Share

6. Piciknya Akbar

Author: Mimi Lita
last update Last Updated: 2022-12-02 10:30:40

“Katakan Yan, siapa wanita itu? Aku ingin tahu sekarang,” desakku kepada Ryan yang masih mendekapku.

“Dia, dia adalah ….”

Belum selesai Ryan berbicara, pintu ruang rawat terbuka dengan kasarnya suaranya keras dan membentur. Gaffi yang sedang terlelap pun sampai terbangun dan seketika menangis histeris. Iya, Mas Akbar datang lagi dan langsung dengan sekejap mata mendaratkan tinjunya lagi.

aku yang melihat itu kali ini tidak tinggal diam. Dia terus saja melampiaskan semuanya kepada Ryan yang sebenarnya hanya ingin menolongku. Ryan memelukku karena ingin menenangkanku bukan karena niatan lain. Aku bisa merasakan ketulusannya.

“Jangan Mas! Kamu apa-apaan main pukul aja sama dia? Dia enggak salah apa-apa!” bentakku dengan suara yang kupaksaan berseling dengan isak tangis yang tak bisa lagi kutahan.

“Oh, jadi ini alasan kamu minta cerai Nala! Kamu diam-diam ada hubungan sama dia? Iya?” bentaknya kepadaku yang mana satu tanganku masih berupaya menghadang kepalan tangannya agar tidak melukai Ryan lagi.

“Jaga mulutmu itu!” bentak Ryan yang kali ini sudah terlalu geram.

Mungkin sebelumnya Ryan masih enggan menyerang dan hanya menghindari pukulan demi pukulan Mas Akbar. Tapi sekarang agaknya keadaan berbalik. Ryan tersulut emosi karena nama baiknya dibawa-bawa dan dituduh sebagai alasan aku meminta cerai.

Sekian tahun bersama baru hari ini Tuhan membukakan mata hatiku. Dia memnunjukan bagaimana watak asli suamiku. Dia yang berselingkuh dan kali ini dia yang memutar balikan fakta. Dia menuduhku melakukan perselingkuhan dengan Ryan, padahal jelas-jelas saat ini Ryan adalah dokter yang bertanggung jawab atas perawatanku selama di sini.

Baku hantam itu tidak terelakan, darah bercucuran dari hidung keduanya. Aku tertegun melihat pemandangan itu, aku hanya bisa menangis dan menangis sambil mendekap erat putraku. Apa sebenarnya tujuan suamiku ini menuduhku melakukan perselingkuhan? Apa karena dia cemburu melihatku bersama pria lain?

Kalau melihatku bersama pria lain sedangkan itu hanya salah paham saja membuatnya sampai semarah ini, berarti kemarahanku yang jauh lebih besar ini bisa dibenarkan. Dia nyata-nyata sudah mengakui perselingkuhan dan menghamili wanita itu. semakin lama aku memikirkan semua ini, semakin jijik aku melihat wajah Mas Akbar.

“Hentikan!” jeritku kepada keduanya.

Mereka hanya berhenti sesaat, menatapku dan balik ingin adu tinju lagi. Refleks, aku menarik tangan Ryan karena posisinya yang memang lebih dekat denganku. Aku emnatap Mas Akbar dan dia malah tersenyum miring menatapku.

“Jadi benar tuduhanku? Ada apa-apa diantara kalian ‘kan?” tuduhnya lagi sembari mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya.

“Kalau kamu bisa, aku pun bisa.” Aku menjawabnya tanpa berkedip dan mataku nyalang menatapnya seolah menantang.

“Nala! Bilang apa kamu ini? Kamu tidak ada hubungan apa-apa denganku,” tampik Ryan dengan penuh penekanan. Aku tahu dia sedang emnatapku tidak percaya.

“Biar Ryan ini yang dia inginkan. Dia ingin menuduhku balik dengan kebetulan saat ini kita ada di ruangan ini. Dia ingin aku yang terlihat bersalah di mata umum. Tidak apa-apa, asal aku bisa lepas darinya, aku sudah sangat bahagia dan aku tidak perduli dengan penilaian orang lain.”

“Jadi Mas, aku iyakan tuduhanmu itu. Sekarang apa lagi maumu? Kamu berniat melakukan itu supaya aku pergi dari rumah itu tanpa membawa apa-apa bukan?” cecarku kepadanya yang membuatnya hanya bisa diam.

Benar, 100% tuduhanku itu benar. Memang sepicik itu pikiran suamiku ini. Laki-laki yang dahulu aku cintai dengan setulus hati. Nayatanya saat ini dia yang emnghancurkan hidupku tanpa belas kasihan. Padahal aku sangat ingat bagaimana aku emnjual semua berlian pemberian orang tuaku hanya demi membangun usahanya. Semua itu rupanya ahanya soal harta saja di matanya.

“Nala, bukan begini caranya. Kamu enggak salah dan kita enggak ada hubungan apa-apa,” ujar Ryan yang bagiku hanya seperti angin lalu.

“Biarkan Ryan. Memang ini yang dia mau, dia ingin melemparkan kesalahan kepadaku. Tidak apa-apa, aku terima. Aku terima semua fitnah ini. Asal kamu ingat ini baik-baik Mas. Atas semua apa yang telah kamu lakukan kepadaku ini, aku meminta kepada Tuhan supaya Dia mencabut rasa tenang dari dalam dirimu!” kataku mengucapkan sumpah serapah.

“Semua malaikat yang ada di sini, saksikanlah ini. Aku meminta agar dia mendapatkan imbalan yang setimpal karena telah menuduhku berselingkuh. Panjatkanlah doaku yang terdzolimi ini ya Tuhan,” pintaku dalan hati yang menjerit, meraung, menangis pilu.

“Heh, tidak akan Tuhan mendengarkan permintaan dari wanita peselingkuh seperti kamu ini. Cerai ‘kan yang kamu mau? Iya ‘kan? Baik. Aku akan mengurusnya, tapi jangan mimpi kamu bisa membawa secuilpun benda keluar dari rumah itu. tidak akan kubiarkan! Kecuali ijazah dan akta anak itu, aku tidak akan memberikan apapun! Itu balasannya untuk wanita peselingkuh seperti kamu ini!” makinya kepadaku.

Tega, sungguh tega dia terhadapku. Kemana menguapnya kata-kata sayang itu? kemana lembut sikapnya yang dulu? Apa semua itu dia lakukan hanya untuk mendapatkan yang dia mause perti kata ayahku? Entahlah, saat ini kacau pikiranku dan juga tubuhku. Aku lemas seperti tak bertulang.

Kulihat, Ryan yang ada di sebelahku terduduk dengan tatapan hampa di kursi. Dia menatapku penuh rasa iba. Suamiku bahkan menyebut anaknya sendiri dengan sebutan anak itu. Sudah jelas di sini kalau dia sama sekali tidak mengharapkan Gaffi lagi.

“Separah itu suamimu Nala? Aku antar kamu ke rumah orang tuamu ya?” tanya Ryan kepadaku dengan matanya yang menatapku iba.

Aku menggeleng. “Tidak saat ini Yan, aku mana bisa menghadapi kemarahan ayah?”

“Lalu mau bagaimana? Suamimu saja sudah tidak peduli dan dia malah mengusirmu tadi. Kamu sudah seperti sampah di matanya Nala.”

“Aku tahu Yan, aku tahu. Saat ini aku hanya sampah di matanya sebab aku sama sekali tidak bisa menghasilkan apa-apa buatnya. Aku, aku mau meminjam uangmu saja Yan. Nanti aku kembalikan kalau aku sudah mendapatkan pekerjaan,” kataku yang sebenarnya sangat berat untuk mengatakan itu.

Keluarga besarku hampir semuanya menolak keputusanku dulu saat menikah dengan Mas Akbar dan sekarang ketakutan mereka terjadi. Aku benar-benar diperlakukan seperti sampah setelah tidak menghasilkan apa-apa buatnya. Saat ini tidak mungkin aku pulang dan mengadu dengan kaki yang pincang.

Setidaknya nanti akau akan kembali dan mengatakan semuanya kalau keadaannya sudah menjadi lebih dingin. Tidak sekarang, mentalku belum siap untuk itu. mau bagaimana mulut mereka bicara kalau sampai tahu akan hal ini? Ditambah lagi dengan aku yang dituduh berselingkuh.

“Uang? Kamu mau pergi ke mana?” tanya Ryan padaku dengan suaranya yang rendah.

“Entah Yan, aku tidak tahu ke mana tujuanku. Mungkin aku akan mengekos saja,” jawabku sesuai dengan apa yang ada di dalam kepalaku.

Ryan terdiam seolah berpikir. Dia lalu menatapku datar. “Gampang kalau soal uang dan tempat tinggal yang terpenting sekarang sembuhkan dirimu dan pikiranmu itu.”

“Afi takut Bunda,” gumam anakku dalam isak tangisnya.

“Sudah Sayang jangan takut, ayah sudah pergi sekarang Gaffi sama Bunda ‘kan? Bunda enggak pukul Gaffi ‘kan?” tanyaku kepada pria kecilku yang mungkin saja saat ini dia sedang mengalami trauma.

Putraku mengangguk dan Ryan dengan cepat menggendongnya. Dia lalu membenarkan rambut Gaffi yang berantakan padahal saat ini wajahnya jauh lebih berantakan dari pada putraku. Dia lalu tersenyum meski dengan sisa darah di bibirnya yang pecah dan mulai membengkak.

“Gaffi mau jadi Dokter seperti Om?” tanyanya yang bagiku itu sangat aneh.

Putraku emngusap air matanya. Dia mengangguk dan kemudian mengusap dan membenarkan rambut Ryan yang berantakan. Matanya lurus menatap manik Ryan.

“Om, maafkan ayah Afi yang udah pukul Om ya?” ucapnya dengan begitu polos namun sanggup membuat hatiku semakin teriris.

Ryan mengangguk sambil tersenyum lalu memeluk erat putraku. Nampak juga kesedihan yang mendalam di mata mantan kekasihku itu. tangannya bergerak mengusap lembut punggung Gaffi dan menyematkan pujian.

“Pinter banget sih ini, anaknya Ibu Nala ya?” godanya yang membuat Gaffi mengangguk sambil tersenyum dan mengusap air matanya. “Kalau begitu, ikut Om yuk! Obati lukanya Om, Gaffi latihan jadi dokter dulu, mau?”

“Yan, mau di bawa ke mana? Jangan, bair dia di sini aja sama aku. Malah ngerepotin kamu nanti kamu bisa dimarahin sama direktur rumah sakit ini,” kataku mengingatkannya.

“Apa yang harus ditakuti kalau aku aja udah dipecat? Saat ini aku di sini sebagai keluarga pasien Nala,” ujarnya yang emmbuatku tercengang dan diliputi rasa bersalah.

“Kamu dipecat gara-gara aku Yan,” lirihku penuh sesal.

“Santai, uangku banyak kok, jangan takut, tenang aja,” ucapnya tanpa beban tetapi justru membuatku semakin bertanya-tanya.

Kenapa ada orang seperti itu yang saat dipecat malah tampak lebih tenang dari sebelumnya? Aneh, ini sangat aneh bagikku. Bukankah seharusnya dia marah besar karena kehilangan pekerjaan dan menerima fitnahan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Syarifah Aini
Nala wanita yang kuat. Aku percaya suatu hari nanti Nala pasti bakalan nemuin tambatan hati yang baru dan tentunya bener-bener cinta sama Nala. Semoga aja orang itu Ryan hehe. Ayo, thor up lagi. Seru niih hehe
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami kedua Lebih Berasa   63. Membesarkannya tidak harus bersatu (END)

    Dalam sebuah kamar ketika malam tiba, seorang wanita terus saja menggerutu seorang diri sambil memijit kakinyay yang terasa sakit. Nala merasakan sakit dibagian kakinya karena benturan tadi saat di adengan nekat menabrakkan mobilnya pada mobil Akbar. Dia sudah sangat marah kali ini sikap Akbar yang kembali ingin menggodanya membuatnya muak.Terdengar suara pintu terbuka lebar, menampilkan sosok laki-laki dengan stelan jas hitam memasuki kamar tanpa sambutan. Dia hanya tersenyum simpul menatap Nala. Ryan, sama sekali tidak banyak bicara terlebih saat dia mengira bahwa istrinya tidak ada karena mobil mereka juga tidak ada di garasi.“Aku pikir kamu pergi Sayang, ternyata kamu ada di rumah. Mobilmu ke mana?” tanya Ryan sembari meletakan tas dan jasnya dan ia mendekati Nala yang masih duduk membelakanginya di tepi ranjang.“Astaga! Kenapa kakimu bengkak membiru begitu? Kenapa ini tadi Sayang? Kamu kenapa?” tanya Ryan dengan sedikit panik.“Enggak apa-apa, aku enggak sengaja nabrak aja tad

  • Suami kedua Lebih Berasa   62. Keindahan Masa Lalu tidak Akan Menghapus Luka

    "Sayang, hari ini kamu dulu ya yang jemput Gaffi, aku ada rapat dadakan. Ayah tiba-tiba sakit kepala, jadi aku tidak bisa menjemputnya, aku harus menggantikan ayah Sayang," kata Ryan kepada Nala yang tengah menatakan makan siang suaminya di meja kerja. "Loh, kenapa enggak bilang dari tadi Sayang? Hari ini Gaffi pulang cepat, kalau sampai keduluan Mas Akbar bagaimana?" kata Nala yang seketika terlihat panik. Dia segera merapikan tasnya dan mencium pipi sang suami sebelum pergi.. "Kamu nanti jangan malam-malam ya pulangnya, kita makan malem bareng!" ucap Nala dengan setengah berteriak kepada sang suami yang melambai kepadanya dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. "Iya, aku usahakan. Kamu hati-hati nyetirnya!" kata Ryan dengan setengah berseru lantaran Nala yang dnegan cepat melangkah pergi meninggalkan ruangan kerja sang suami. "Dia masih sama saja, tetap menomer satukan keluarga. Hemh ... aku merasa Akbar itu tetaplah gangguan yang besar untuk keluarga kecil kami dan aku haru

  • Suami kedua Lebih Berasa   61. Bagaimana Bersikap Dengannya

    61. “Ada apa? Kamu kenapa?” tanya Nala kepada suaminya yang hanya diam setelah penyatuan mereka. Untuk pertama kalinya Ryan menyalakan rokok yang ia bawa di dalam tasnya. Nala terkejut melihat ini. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama Ryan merokok di depan matanya. Mantan dokter itu tadinya sama sekali tidak menghisap benda merugikan itu. Terlihat ada raut kecemasan di wajah Ryan, pria itu terlihat stress dan mempunyai beban pikiran namun di asama sekali tidak mau membagikannya dengan Nala, istrinya. Ia memendamnya seorang diri. “Gimana aku bisa bilang sama dia kalau mantan suaminya itu tadi mengatakan sesuatu yang membuatku begitu terganggu? Akbar ingin merebut Nala kembali dengan caranya. Bukan tidak mungkin itu terjadi, mengingat masih ada Gafi diantara mereka. Gafi adalah jembatan terbaik bagi keduanya bertemu,” pikir Ryan. “Sayang, kamu kenapa? sejak kapan kamu jadi merokok begini?” tanya Nala lagi yang kali ini mendekat sambil memeluk tubuh sang suami dari belakang. Jem

  • Suami kedua Lebih Berasa   60. Kemarahan Ryan

    60. "Aku tidak ingin melakukan apa-apa selain memberikan ucapan selamat atas pernikahan kalian," jawab Akbar dengan ketulusannya. Terlihat dengan sangat jelas raut wajah yang tidak rela itu nampak di mimik wajahnya. Si mantan suami itu separuh hatinya telah bergelut dengan rasa kecewa. Wanita yang dulu ya buang iya bohongi sinetron lihat begitu terang benderang dan menjadi pusat perhatian. "Selamat ya Selamat ya semoga awet sampai kakek-kakek dan nenek-nenek," ucap Akbar sembari mengulurkan tangannya dan Ryan pun menerimanya dengan sukarela. "Terima kasih. Aku harap ini benar-benar ucapan yang tulus dan bukan sesuatu yang modus." Ryan membalas ucapan dari Akbar dengan datar dan dingin. Mendengar apa yang Ryan katakan membuat Akbar tertegun. Sepersekian detik iya membeku dan tidak bisa berkata apa-apa. Salah semua kata-kata yang telah ia persiapkan dari rumah ke nilainya begitu saja. Belum sempat dia membalas ucapan Ryan, ayah dan ibunya sudah datang berlarian untuk mencegahnya

  • Suami kedua Lebih Berasa   59. Hari Pesta Pernikahan

    59. Hari Pesta PernikahanHiasan mawar putih tersusun begitu cantik di dalam ballroom hotel. Tema garden yang diusung begitu memanjakan mata. Nala mengenakan gaun cantiknya dan berdiri berdampingan dengan Ryan. Senyum cerah menambah cantik parasnya. Dengan begitu anggun dan terlihat mempesona Lala terus saja memamerkan cantik paras dan elok tubuhnya. Ryan pun sedari tadi merasa begitu senang dan berbahagia di hari istimewanya. Hari ini adalah hari di mana resepsi pernikahan itu tiba. Semua tamu dan kolega hadir dalam acara tersebut. Keluarga besar Ryan dan Nala semuanya turut hadir dalam acara pernikahan itu. "Cantiknya istriku," puji Ryan sembari merangkul pinggang ramping Nala. Lelah hanya tersipu membalasnya dengan senyuman kecil. Luapan perasaan bahagia sudah begitu tentara meskipun dia tidak mengutarakannya. Balutan putih di tubuh rampingnya semakin menonjolkan keelokan tubuhnya. Walaupun tadi ketika pertama kali memakainya justru protes lah yang Ryan berikan. Ryan tetap sa

  • Suami kedua Lebih Berasa   58. Ganjalan di hati Nala

    "Enggak, enggak ada. Lagi mikir aja semuanya jadi bisa seperti ini. Kita ini mantan tapi menikah, masih lucu aja bagiku. Apa lagi kalau ingat masa-masa kita pacaran dulu," kata Nala dengan senyuman dibibir tipisnya. "Masa kita pacaran?" ulang Ryan yang kemudian duduk di samping Nala. "Iya, saat kita pacaran dulu," jawab Nala yang sebenarnya hanyalah sebuah kebohongan. Saat ini sebenarnya Nala sedang memikirkan saat di mana dia yang sedang dekat dengan Akbar tiba-tiba mendapatkan fitnah dan harus segera menikah. Terang saja kedua orang tua Nala semakin menentang itu. Ayah dan ibu Nala sedikit banyak sudah menelusuri tentang latar belakang keluarga Akbar. Hal pertama yang membuat ayah dan ibu Nala menolak kala itu adalah ibu Akbar yang doyan sekali berselingkuh. Ibu kandung Akbar bahkan pernah terjerat kasus perselingkuhan dengan paman Nala yang lainnya. Hanya saja, demi menjaga perasaan Nala kala itu, ayah dan ibu masih merahasiakan hal itu sampai detik ini. Tetapi dengan Nina yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status