Masa iya sih hilang? Apa tertiup angin ya kartu namanya?" gumamnya sambil menggaruk kepala.

Azlan tidak putus asa, dia terus mencari kartu nama Agnes, malam ini tidak banyak pengunjung yang datang ke minimarket. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, minimarket juga sudah tutup. Azlan memutuskan untuk pulang ke rumah, hari ini dia mendapatkan uang 170.000 ribu. Digenggamnya uang hasil kerja keras hari ini, berharap Codet tidak menghampirinya dan merampas uangnya.

"Untung Bang Codet tidak datang, mungkin dia mulai meminta uang setorannya besok," gumam Azlan.

Saat sudah sampai di kamarnya, ternyata Nauma sudah terlelap. Azlan tidak berani membangunkan istrinya, dia membaringkan tubuhnya di samping Nauma dan ikut terlelap.

***

Pagi hari.

Mereka berdua bersiap untuk bekerja, saat ini mereka harus mengumpulkan uang demi kehidupan mereka nanti. Mereka tidak mau selamanya menumpang di mushola dan merepotkan Pak ustadz.

"Neng ke kedai dulu ya, Kang," pamit Nauma.

Setelah berpamitan Nauma pergi dengan tas selempangnya, begitu juga dengan Azlan. Dia sudah siap untuk bekerja menjadi tukang parkir lagi, meskipun Codet meminta setoran. Dikalungkan handuk kecil ke lehernya, tidak lupa juga menggunakan topi untuk menghalangi cahaya matahari.

"Semoga hari ini ramai biar bisa setoran ke Bang Codet," ucap Azlan sambil berjalan ke minimarket.

"Widih... seger bener Akang tampan kita," sapa tukang ojek yang sedang mangkal.

"Selalu dong," balas Azlan sambil terkekeh.

"Kenapa lo nggak jadi tukang ojek aja? Gue liat lo punya motor?"

"Kagak Bang, motor gue butut, takut mati di tengah jalan, lagian gue nggak tahu jalan di sini."

"Iya juga sih, yaudahlah, kerja apa aja yang penting halal, iya nggak?"

"Beh... Cakep... bener banget Bang, yasudah, aku markirin dulu ya Bang," pamit Azlan.

Azlan memulai pekerjaannya dengan bersemangat, semua ini dilakukan demi istri tercinta. Meskipun terkena terik matahari, dia rela. Pekerjaannya tidak ada hambatan sedikitpun sampai menjelang sore. Sedangkan di tempat lain, ada yang gelisah karena menanti kehadiran Azlan.

"Apakah tidak ada pemuda yang datang ke sini untuk bertemu saya?" tanya Agnes kepada bawahannya.

"Tidak ada Nona."

"Kenapa dia tidak datang? Apakah dia tidak mau menjadi artis?" gumam Agnes.

Agnes tidak tahu kalau Azlan sudah menghilangkan kartu namanya. Meski begitu, Azlan masih terus berusaha mencari kartu nama Agnes, dia yakin kalau kartu nama itu masih berada di dekat minimarket. Saat Azlan sedang mencari kartu nama, Codet datang dengan anak buahnya.

"Nyari apa lo?" tanya Codet, dia menegapkan tubuh Azlan yang sedang menunduk.

"Eh Abang, nggak cari apa-apa Bang, tadi ada koin yang jatuh," jawab Azlan berbohong.

"Mana setoran hari ini?" pinta Codet, dia menengadahkan tangannya di hadapan Azlan.

"I-ini Bang." Azlan memberikan uang pecahan berjumlah seratus ribu.

"Apaan cuma segini! Setorannya sama yang kemarin dong, enak aja kemarin nggak setor!" bentak Codet.

Codet tidak terima Azlan hanya memberikan uang seratus ribu, Dia memaksa Azlan untuk memberikan uang sebesar dua ratus ribu. Azlan merasa dirinya terancam, uang hasil parkir kemarin tidak dibawa dan sudah diberikan kepada Nauma.

"Maaf Bang, hari ini baru dapat sedikit, bagaimana kalau yang kemarin saya cicil," ucap Azlan bernegosiasi.

"Lo pikir gue rentenir pakai dicicil segala?! Gue nggak mau tahu, sekarang juga lo kasih uangnya ke gue, jangan dikira gue bodoh ya? Lo markirin di sini dari pagi, pasti udah dapat banyak, mana uangnya?"

"Memang banyak pengunjung Bang, tapi yang ngasih dikit, nggak semua ngasih."

"Gue nggak mau tahu!" ucap Codet. Dia merogoh paksa saku celana Azlan, Azlan memberontak karena takut uang yang sudah susah payah dikumpulkan direbut oleh Codet.

"Jangan Bang, saya janji, malam akan saya berikan setoran yang kemarin," ucap Azlan.

Codet sudah berhasil meraih sisa uang yang ada di saku Azlan. Dihitungnya uang pecahan itu oleh Codet, ternyata hanya sekitar tiga puluh ribu lebih.

"Uang ini gue ambil! Sisanya malam! Awas kalau malam nggak setoran!" ucap Codet sambil menunjukkan uang di hadapan Azlan.

"KEMBALIKAN UANGNYA! Kalau mau uang, kerja! Bukannya merampas seperti ini!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status