Share

Suamiku Masuk Penjara?

Author: Cleo Voltra
last update Last Updated: 2024-09-24 18:21:24

Karena merasa tidak nyaman, aku segera menyelesaikan transaksi dan cepat-cepat pulang ke rumah.

Namun, ketika kami hampir tiba di rumah, beberapa tetangga sudah menunggu dengan tatapan tajam. Aku juga bisa mendengar ucapan mereka.

"Ekhem, ada yang baru pulang shopping, nih." Suara seorang wanita memecah keheningan. Aku langsung mendongak dan menoleh ke arah suara itu.

Aku menghentikan langkah, mengangguk dan tersenyum pada mereka. "Iya, Bu. Belanja bahan-bahan untuk jualan gorengan besok."

Namun, ekspresi mereka yang sinis membuatku bingung. Apa yang salah dengan belanjaanku?

"Belanja dari uang hasil mencuri ternyata beda, ya. Belanjanya lebih banyak dari biasanya," cibir salah satu dari mereka.

Aku mengerutkan dahi mendengar tuduhan itu. Mereka bilang aku belanja dari uang hasil mencuri? Yang benar saja!

"Mama tidak pernah mencuri!" Teriakan Abiyan membuatku tersentak. Aku hampir lupa jika anakku ada di sebelahku, mendengar semua ini.

"Hei, Abiyan. Ibumu memang tidak mencuri, tapi ayahmu yang mencuri. Sekarang ayahmu sedang di kantor polisi, masuk penjara."

Jantungku seperti berhenti berdetak sesaat mendengar kata-kata itu. Mas Dewangga masuk penjara?

"Tidak mungkin Mas Dewangga masuk penjara," kataku sambil menggelengkan kepala dengan keras, seolah dengan itu aku bisa menghapuskan semua tuduhan tersebut.

"Kalau tidak percaya, pergi saja ke kantor polisi," sahut salah satu ibu-ibu dengan nada mengejek.

Dengan cepat aku berbalik dan melangkah menuju rumah dengan langkah tergesa-gesa.

Abiyan yang berada di belakangku memanggilku dengan nada khawatir dan meminta agar aku berjalan lebih pelan. Namun, aku hanya mendengar desah napasnya dan tetap melanjutkan langkahku yang cepat.

Sesampainya di rumah, aku meletakkan barang belanjaan yang berat dari tanganku dan Abiyan. Namun, aku terkejut melihat Ibuku duduk di ruang tamu dengan wajah yang tampak tidak senang.

"Kenapa Ibu di sini?" tanyaku, mencoba menyembunyikan kekhawatiran.

Ibuku berdiri dengan tangan bersilang, menatapku dengan tajam. "Jadi, kamu belanja banyak sekali hari ini. Dari mana uangnya, hah?"

Aku merasa kaget dengan interogasi mendadak itu. "Ibu, Ibu tahu sendiri kan, aku baru saja jualan. Uangnya dari hasil dagangan."

Ibuku mengerutkan dahi. "Hasil dagangan? Kamu belum mendengar gosip terbaru? Katanya Dewangga masuk penjara karena mencuri."

"Itu tidak benar! Pasti ada kesalahpahaman."

"Kalau tidak benar, lalu kenapa kamu belanja banyak? Dari mana uangnya?" Ibu menatapku dengan skeptis.

"Ibu, aku sudah bilang, itu dari hasil dagangan. Ada yang memborong daganganku. Kenapa Ibu tidak percaya?"

Suasana menjadi tegang, aku masih berdiri dengan napas tak beraturan, sementara Ibu terus menatapku dengan penuh kecurigaan.

"Bu, kita akhiri saja pembicaraan ini. Aku ingin pergi ke kantor polisi untuk menemui Mas Dewangga," ucapku yang tak tahan karena terus dipojokkan.

"Ya sudah, pergi saja!" ketus Ibu sembari melenggang ke luar rumah.

Aku mengembuskan napas panjang. Pikiranku sekarang semrawut. Banyak hal yang membuatku cukup frustrasi hari ini maupun kemarin.

Namun, di detik berikutnya aku terkejut karena ada sesuatu yang menyentuh tanganku. Dengan cepat aku menoleh. Ternyata itu anakku. Aku sampai lupa bahwa Abiyan sedari tadi berdiri di sampingku sepanjang pertengkaran tadi.

"Maaf, Nak. Mama terlalu terbawa emosi. Jangan pikirkan kata-kata nenek tadi, ya.”

Abiyan mengangguk, meski tampak masih sedikit khawatir. “Iya, Ma.”

Aku tersenyum lembut. “Sekarang, ayo kita pergi ke kantor polisi.”

Kami pun keluar dari rumah, melangkah menuju angkutan umum. Aku berusaha menenangkan pikiran dan fokus pada urusan penting yang harus dihadapi.

Ketika kami tiba di kantor polisi, suasana di sana tampak sibuk. Aku memegang tangan Abiyan dengan erat, siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi selanjutnya.

Setelah menjalani serangkaian prosedur yang cukup lama, akhirnya kami diizinkan masuk. Seorang petugas polisi mengantarkan kami ke ruang kunjungan.

"Silakan tunggu di sini. Suami Anda akan segera datang," ucapnya sebelum meninggalkan kami di ruangan yang terasa dingin dan sunyi.

Aku mengajak anakku untuk duduk di salah satu bangku yang disediakan untuk menunggu kehadiran Mas Dewangga.

Aku menahan napas saat suara langkah berat terdengar mendekat. Tak sampai lima menit, petugas polisi itu kembali bersama Mas Dewangga yang berjalan di belakangnya. Saat sosoknya terlihat, aku tak mampu menahan diri lagi. Kakiku bergerak sendiri, berlari dan memeluk erat tubuhnya.

"Mas," panggilku dengan suara gemetar.

"Papa!" Suara Abiyan menyusul.

"Kalian datang," sahut Mas Dewangga dengan senyum tipis yang menghiasi wajah tampannya.

Aku heran, di situasi seperti ini, suamiku masih bisa bersikap tenang seolah semua baik-baik saja. Namun, aku tahu bahwa di dalam hatinya ada badai yang berkecamuk.

"Ayo kita duduk dulu." Mas Dewangga menuntunku dan Abiyan menuju bangku yang tersedia. Ruang kunjungan ini terbuka, memungkinkan kami untuk duduk bersama.

Mas Dewangga duduk di tengah, sedangkan aku dan Abiyan masing-masing duduk di sisi kanan dan kirinya. Tangan kananku menggenggam tangannya yang terasa lebih dingin dari biasanya.

"Mas, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba kamu bisa masuk penjara?" tanyaku dengan suara rendah, tetapi ada getaran cemas di dalamnya.

"Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Saat aku pergi ke toilet sebentar, tiba-tiba saja di parkiran sudah heboh," jawab suamiku, suaranya terdengar tenang, tapi aku bisa mendengar sedikit getaran di baliknya.

Aku mendengarkan penjelasannya dengan saksama, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari bibirnya.

"Aku yang baru kembali dari toilet tiba-tiba dituduh mencuri oleh orang-orang. Tentu aku membantah. Lalu, saat mereka menggeledah tempatku duduk, mereka menemukan barang yang hilang di sana. Tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan, aku langsung diseret ke kantor polisi."

"Sudah mengecek CCTV?" tanyaku penuh harap, menggenggam tangannya lebih erat.

"Itulah masalahnya," jawab Mas Dewangga, matanya terarah ke lantai. "CCTV tidak berfungsi sejak kemarin."

Jawaban yang terlontar dari mulut Mas Dewangga membuat harapanku menguap ke udara dan hilang ditiup angin.

"Papa." Suara lembut Abiyan mengalihkan perhatian kami. Sontak aku dan Mas Dewangga kompak menoleh ke arah kiri, tempat di mana Abiyan duduk.

"Abiyan percaya Papa tidak mencuri. Papa selalu bilang berkali-kali pada Abiyan bahwa mencuri itu tidak baik, dan Abiyan tahu Papa adalah orang baik," ucap Abiyan dengan penuh keyakinan, matanya yang bulat menatap langsung ke arah ayahnya, seolah memberikan dukungan yang tulus.

Aku bisa melihat mata Mas Dewangga berkaca-kaca, dan senyum bangga perlahan menghiasi wajahnya setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut mungil Abiyan.

"Iya, Mas. Kita percaya bahwa kamu tidak mencuri," sahutku dengan lembut, sembari menyenderkan kepalaku ke bahu suamiku, mencoba memberikan kekuatan yang sama.

"Terima kasih sudah percaya," jawab Mas Dewangga dengan suara yang sedikit bergetar, lalu mendekap kami berdua dalam pelukannya yang hangat. Aku bisa merasakan ketulusan dan cinta yang begitu dalam di pelukan itu, seolah tak ada yang bisa memisahkan kami.

"Tenang saja, sebentar lagi aku akan segera keluar dari sini," ucap Mas Dewangga dengan penuh percaya diri.

Namun, tiba-tiba suara berat terdengar.

"Dewangga, waktumu sudah habis. Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."

Mas Dewangga menoleh dengan cepat, matanya melebar karena terkejut. Aku bisa melihat keterkejutan sekilas di wajahnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Ajakan Makan Siang Bersama

    Seperti biasa, pagi ini aku berangkat ke toko kue seperti kemarin. Tentunya untuk melancarkan misi yang tengah kulakukan dengan suamiku.Toko tampak berjalan normal seperti kemarin. Beberapa pelanggan datang silih berganti, dan para karyawan—termasuk Nara—sibuk melayani sambil sesekali melempar senyum ke arahku. Meski suasananya terlihat wajar, aku tahu sebagian besar dari mereka bukan pelanggan biasa. Beberapa dari mereka adalah bagian dari skenario yang sudah disusun Mas Dewangga.Jam demi jam berlalu, dan tanpa terasa waktu sudah mendekati jam makan siang. Aku mulai merasa suntuk, bukan karena pekerjaannya, tetapi karena suasana yang terlalu aman dan monoton. Saat itulah muncul ide di benakku untuk keluar sebentar, mencari udara segar, dan mungkin mencari sedikit inspirasi."Nara, aku akan keluar sebentar, tolong jaga toko, ya," pintaku pada Nara sebelum keluar."Biar saya temani Anda ya, Bu," tawar Nara, tangannya bergerak untuk melepaskan celemek, tetapi aku buru-buru menahanny

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Kejutan Tengah Malam dan Umpan Pagi Hari

    Sesampainya di rumah, aku langsung turun dari mobil setelah dibukakan pintu oleh sopir pribadi yang tadi menyamar menjadi pelanggan di toko. Aku mengangguk singkat sebagai ucapan terima kasih, lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Aku mengedarkan pandangan ke ruang tamu, dan sesuai dugaan, Mas Dewangga belum tiba.Daripada diam, aku memilih naik ke kamar dan merebahkan diri di sofa panjang sambil membuka buku bacaan yang belum sempat kuselesaikan. Sesekali aku mengelus perutku, sambil membayangkan raut wajah Mas Dewangga nanti saat tahu 'permainanku' dengan Alex tadi berhasil.Satu jam berlalu.Suara pintu kamar terbuka, membuatku refleks menoleh. Dan di sana Mas Dewangga berdiri dengan napas agak memburu. Matanya langsung mengunci pandangan ke arahku. Aku tersenyum, meletakkan buku di atas meja, lalu bangkit berdiri.Mas Dewangga melangkah cepat menghampiriku. Belum sempat aku bersuara, tubuhku sudah dipeluk erat olehnya."Mas!" Aku spontan memukul pelan punggungnya. "Perutku, Mas!

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Jebakan Manis Seorang Istri

    Sebelum Alex bicara lagi, Nara datang dengan nampan berisi kopi dan kue red velvet pesanan milik Alex.Pria itu menyesap kopi pahitnya yang baru datang. Tatapannya tak lepas dariku, seolah sedang menilai celah dari setiap kata dan ekspresi yang kutunjukkan."Saya mengerti perasaanmu, Bu Zoya," katanya pelan. "Terkadang laki-laki itu semakin banyak tekanan, semakin suka memendam. Bukannya tidak sayang, tapi mereka merasa harus tangguh, harus kuat ... sampai-sampai lupa bagaimana cara terbuka pada istrinya sendiri."Aku diam, seolah larut dalam kata-katanya."Hanya saja, hati-hati juga ... jangan sampai Bu Zoya terlalu menunggu seseorang yang bahkan mungkin sudah tidak seperti dulu lagi," lanjutnya. "Dewangga itu ... saya sudah mengenal dia cukup lama. Dia pandai menyembunyikan sesuatu, bahkan dari orang terdekatnya."Aku menunduk, pura-pura menelan ucapan itu."Kalau Bu Zoya terus menunggu Dewangga terbuka, takutnya Bu Zoya makin sakit sendiri. Mungkin Anda perlu mulai berpikir untuk m

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Menebar Umpan

    Pagi itu, setelah selesai sarapan, Mas Dewangga mengantarku ke toko kue. Sepanjang jalan, dia terus mengingatkanku untuk berhati-hati, bahkan dia sampai turun dari mobil dan mengantarkanku ke depan toko."Kalau ada apa-apa, langsung kabari," pesannya lagi.Aku mengangguk. "Iya, Mas. Aku akan baik-baik saja. Fokus jaga saham perusahaan, ya."Dia tampak ragu sejenak sebelum akhirnya memelukku dan berjalan kembali ke mobil. Begitu mobilnya menjauh, aku menarik napas panjang dan membuka pintu toko."Naraaa," panggilku pelan.Suara langkah cepat mendekat, lalu muncullah Nara dengan celemek bermotif stroberi tergantung di pinggang."Bu Zoya!" serunya ceria sambil memelukku. "Bu Zoya, saya rindu!"Aku tertawa pelan. "Aku juga rindu kalian." Nara melepaskan pelukannya dan berkata, "Bu Zoya jangan bekerja sampai kelelahan. Ibu cukup diam dan memantau saja, oke?"Aku mengangguk mengiyakan. "Iya, Nara. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang berat.""Bagus! Saya sudah diberi tahu oleh Pak Dewangg

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Strategi ala Zoya

    "Baiklah. Jadi ...." Mas Dewangga menarik napas. "Aku dan Pak Arwin sepakat untuk membiarkan Alex terus berjalan dengan rencananya. Kita pura-pura tidak tahu apa-apa."Aku mengernyit. "Maksudnya ... kamu akan membiarkan dia terus merusak reputasimu, Mas?""Bukan 'membiarkan', tapi mengarahkan. Kita berencana memberikan informasi yang sudah disiapkan, tentunya itu data palsu. Kalau dia terus memakan umpan itu, kita bisa tahu siapa yang bekerja sama dengan dia, dan ke mana arah penyebaran infonya," jelas suamiku panjang lebar.Aku mengangguk pelan, mulai menangkap alurnya. "Jadi kamu akan membuat jebakan informasi?""Iya," jawabnya singkat. "Dan bagian IT akan melacak pergerakan file itu. Sekali dia membuka atau mentransfer file tersebut, alamat IP dan perangkatnya bisa kita identifikasi. Bahkan kalau dia hapus, kita tetap punya log-nya."Aku terdiam sejenak. Otakku mencerna rencana suamiku yang ternyata sudah cukup matang."Lalu, kamu mau tangkap dia langsung?" tanyaku hati-hati."Kala

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Rencana Lain

    "Eh, Mas. K-kamu belum tidur?" tanyaku, berusaha terdengar setenang mungkin agar suamiku tak curiga jika aku sedikit menguping pembicaraannya barusan."Belum. Tadi aku menerima telepon dulu." Mas Dewangga berjalan mendekat ke arahku dan memelukku, kemudian berkata, "Ayo kita tidur. Sudah larut malam."Aku mengangguk dan kami berdua berjalan menuju ranjang. Setelah berbaring di sana, aku segera menutup mata. Pikiranku segera melayang ke percakapan Mas Dewangga di telepon tadi.Aku ingin bertanya, tetapi aku tidak ingin membuat Mas Dewangga lebih terbebani. Jadi, aku putuskan untuk bertanya nanti saat suasananya sudah membaik.***Esok paginya, aku terbangun dan mendapati sisi ranjang di sebelahku kosong. Aku celingukan memandangi setiap sudut kamar, berharap sosok Mas Dewangga muncul dari balik pintu kamar mandi atau dari balik lemari. Namun, tidak ada siapa-siapa. Hening. Bahkan terlalu hening untuk ukuran pagi.Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi untuk mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status