Share

Pesta Pernikahan

Penulis: Mirielle
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-09 00:00:53

Dalam balutan gaun pernikahan salah satu koleksi desainer Sarah Burton, Isabelle terlihat sangat cantik. Gaun putih mewah itu terlihat begitu tepat dan pas di tubuh mungil Isabelle, menonjolkan setiap lekuk tubuhnya dengan begitu indah.

Sang Paman menjadi perwaliannya menggantikan mendiang ayahnya saat dia akan berjalan menuju  altar untuk bertemu calon suaminya untuk pertama kalinya. Isabelle terlihat gugup, namun dia bersyukur veil yang menutupi wajahnya akan bisa menyembunyikan kegugupannya.

Dia melihat Tristan selagi dia melangkah. Pria itu terlihat hebat dan mencolok. Mengenakan setelan jas tuksedo berwarna senada dengan gaunnya, Tristan tampil sangat memukau. Dia tampan, sangat berkharisma dan memiliki aura yang mematikan. Garis tegas membingkai wajahnya dan rambut cokelat itu begitu tepat untuknya.

Sungguh, Isabelle merasakan jantungnya berdetak cepat pada pria itu saat pertemuan pertamanya ini. Isabelle tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya ketika dia bertemu teman-teman prianya di universitas. Tapi terhadap Tristan, dia memiliki perasaan membuncah yang sulit digambarkan.

Tristan mengulurkan tangannya menyambut Isabelle. Tangan Isabelle gemetar, tubuhnya gemetar, seluruh persendiannya gemetar. Dilihat dari dekat, Tristan semakin menghipnotisnya. Isabelle bertanya-tanya apakah ketampanan pria ini menjadi salah satu alasan ayahnya memilih menikahkan dia dengannya.

Acara berlangsung hikmat, hingga tiba giliran mereka mengucap sumpah dan bertukar cincin. Pendeta mempersilahkan pengantin pria mencium pengantin wanita, namun Tristan jelas saja sangat enggan. Bukan karena dia baru pertama kali melakukannya, namun karena Tristan justru menganggap Isabelle sebagai penghalang dalam kehidupannya.

Tapi begitu menyibak veil dan wajah teduh Isabelle tersingkap, Tristan harus mengakui jika Isabelle jauh dari bayangannya selama ini. Dia cantik. Isabelle memiliki kecantikan yang unik yang tidak bisa dijabarkan Tristan, sejenis kecantikan yang belum pernah dia temui sebelumnya pada para gadis yang ditidurinya selama ini.

Sebagai pria, tentu saja Isabelle menawan. Tapi sebagai seorang Tristan yang harus mengorbankan kesenangan dan kebahagiaannya untuk wanita ini, Tristan sama sekali tidak tertarik. Kedua mata mereka bertemu, dan Tristan harus melakukan tugasnya.

Anggap saja dia wanita yang kau temui di pinggir jalan dengan bayaran puluhan dolar, keluh Tristan pada dirinya sendiri.

Dia menunduk, mendaratkan ciuman hangat yang singkat di bibir Isabelle. Bahkan para tamu belum sempat bertepuk tangan saat Tristan sudah menarik dirinya lagi. Namun walau singkat, ini adalah ciuman pertama Isabelle dan dia seperti bermimpi kalau ternyata dia melakukannya untuk pertama kali bersama suaminya.

Acara kembali dilanjutkan. Tristan menggandeng Isabelle masuk ke dalam ruangan khusus yang diperuntukkan bagi pengantin sementara para pelayan sedang menyiapkan gaun dan jas lain untuk dipakai keduanya.

Tristan menyalakan rokoknya dan duduk sedikit menjauh dari Isabelle. Menyadari sikap dingin Tristan, Isabelle mulai menebak-nebak kepribadian pria itu. Apakah dia memang memiliki sikap seperti ini atau dia hanya memberikan sisi dinginnya padanya.

“Aku rasa kita harus meluruskan satu hal.” Tristan mengepulkan asap ke udara sebelum berbicara.

“Meluruskan apa?” Isabelle menatapnya.

“Pernikahan ini.”

Jadi dia memang sengaja bersikap dingin padaku? Dia terpaksa menikahiku?

“Memangnya kenapa dengan pernikahan ini?” Isabelle balik bertanya.

Tristan tertawa, dan Isabelle tahu tawa itu mengejeknya. “Memangnya kamu yakin sekali aku benar-benar mau menikahimu?”

Isabelle sakit hati. Dia menggenggam gaun pengantinnya selagi menatap wajah Tristan lekat-lekat. “Jadi kamu terpaksa?”

“Tentu saja!”

Suara Tristan terdengar nyaring di telinga Isabelle. Beruntung ruangan mereka kedap suara, jadi Isabelle tidak takut pembicaraan mereka akan terdengar keluar.

“Kamu memang impian para pria di luar sana. Mereka berlomba-lomba menjadi menantu keluarga Hawthorne yang terkenal, tapi bagiku, kamu sama sekali tidak menarik! Kalau bukan karena surat wasiat itu, aku sungguh tidak akan menikahimu.”

Isabelle masih diam. Dia memberikan Tristan waktu untuk mengungkapkan isi hatinya, dengan begitu Isabelle akan tahu mengambil sikap terhadap pria itu. Tristan menyulut lagi rokok keduanya. Karena Isabelle tak banyak bicara, dia merasa menjadi seorang pria brengsek di sana.

Walau ya, Tristan mengakui dirinya bukanlah orang suci. Sebagai seorang pemuda yang bebas dan normal, Tristan memiliki petualangan seksual yang tak terhitung jumlahnya. Dia meniduri banyak wanita, dari kelas atas hingga wanita yang tak sengaja ditemuinya di bar-bar kecil.

Mereka yang menarik perhatian Tristan, yang menawarkan diri secara ‘cuma-cuma’. Tristan tak kuasa menolaknya, jadi dia menyangkal kalau ada orang yang mengatakan dirinya brengsek. Dia hanya pria normal, itu sebutan yang paling adil.

“Kamu tidak mau mengatakan apa pun?” Tristan melirik Isabelle.

Isabelle menegakkan punggungnya. Semua kata-kata Tristan menyakiti perasaannya. Tapi alih-alih marah, Isabelle memilih tersenyum. Dia melepas sarung tangan putih yang masih melekat di tangannya, melihat dengan jelas cincin yang baru beberapa jam lalu disematkan oleh Tristan ke jarinya.

“Well, aku cukup sadar diri,” gumam Isabelle. “Terimakasih sudah mau menikah denganku. Aku tahu, kamu mungkin mengorbankan banyak hal demi bisa mewujudkan impian ayahku dan aku merasa itu sudah lebih dari cukup. Kelak, kalau kamu ingin bercerai, kamu boleh mengatakannya padaku langsung.”

Tristan mendadak mematung. Tidak, bukan jawaban seperti ini yang seharusnya dia dengar. Dia berharap Isabelle memarahinya, mengamuk tidak jelas sehingga Tristan memiliki alibi untuk menjauhi Isabelle. Dia bisa menyebut Isabelle sebagai wanita dengan tempramen buruk dan semua orang akan memakluminya.

Tapi ucapan terimakasih? Sungguh, Tristan tidak mengharapkan hal itu sama sekali.

“Kamu tidak marah?”

“Marah?” Isabelle berdiri, berjalan membelakangi Tristan sambil memegang kelopak-kelopak bunga mawar putih yang ditata di sana. “Apakah aku berhak?”

“Tentu saja. Kamu bahkan berhak menamparku,” seru Tristan.

Isabelle memutar tubuh, menumpukan pinggulnya pada sisi meja. “Apakah mungkin kamu sudah memiliki wanita dalam hidupmu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Wasiat sang Nona Muda   Akhir Bahagia

    Pengadilan memutuskan menjatuhkan hukuman mati pada David Castel dan Julia Hawthorne. Semua bukti-bukti tindakan kriminal mereka selama bertahun-tahun telah diserahkan Detektif Don pada pihak kepolisian.Pengadilan itu dilakukan secara terbuka dan disiarkan oleh TV dalam negeri maupun swasta. Kedua pasangan itu terbukti melakukan tindakan pembunuhan berencana pada Tony Hawthorne dan juga Stephani Hawthorne. Sebuah kasus yang mengguncang dunia dan menjadi topik hangat pemberitaan selama berminggu-minggu.Isabelle mematikan saluran televisi. Gadis itu pindah ke balkon, menikmati kesunyian malam yang membelai tubuhnya dengan lembut. Dia butuh pemulihan selama beberapa hari dan harus didampingi oleh psikolog. Sampai detik ini, Isabelle juga harus mengkonsumsi obat penenang agar dia bisa normal kembali.Daun pintu terbuka. Gadis itu menolah, Tristan tersenyum hangat padanya dan membawa segelas susu.“Minumlah. Kamu harus istirahat.”Keduanya belum bicara dengan terbuka sejak kejadian di vi

  • Suami Wasiat sang Nona Muda   Kebenaran yang Menyakitkan

    Ingatan Isabelle tiba-tiba memutar ulang kejadian tiga tahun lalu, ketika kakaknya Stephani menghubunginya beberapa kali, sebelum keesokan harinya dia mendapat kabar jika kakaknya itu kecelakaan. Malam itu, rupanya Stephani tidak sengaja melihat David dan Julia memadu kasih layaknya suami istri, dan dia berniat memberitahu keluarga besar Hawthorne.“Aku hanya mengutak-atik beberapa fungsi mesin mobilnya. Dan bummm, kecelakaan terjadi, dan dia mati,” bisik David tenang.Isabelle menatapnya, marah, lalu tangannya terayun untuk menampar wajah David. Air mata menggenang di wajah Isabelle, namun dia tidak terisak-isak, melainkan diam saja karena dirinya sudah dipenuhi terlalu banyak amarah dan kekecewaan.“Kamu gila!”David tertawa, mengangguk seolah dia membenarkan. “Tapi bagaimana pun juga, kematian Tristan adalah hal yang paling menakjubkan. Bayangkan, kami hanya perlu mengirim beberapa foto dan tangkapan layar percakapan yang sudah diedit, lalu dengan tanganmu sendiri, kamu menusuk tub

  • Suami Wasiat sang Nona Muda   Musuh Dalam Selimut

    Detektif Don berbicara dengan sangat panjang pada dua orang petugas keamanan villa yang berjaga di gerbang tinggi itu. Dia menghabiskan waktu hingga nyaris setengah jam di sana, membujuk agar keduanya mengizinkannya bertemu Isabelle.Tapi kedua petugas itu tetap menolak.“Nona Isabelle sudah berpesan, tidak ada yang boleh masuk ke dalam villa, Tuan.”Detektif Don berdecak, setengah marah, tapi kemarahan bukanlah jalan. Pria itu menatap jauh ke dalam bangunan megah berlantai tiga itu. Dia diam sejenak, menatap kedua petugas yang tampaknya tak mau melonggarkan penjagaannya.“Jadi dia sendiri di sana? Kalian tidak takut pada keselamatannya?”Kedua pria itu saling bertukar pandang.“Kalian juga tahu kalau sekarang keadaan keluarga Hawthorne sedang kacau. Bagaimana kalau Isabelle menghadapi masalah di sana? Kalian bersedia menanggungnya?”Detektif Don masih membujuk, dan kedua pria itu masih saling bertukar tatapan.“Siapa bilang Nona sendirian di sana?”Mata Detektif Don menyipit.“Maksud

  • Suami Wasiat sang Nona Muda   Kembali Terancam

    Isabelle menyendiri di villa peninggalan ibunya. Villa besar itu tidak pernah ditinggali, tapi dia menempatkan pelayan di sana untuk selalu membersihkannya setiap waktu. Ketika sedang banyak masalah, Isabelle biasanya berada di sana, menghabiskan waktu untuk memikirkan apa pun yang membuatnya gelisah.Dia sudah menangis banyak sekali, sejak malam dimana dia menghabisi nyawa Tristan dengan tangannya sendiri. Menyesal? Sudah pasti. Isabelle berpikir, kenapa dia harus impulsif? Kenapa dia tidak menunggu penjelasan Tristan?Ya, dia memang curiga. Tristan selalu ada di semua kejadian aneh yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Tapi bagaimana kalau perkataan David benar? Bagaimana kalau seseorang menjebaknya? Tapi semua foto itu bukan rekayasa, Isabelle sudah membuktikannya lewat seseorang yang ahli.Tapi ....Sesuatu yang besar hilang dari dirinya. Sesuatu membuat dadanya kosong, meninggalkan lobang yang menganga lebar, yang siap menyedot perasaan dan akal sehatnya. Kini yang tersisa dalam

  • Suami Wasiat sang Nona Muda   Sosok Tersembunyi

    Judy berdiri di kejauhan, tangannya mengepal kuat, ketika Isabelle berjalan gontai menuju pemakaman. David ada di sisinya, terlihat beberapa kali menyeka air mata di wajah Isabelle. summer mendekat, berdehem pelan hingga Judy memutar tubuh menatapnya.“Kenapa tidak mendekat?” gumam Summer.Judy diam, tidak menyahut sama sekali. Summer menghela napas, tanah yang diinjaknya sedikit lembek karena habis diguyur hujan. Gadis itu menatap punggung Judy lama sebelum akhirnya kembali bergumam, “Maaf, aku tak tahu hubunganmu dan Tristan ternyata hanya sebatas rekan kerja.”Summer memang pada akhirnya tahu, ketika Detektif Don berulang kali menyangkal hubungan ibu kandungnya itu dengan Tristan. Dan malam ketika Tristan dikabarkan meninggal, dia baru saja bertemu pria itu.Tristan mengungkapkan identitasnya pada Summer, dan menyebut jika dia tidak pernah memiliki hubungan ambigu dengan Judy. Malam itu sebelum Tristan pulang, dia menghabiskan banyak waktu untuk mendengar semua hal yang dikatakan p

  • Suami Wasiat sang Nona Muda   Aku Membunuhnya

    “Kenapa kamu bertindak sejauh ini?”David mengelus rambut Isabelle, ketika keduanya duduk di kursi tunggu rumah sakit. Ketika David tiba, dia hanya bisa diam menyaksikan tubuh kaku Tristan tergeletak di lantai. Tanpa pikir panjang dipanggilnya pelayan untuk segera membawa Tristan ke rumah sakit.Entah apakah dia masih bisa menyelamatkan nyawa pria itu atau tidak. Tapi David tetap berusaha melakukan yang terbaik selagi dia menenangkan Isabelle.“Bukankah kamu mencintainya? Kenapa kamu melakukannya?”Isabelle diam cukup lama, jemari dinginnnya saling bertaut gelisah. David menghela napas, dia menyandarkan tubuhnya ke dinding rumah sakit. Lampu indikator ruang operasi masih menyala sejak 30 menit yang lalu, dan entah kapan lampu itu padam dan pintu akan terbuka.David memejamkan mata, lalu bergumam pelan. “Aku tidak akan menghakimimu atas apa yang kamu lakukan. Tapi, bertengkar sampai melukai Tristan, aku tidak bisa membenarkanmu atas semua ini, Belle.”“Dia berkhianat padaku,” sahut Bel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status