Suami Wasiat Sahabatku

Suami Wasiat Sahabatku

last updateLast Updated : 2025-05-31
By:  Gilva AfnidaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
16Chapters
83views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Setelah diselingkuhi oleh kekasihnya, tiba-tiba Nara mendapat kabar bahwa sahabatnya yang sudah meninggal memberinya wasiat berupa surat yang berisi permintaan pada Nara agar mau menggantikan dirinya sebagai Nyonya Hutomo. Haruskah Nara menerimanya ...?

View More

Chapter 1

Bab 1

"Aku sama Kalina cuma khilaf, Nara. Dia gak berarti apa-apa, aku sayangnya cuma sama kamu."

Salah satu sudut bibirku tertarik ke atas, mendengus sinis mendengar nada iba dari pria berwajah tampan itu.

"Kita sudahi aja hubungan ini, Mas. Bagiku nggak ada kata maaf untuk perselingkuhan. Bodohnya aku ngira kamu udah berubah."

Aku segera menepis tangannya yang tadi memegang pergelangan tanganku lalu melangkah pergi meninggalkan pria yang sudah menemani hari-hariku selama setahun ini.

Namanya Fathan Abimanyu. Dulunya dia adalah tetangga baru di kompleks perumahanku. Dia tampan dan juga mapan. Di usianya yang baru menginjak kepala tiga, dia sudah berhasil mengelola restoran hingga memiliki banyak cabang di Solo dan Jogja.

Namun di balik kelebihan itu, aku pernah mendengar kalau Mas Fathan adalah pria playboy, tukang selingkuh.

Entah kenapa saat dia menyatakan suka dan ingin jadi pacarku, aku iya-iya saja. Mungkin karena aku sudah lama menjomblo, jadi aku menerimanya begitu saja.

Selama setahun hubungan kami baik-baik saja, sampai kejadian tadi sore terjadi. Aku tak sengaja melihatnya bergulat di atas sofa dengan seorang wanita yang katanya dia kenal lewat aplikasi game.

Hatiku memanas kala mengingat adegan dewasa yang dilakukannya secara langsung sore tadi.

Mas Fathan bilang dia hanya tergoda karena selama pacaran denganku dia tidak pernah melakukannya. Sebelum pacaran denganku, kehidupan ranjangnya memang aktif. Dia terus memohon agar aku memaafkannya, tapi aku sama sekali tidak sudi.

Bagiku kalau selingkuh, hubungan itu harus selesai.

Aku, Jenara Sasi Kirana. Patah hati kesekian kalinya, namun tidak sampai membuatku hancur berkeping-keping.

Suatu saat nanti, aku pasti akan menemukan pria yang akan menjadi cinta sejatiku. Yang pasti pria itu bukan Mas Fathan.

Langkahku semakin mantap, meninggalkan Mas Fathan tanpa menoleh lagi.

***

"Makanya kalau udah dengar soal berita dia yang tukang selingkuh itu jangan di terima, Nduk. Selingkuh itu penyakit yang bisa kambuh kapan saja, sulit untuk sembuhnya."

Itu adalah suara ibuku. Ibu sedang membalur minyak kayu putih di punggungku karena aku mengeluh capek dan tidak enak badan. Jadi beliau berinisiatif untuk memijitku.

Aku mendengus keras. "Kata wanita yang mempertahankan rumah tangganya meski sudah diselingkuhi berkali-kali oleh suaminya."

Ibu tertawa seolah ejekanku tadi tidak berarti untuknya. Mungkin karena kejadian itu sudah terjadi cukup lama dan Bapak juga sudah tiada. Jadi Ibu terlihat biasa saja tanpa tersinggung oleh ucapanku tadi.

"Itu hal yang beda, Nduk. Ibuk kan udah nikah, kalau kamu kan masih pacaran sama Fathan."

"Apa bedanya? Ibuk kan bisa minta cerai sama Bapak dulu."

"Banyak hal yang Ibuk pertimbangkan dulu, Nduk. Salah satunya ya demi kamu dan ketiga masmu, anak-anak Ibuk."

Ibu selalu berkata begitu saat aku menanyakan alasan Ibu yang masih mempertahankan rumah tangga, padahal Bapak sudah sering selingkuh.

Aku tidak mengerti kenapa Ibu melakukannya. Padahal Bapak tidak pernah ada peran dalam hidup kami sebagai anak-anaknya alias fatherless.

"Tapi Ibu tahu enggak... karena Bapak sering selingkuh, karmanya jadi jatuh ke aku sebagai anak perempuannya. Aku sering diselingkuhi sama pacar-pacarku, Bu."

"Hush! Bapak sudah meninggal, gak baik bicara kayak gitu," sembur Ibu marah. "Kamu sering diselingkuhi juga karena kamu lalai nyari info soal calon pacarmu. Dari pada kamu bicara kayak gitu, sebaiknya kamu terus berdoa supaya gak dapat suami yang tukang selingkuh seperti Bapakmu."

Aku memutar kedua bola mataku dengan malas. Berbicara hal seperti ini pasti tidak akan ada ujungnya. Ibu tidak mau aku menyalahkan Bapak yang tukang selingkuh itu. Entah sebesar apa kesabaran hati yang dimiliki Ibu sampai Ibu tidak pernah menjelekkan Bapak di depan kami, anak-anaknya.

"Oh iya, tadi Irna datang ke sini nyariin kamu," ucap Ibu setelah keheningan terjadi cukup lama.

"Tante Irna? Kapan nyariin aku?"

"Tadi sore waktu kamu gak di rumah. Irna bilang mau ngajak kamu ke Jakarta buat takziyah bareng ke makamnya Anindya. Memperingati kepergiannya yang ke-seratus hari katanya."

Aku baru teringat soal kepergian sahabatku, Anindya Safitri. Tak terasa kepergiannya sudah tiga bulan lebih berlalu.

Hubungan kami dari kecil sangat dekat meski saat kuliah, kami harus berpisah karena dia lebih memilih untuk meneruskan pendidikannya di Jakarta. Rupanya selain kuliah, dia juga menikah dan menetap di Jakarta sampai akhir hayatnya.

Tiga bulan sebelum Anindya meninggal, Anindya meneleponku dan berkata, "Datanglah kesini, Nara. Habiskan cutimu di sini aja. Aku kesepian, tidak ada teman."

Akhirnya aku menyetujui permintaannya untuk datang ke Jakarta. Aku menginap di rumahnya selama kurang lebih seminggu. Selama di sana, aku banyak mendengar keluh kesahnya soal suaminya yang bernama Edgar Hutomo-seorang pebisnis real estate ternama yang memiliki sifat bossy dan otoriter.

Namun selama itu pula, Anindya tidak pernah menceritakan sedikitpun soal penyakit yang dideritanya, yaitu kanker darah.

Sampai saat kurang lebih dua bulan setelah aku pulang dari sana, aku mendengar kabar dari Mas Edgar kalau Anindya sedang kritis dan ingin bertemu kembali denganku.

Mendapat kabar itu, aku langsung kembali terbang ke Jakarta untuk menemaninya hingga akhir hayatnya. Sedih rasanya mengingat Anindya baru bisa merasakan kasih sayang dari suaminya sendiri di detik-detik terakhir sebelum kematiannya, itupun terjadi karena aku terus memaksa Mas Edgar untuk melakukannya.

"Nduk?" Suara Ibu memecah lamunanku.

"Ya?"

"Kok diam saja? Lusa kamu bisa gak menemani Irna?"

"Lusa ya?"

"Iya. Mending kamu ke Jakarta daripada nanti ketemu terus sama Fathan. Bisa-bisa kamu jadi galau terus nantinya."

Hmm... apa yang dikatakan Ibu ada benarnya juga. Rumah Mas Fathan masih satu kompleks denganku. Kalau aku tidak pergi, bisa jadi aku akan terus bertemu dengannya setiap hari.

"Baiklah, lusa aku akan minta izin ke atasan untuk work from home supaya bisa pergi ke Jakarta lagi."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
16 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status