Tristan Theodore lahir dari pasangan suami istri yang kurang mampu. Sejak kecil, dia sudah tinggal di rumah khusus pelayan keluarga Hawthorne yang kaya raya karena ayah dan ibunya adalah pelayan di sana.
Secara khusus, Tony menyekolahkan Tristan karena melihat kemampuan pada diri pria itu. Walau begitu, Tristan tidak tertarik berbisnis seperti yang diajarkan oleh Tony. Dengan tubuh tinggi nyaris menyentuh angka 190 senti dan anugerah wajah yang tampan, Tristan memiliki mimpi menjadi seorang model dan berkarir di dunia hiburan.
Dia memang cerdas dan menawan. Karir yang dimulainya dengan sesekali ikut catwalk sungguh menjanjikan. Dia menerima beberapa tawaran casting untuk drama yang dibintangi bintang terkenal yang dulu dia idolakan. Sangat menggiurkan dan membuat Tristan bersemangat.
Tapi tidak hingga dia mendengar perintah dari ayahnya, George Theodore soal permintaan terakhir Tony.
“Tidak, Dad,” tolak Tristan saat George mengajaknya berbicara di rumah yang diberikan oleh Tony secara cuma-cuma pada mereka. “Aku tidak akan menikah, tidak dalam waktu dekat dan tidak dengan puteri keluarga Hawthorne. Tidak bisa.”
“Tapi Tuan Tony yang memberikan perintah itu lewat surat wasiat. Beliau sudah banyak membantu keluarga kita, termasuk menyekolahkanmu di sekolah swasta yang biayanya tidak tanggung-tanggung. Kamu memiliki kehidupan layaknya putera para miliarder di luar sana karena Tony selalu mengenalkanmu sebagai tangan kanannya. Apa menurutmu kita pantas menolaknya?”
Tristan terlihat tegang. Benar, Tony memberikan kehidupan baru baginya dan keluarganya. Bahkan saat dia kehilangan ibunya dulu, Tony secara khusus membelikan tiket penerbangan untuk berlibur ke luar negeri demi membuat Tristan bisa melupakan rasa sakitnya.
Tapi menikah adalah hal lain. Dia ingin mengejar karirnya, mencoba segala jenis pekerjaan yang ada dalam dunia hiburan, membesarkan namanya hingga setiap orang tahu siapa dirinya. Tapi kalau dia menikah, mana ada agensi yang akan menerimanya lagi? Sia-sia saja semua yang dia lakukan selama ini.
Lagipula, dia tidak pernah bertemu puteri bungsu keluarga Hawthorne. Kediaman keluarga besar Hawthorne dibuat di atas tanah dengan seluas 10.200 meter persegi dan rumah para pelayan ditempatkan di bagian paling belakang.
Butuh beberapa hari untuk bisa menjelajahi setiap sudut kediaman Hawthorne, dan ketiga puteri secara khusus tidak pernah terlihat bermain-main di sekitar rumah utama. Mereka menghadiri kelas-kelas khusus yang tak ada habisnya, les musik, tari dan masih banyak lagi.
Mana mungkin Tristan menikah dengan orang yang tidak dikenalnya? Lagipula, bagaimana dengan perangainya? Bagaimana kalau puteri bungsu itu arogan, sombong dan semena-mena layaknya beberapa puteri miliarder yang pernah ditemuinya?
“Tidak, Dad.” Dia tetap bersikukuh dengan pendapatnya. “Aku ingin menjadi seorang model, dan kamu pun tahu itu. Bagaimana mungkin aku menerima pernikahan ini?”
“Tapi, Nak...”
“Ku mohon, Dad. Jangan bahas masalah ini lagi demi aku,” sela Tristan. “Aku tidak akan menikahinya.”
Pembicaraan mereka terhenti di sana. Secara khusus George mengunjungi kediaman utama untuk bertemu Nicholas dan memberitahu keputusan sang anak. Dengan wajah muram, George mengatakan kalau Tristan menolak pernikahannya dengan Isabelle.
“Memangnya siapa dia?” Julia yang tak sengaja mendengar pembicaraan kedua pria itu mendadak marah. “Adikku Belle tidak memiliki kekurangan apa pun. Dia cantik, pintar, baik. Apa alasan dia menolak pernikahan ini?”
“Nyonya Sparks.” George membungkukkan tubuh menyapa Julia. “Maaf, Nyonya. Puteraku memang tidak tahu diri.”
“Katakan pada Tristan kalau dia tidak boleh menolak. Kalau bukan karena wasiat Daddy, kami pun tak akan mau menyerahkan Isabelle padanya, apa kamu mengerti?”
“Mengerti, Nyonya!”
George masih membungkukkan tubuh sampai Julia benar-benar meninggalkan ruangan itu. Wajah pria setengah baya itu terlihat terhenyak mendengar kata-kata pedas Julia. Tapi Julia biasanya tidak seperti itu. Dia cukup sopan walau gestur tubuhnya masih terlihat arogan. Dia pasti tersinggung oleh penolakan Tristan.
“Ini sulit.” Nicholas menatap George. “Maaf, teman. Aku terpaksa akan menggunakan cara terakhirku agar Tristan bisa memenuhi surat wasiat Tuan Tony.”
“Terserah kamu saja.” George menghela nafas berat. “Lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan. Aku akan setuju.”
Keesokan harinya, Tristan menghadapi hari yang sial ketika dia bertemu sang manager yang mengatakan kalau semua proyek yang sedang dilakukan Tristan mendadak dihentikan. Bahkan rencana debutnya untuk ikut serta dalam New York Fashion Week harus hangus begitu saja.
Agensi tiba-tiba mengeluarkan pengumuman kalau dirinya ada dalam masa percobaan yang bahkan model lain tidak pernah mengalaminya. Dengan penuh kemarahan, Tristan masuk ke dalam ruangan direktur agensinya dan terlihat pria dengan gaya feminim itu duduk dengan tenang sambil memainkan game minisweaper di komputernya.
“Kamu terlihat berantakan,” gumam sang direktur, Grace Merivalle.
Sebenarnya pria itu memiliki nama yang sama dengan nama ayah Tristan, namun di dunia hiburan, dia lebih senang dipanggil Grace alih-alih George. Menurutnya, nama itu lebih mendeskripsikan dirinya yang seutuhnya.
“Tentu saja aku berantakan.” Tristan meradang. “Kenapa aku masuk dalam masa percobaan? Apakah aku melakukan kesalahan?”
“Tidak.” Grace menggeleng dengan gerakan yang lembut. “Aku hanya memberimu waktu beristirahat.”
“Atas dasar apa?” Tristan masih menuntut penjelasan. “Bahkan kamu mencoretku dalam daftar nama peserta NYFW. Ini tidak masuk akal!”
“Agensi tidak harus memberitahumu alasan kenapa kamu dirumahkan, Sayang. Lakukan saja apa yang diperintahkan agensi maka kamu akan baik-baik saja. Lagipula, aku rasa kamu bisa melakukan banyak hal selama masa percobaan, menikah misalnya.”
Mendadak Tristan mengerti kenapa semua kekacauan ini terjadi. Dia menunduk, nafasnya yang panjang menguapkan asap tipis di uadara karena cuaca yang dingin. “Jadi ini ulah keluarga Hawthorne?”
Grace mengangkat bahu, wajahnya datar seolah dia tidak tertarik lagi berbicara dengan Tristan. Tristan memilih meninggalkan ruangan Grace, menuruni anak tangga dengan langkah panjangnya. Dia mengumpat. Sungguh, keluarga Hawthorne sudah diluar batas. Mereka sudah menyentuh titik kesabaran Tristan paling dalam.
Begitu tiba di lobi, Nicholas sudah berdiri menghadangnya. Kuasa hukum keluarga Hawthorne itu menunjukkan sebuah kertas padanya yang isinya surat perjanjian antara Tristan dan keluarga Hawthorne.
“Apa maksudnya ini?” tanya Tristan.
“Kalau kamu menikahi Nona Belle, maka aku berjanji akan mengembalikan kebebasanmu. Kamu hanya harus menikah, tidak sampai menjalankan tugas seorang suami pada umumnya. Jika kamu melakukannya, maka aku akan memberikan semua yang kamu inginkan. Kesempatan, karir, dan masa depan.”
Sayangnya, detektif Hudson harus menelan kekecewaan saat layar komputer tidak menampilkan sesuatu yang membuatnya puas. Sejauh ini, Tristan pria yang teratur. Semua cacatan keuangannya jauh dari kata kotor, atau mencurigakan.Walau beberapa akun mencacat bahwa pria itu mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar wanita, detektif Hudson merasa itu adalah hal yang wajar. Dia juga pernah melakukannya, jadi kenapa pria lain tak bisa?Tristan adalah pria normal yang membutuhkan penyaluran hasratnya. Detektif Hudson tak akan membuat poin itu sebagai kekurangan Tristan untuk menjatuhkannya. Tidak. Dia pasti menyembunyikan sesuatu, pikir detektif Hudson.“Sepertinya dia pria baik-baik.” Summer membuang sisa permen karetnya, sengaja mengorek informasi yang diketahui oleh detektif Hudson.“Jika keuanganmu tidak bermasalah, bukan berarti kamu bersih, Nona,” sahut detektif Hudson santai.“Kamu curiga padanya?”“Sejak awal aku menangani kasus ini, ya, aku mencurigainya dan juga satu orang lainnya. T
“Kamu baik-baik saja?”Isabelle setengah berlari menyusul Mellany yang sedang duduk di lobi rumah sakit. Mellany terlihat manyun, namun begitu melihat Isabelle, air matanya malah menetes. Mellany tidak tahu apa yang sedang dia rasakan, perasaannya terlalu tulus untuk pria itu.Tapi dia menikah dan punya anak! Waktu pertama kali bertemu, Ben mengatakan istri dan anaknya meninggal. Sepertinya, waktu itu dia menggunakan alasan itu untuk menjauh dari Mellany. Tapi Mellany kembali lagi dan bertemu secara tidak sengaja dengan Ben.Dia pikir itu adalah sebuah takdir, tapi tak tahu, itu adalah bencana.“Kamu menangis?” Isabelle terkejut. “Bukankah kamu bilang hanya medical check biasa? Apa ada yang salah dengan hasilnya?”Mellany menggeleng. “Hasilnya belum keluar.”“Lalu apa yang kamu tangisi?”“Aku bertemu pria itu lagi.” Tangisan Mellany mereda. “Saat pertama kali bertemu dia, dia mengatakan baru saja kehilangan anak dan istrinya. Tapi tadi, aku melihatnya menunggui seseorang dan itu puter
Ben menggosok matanya saat melihat nominal biaya pengobatan yang harus dikeluarkannya untuk Sora. Sora membutuhkan setidaknya dua jenis operasi untuk mneyelamatkan nyawanya dan Ben memang berniat untuk bertanggung jawab.Dia hanya tidak menyangka kalau ternyata biayanya akan sebanyak ini.Pria itu menyerahkan kartu kreditnya. Entah bagaimana caranya untuk membayar tagihan kartunya bulan depan, namun dia akan berusaha. Saat ini, menyelamatkan nyawa Sora jauh lebih penting. Dia masih bisa mencari pekerjaan lain di luar sana sementara Sora mungkin hanya memiliki kesempatan hidup kali ini saja.Dia menghela nafasnya dalam-dalam. Kepalanya berdenyut sakit. Dia berkendaraan untuk mencari sedikit celah untuk kasus minyak esensial yang merenggut nyawa istri dan anak dalam rahim istrinya. Dia tidak bisa mengandalkan orang-orang itu lagi walau mereka berjanji akan menegakkan keadilan untuknya.Nyatanya, setelah Revive Orion dinyatakan tidak bersalah, kasus itu langsung tenggelam. Tak ada stasiu
Judy membereskan barang-barang terakhirnya saat dia mendengar sebuah bunyi mencurigakan di luar apartemen. Dia seperti mendengar derap langkah dengan tempo tak biasa, seperti orang-orang yang tengah mengerubuti bangunan itu.Setelah Tristan memberitahunya soal kemungkinan persembunyiannya diketahui, Judy segera meminta orang-orangnya untuk memindahkan sejumlah komputer dan juga beberapa kardus berkas terlebih dahulu. Dan setelah barang-barang utama itu dipastikan selamat oleh Judy, baru dia menyusul.Namun siapa yang menyangka kalau ternyata langkahnya akan terlambat beberapa menit. Orang-orang ini sudah mengepung apartemen tempatnya dan Tristan melakukan pertemuan, Judy bisa melihat bayangan mereka dari celah bagian bawah pintu.Wanita itu mengambil pistolnya, menyematkannya ke belakang tubuh. Judy membuka jendela, menyelempangkan ranselnya dan segera turun melalui tingkap yang sedikit menjorok. Dia menempel tubuhnya ke dinding, menggeser kakinya selangkah demi selangkah hingga dia t
“Gagal!” kata Tristan lewat ponselnya.Dia mengurut keningnya pelan. Dia menghembuskan asap rokok ke udara saat dia berada dalam ruangan khusus untuk perokok. Jepang memang kota yang unik dan tegas. Jika di Amerika dia bisa merokok kapan saja dan dimana saja, di negara ini berbeda.Isabelle menunggu di luar. Gadis itu terlihat sedih karena kematian Tetsuka. Saat mengetahui kalau yang dibawa polisi adalah mayat Tetsuka, Isabelle menangis tak karu-karuan. Apalagi ketika istri Tetsuka meraung sambil meneriakkan nama puteri mereka, tangisan Isabelle makin tak terkendali.Bulan madu ini membawa bencana, pasti begitu pikir Isabelle.Tristan menunggu sampai akhirnya Judy bicara, lebih tepatnya meneriakinya. “Apa yang kamu lakukan selama di sana? Bukankah kamu bilang tujuanmu untuk mencaritahu rahasia Tony? Atau, kamu malah terlalu fokus menghabiskan waktumu dengan Isabelle?”“Judy, apakah kamu tahu bukan itu masalahnya?”“Lalu apa?” teriak Judy lagi.“Seseorang mengikuti kita, mengerti!” Tri
Mereka menghabiskan waktu mengunjungi beberapa tempat di Jepang. Seumur hidup, ini adalah perjalanan yang paling mengesankan bagi Isabelle. Bagaimana tidak, dia hanya membawa pakaian yang melekat dalam badannya, dan ketika mereka tiba, ternyata di dalam kamar hotel sudah tersedia setidaknya empat pasang gaun Yves Saint Laurent di atas tempat tidur.Ternyata, Tristan benar-benar sangat mempersiapkan bulan madu mereka. Hal itu membuat Isabelle merasa sangat dicintai oleh pria itu. Dia tidak akan melupakan hal ini seumur hidupnya.Keduanya berjalan menyusuri Shibuya, berpapasan dengan banyak pengunjung lainnya seperti mereka. Shibuya adalah kota yang hidup selama dua puluh empat jam. Banyak toko-toko branded di sini, salah satunya adalah toko Revive Orion yang dikunjungi oleh keduanya dengan sengaja.“Halo, Tuan Tristan. Senang melihat Anda kembali,” sapa sang manager, Shiba Tetsuka.Pria berusia lima puluhan itu membungkukkan tubuh pada Tristan dan Isabelle, dan keduanya melakukan hal y