"Gosip?" Suaraku kembali meninggi. Karena pesan-pesan misterius yang dikirim oleh nomor tak dikenal itu, membuat emosiku jadi tidak stabil. Padahal sudah lama aku tidak ribut dengan Mas Edgar.Aku pun segera mengeluarkan ponsel dan menyodorkan pesan misterius itu pada Mas Edgar. "Nih, lihat sendiri."Mas Edgar melihat ponsel yang kusodorkan dengan kening mengerut dalam. "Apa-apaan ini?""Lihat sendiri kan sekarang? Itulah alasan aku jadi nekat untuk menyusulmu ke Surabaya, Mas. Aku kepengen buktiin sendiri apa yang sebenarnya terjadi..." Helaan napas panjang keluar dari mulutku. "...yah meski akhirnya gak berhasil karena ditahan karyawanmu yang tidak sopan itu."Kulihat mata Mas Edgar masih tak lepas dari ponselku. Dia seperti sedang meneliti, berulang kali membesarkan layar ponsel untuk melihat fotonya agar lebih jelas. Wajahnya nampak menggelap dengan rahang yang mengeras. "Apa nomor ini juga yang mengirimkan foto ciumanku dengan Naomi dulu?" tanya Mas Edgar."Iya, tapi sayangnya
Dari ekor mata, dapat kulihat wajah Syana yang memucat. Bibirnya yang mengering mulai mengigiti kuku-kuku jarinya yang panjang."Tanya saja dengan stafmu yang perempuan itu, Mas," ucapku sambil mengendikkan dagu ke arah Syana.Mas Edgar mengikuti arah pandangku. Hal itu membuat Syana semakin gelisah di tempatnya."A, e... s-saya..." Syana berkata dengan gagap sampai tak mampu mengungkapkan kalimatnya secara penuh."Ada yang bisa jelasin ke saya apa yang sebenarnya terjadi?" Suara Mas Edgar yang lantang dan tegas seketika membuat para bawahannya menundukkan kepala.Aura di sekelilingnya berubah menjadi dingin dan mencekam.Aku tertegun. Merasa sudah lama tidak melihat aura angker yang dulu selalu menyelimutinya di masa awal pernikahan kami.Salah seorang staf yang mungkin dudukannya lebih tinggi dari Syana pun menjelaskan pokok permasalahan yang sedang terjadi."Dari apa yang saya lihat..."Staf tersebut mulai bercerita secara detail mulai dari awa
Aku memperhatikan ke arah sekeliling. Banyak orang mulai memperhatikan ke arahku, bahkan menghentikan aktivitas mereka karena tertarik dengan suara Syana yang keras. Terlebih seorang satpam sampai turun tangan.Sialan betul memang si Syana itu..."Memang benar kalau istrinya Mas Edgar sudah meninggal, tapi aku ini istri barunya. Apa kamu gak diundang sewaktu pernikahan kami diadakan?" tanyaku, masih berusaha bersikap tenang.Kilatan mata Syana yang sombong itu terlihat bergetar. Sepertinya dia mulai panik dengan ucapanku barusan."M-mana mungkin... kalau memang Pak Edgar sudah menikah, harusnya para karyawan di sini pada tahu soal beritanya. Tapi nyatanya, mereka semua sepertinya gak ada yang tahu tuh."Aku mengetatkan rahang karena merasa kesal. Wanita di depanku ini benar-benar keterlaluan. Memang benar berita soal pernikahan Mas Edgar tidak tersebar luas. Aku yang meminta Mas Edgar untuk tidak menyebarluaskan berita tersebut karena belum siap kalau melihat wa
Di depan sebuah gedung bertingkat yang merupakan kantor cabang dari perusahaan milik suamiku, aku berdiri dengan perasaan cemas. Sesekali aku menyeka keringat yang terus bercucuran di sekitaran wajah.Siang ini matahari di Surabaya terasa sangat terik. Ibu terus menggandeng tanganku untuk menguatkan. Perasaanku terasa sedikit tenang meski debaran jantung di dadaku terus berdetak kencang.Mas Edgar... ku harap kamu tidak melakukan sesuatu yang membuatku kecewa.Selama aku mengenalnya, dia bukanlah pria yang mudah terlena oleh kepuasan duniawi. Meski wataknya kaku, bossy dan otoriter--yang selalu membuatku muak, namun dia adalah pria yang setia.Karena itulah aku menerima lamarannya dulu. Aku sudah belajar dari masa lalu bahwa pria yang lembut dan romantis tidak menjamin bisa setia terhadap satu pasangan. Tapi pria yang bersifat sebaliknya malah bisa jadi memiliki sifat setia yang tidak kira-kira.Pemikiran itulah yang membuatku yakin untuk membina rumah tangga ber
Dua hari kemudian. Matahari sudah mulai nampak, udara dingin berulang kali menerpa. Sambil mengusap perut, aku menunggu Ibu duduk di kursi teras. Pandanganku tertuju pada dua buah koper berukuran besar yang sudah tersedia di depan teras.Aku sudah memutuskan untuk ikut Ibu pergi ke Surabaya demi menuntaskan rasa keingintahuanku atas aktivitas Mas Edgar di Surabaya sana.Meski sebenarnya dua hari kemarin Mas Edgar sudah menghubungiku, tetap saja hati ini masih ada rasa penasaran dan was-was. Malam itu aku langsung menanyakan padanya soal alasan dia yang tidak bisa ku hubungi."Maaf ya, Sayang, ponsel tiba-tiba hilang dan baru ketemu sore tadi. Ternyata ponselnya ketinggalan di hotel tempat aku meeting sama klien kemarin pagi," katanya waktu itu. Alasan darinya bisa ku terima, aku juga tidak memberitahu padanya soal kiriman foto. Lebih baik membuktikan langsung dari pada hanya terus berspekulasi."Mbak." Suara yang memanggilku pelan membuat lamunank
Lagi-lagi dari nomor yang sama sebelumnya, yang pernah mengirimiku foto Mas Edgar berciuman dengan Naomi. Tanganku menggenggam erat ponsel hingga bergetar. Apa maksud dari si pengirim hingga berani mengirimiku foto lagi? Hanya saja, kali ini si pengirim mengirimkan foto yang berbeda.Foto itu menampilkan Mas Edgar yang sedang berjalan dengan seorang wanita kantoran yang tentu saja aku kenal. Wanita itu namanya Tiara, dia adalah sekretaris baru Mas Edgar di kantor. Dia menggantikan sekretaris sebelumnya yang telah mengundurkan diri.Darimana aku tahu? Mas Edgar sendiri yang menceritakannya padaku. Meski suamiku itu jarang bercerita soal pekerjaan, tapi terkadang dia bercerita soal apa yang terjadi di kantor-- termasuk soal pergantian sekretaris."Aku gak mau kamu salah paham nantinya. Tiara itu masih muda, baru saja lulus kuliah. Takutnya kamu nanti mengira aku punya selingkuhan," kata Mas Edgar kala itu saat aku bertanya alasan dia menceritakan soal pergantian sekre